Bab 5

753 100 26
                                    

Madara kesal—tapi juga keheranan.

Tidak seperti biasanya, Natsume bangun lebih cepat. Bukan karena terkaget-kaget dikejutkan hantu (ia juga heran kenapa tidak bertemu satu youkai pun di kawasan Kyoto), tapi karena begitu bersemangat berangkat sekolah.

"Kau ini anak sekolah dasar atau apa?" ledeknya.

Tidak ada jawaban. Samar-samar ia bisa mendengar senandung rendah dari kamar mandi.

Jutaan asumsi berjubel masuk di otaknya. Bagaimana kalau anak itu sudah memutuskan untuk tidak berurusan dengan kasus ini—dan sengaja membutakan sensitivitasnya terhadap dimensi luar? Bagaimana kalau ia tiba-tiba saja menemukan sesuatu yang menarik—Madara menolak meyakini adanya youkai yang berhasil menarik perhatian Natsume lebih daripada dia sendiri—sehingga ia perlu bangun lebih awal?

Wajah Natsume terlihat lebih cerah (walau tetap menyebalkan) ketika ia keluar dengan handuk terlampir di rambut. Mereka saling tatap. Sepersekian menit sebelum ia memecah keheningan. "Sensei, tidak makan dulu?" tanyanya.

Mata kucing itu membelalak, seolah ada petir tak kasat yang menyambar otaknya. Jangan-jangan

"Kau pasti menemukan tempat makan yang bagus dan sengaja menyuruhku makan di rumah!" tuduhnya tanpa berpikir panjang. "Sudah kuduga. Kau mengkhianatiku, Natsume!"

Nyaris saja rahang bawah Natsume terjatuh saking herannya.

"Hah?"

.

.

Untuk sekali ini, Natsume benar-benar tidak bisa bilang pada sensei-nya.

Ia sendiri tidak tahu—kenapa bertemu dengan Akashi Seijuurou saja membuatnya senang. Padahal, beberapa hari yang lalu, ia selalu menyingkir tiap kali si rambut merah melintas. Eksistensinya pernah mendirikan bulu kuduk di leher.

Entah magis macam apa yang dihadirkan oleh sang ketua OSIS saat itu, sehingga ia menghapuskan segala perasaan negatif yang selama ini bersarang di dada.

Setidaknya, ia membatin, Akashi-san—bukan, Seijuurou-san bersedia membantuku.

Kembali melafalkan nama itu di bawah sadar saja membuat pipinya panas. Mengingatkan diri lagi, jangan sampai Madara tahu.

"Kalau begitu, aku pergi dulu." Mengabaikan si kucing jejadian yang mengomel-ngomel tidak jelas soal kedai makan, ia berderap meninggalkan apartemen.

Masih pukul tujuh. Ini pertama kalinya Natsume berangkat sebegini awal—biasanya terlambat. Memutuskan untuk tidak terlalu membuang energi dengan berlari, ia memutuskan untuk menikmati suasana pagi di Kyoto.

Ia mengangguk pada penyeberang di sebelahnya. Lampu pejalan kaki menyala hijau, ia kembali melangkah. Berusaha menyibukkan pikiran dengan upaya-upaya penyelesaian misi.

Sampai sekarang, ia hanya bisa mendengar suara youkai itu—tanpa tahu siapa namanya dan apa motif sang dedemit memunculkan hanya suaranya tapi tidak wujudnya.

"Setidaknya, aku sudah menemukan satu orang yang juga bisa mendengar suara itu," ia tersenyum tipis. Peran Akashi sebagai saksi sekaligus orang terpenting di Rakuzan bisa menjadi andil utama bagi Natsume untuk bergerak lebih leluasa—mudah-mudahan.

Natsume sudah mencapai gerbang sekolah—beruntung gedung itu masih cukup sepi—ketika matanya menangkap sosok Sawamura yang terpaku di depan lorong koridor.

"Sawamura-san?" ia memberanikan diri menyapa gadis itu. Agak canggung, karena beberapa hari belakangan Sawamura begitu berambisi menghindari Natsume.

[COMMISSION] Eyes [Akashi x Natsume]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang