The Love Blossom Paradox

14 2 0
                                    

Dulu, waktu kelas sembilan, Rachel tinggal di Indonesia selama tiga tahun bersama kedua orang tuanya dikarenakan urusan kerja. Selama itu pulalah dia belajar mengenai hal baru, bertemu dengan orang-orang baru, bahkan mendapatkan teman baru. Disana jugalah dia bertemu dengan Natalia, Lovika, Roma, juga Angel. Mereka berbincang-bincang sebentar lalu secara ajaib dan dalam waktu singkat, mereka menjalin hubungan persahabatan yang akrab hingga sekarang ini.

Lalu ketika jam istirahat sekolah, Roma menunjukkan pada mereka beberapa dari gambar-gambar boyband dan girlband dari Korea yang belakangan ini sedang menjadi trend di Indonesia.

Rachel ingat betapa semangatnya Roma ketika dia menceritakan itu semua pada mereka. Semangat dan antusias Roma saat itu membuat dirinya tergelitik untuk mengetahui mengenai boyband dan girlband Korea ini lebih lanjut. Disitulah bencana ini dimulai.

Saat Roma menunjukkan sebuah video pertunjukan salah satu boyband ternama padanya, salah satu member boyband itu melakukan aegyo dan yang Rachel tahu selanjutnya, dia sudah terbaring diatas ranjang UKS sekolah dengan teman-temannya berdiri disisinya dengan wajah khawatir.

Kejadian itu terus berlanjut-- setiap kali dia melihat boyband Korea sedang melakukan aegyo atau bahkan hanya tersenyum, jantungnya bakal berdebar kencang dan kepalanya pusing, dan diakhiri dengan dirinya yang pinsan ke tanah. Rachel menyebutnya sebagai sindrom alergi boyband Korea, tapi itu hanya sebagai sebutan untuk menjelaskan kondisinya yang selalu lemas setiap kali melihat segala sesuatu yang berbau boyband Korea. Hal ini mendorongnya untuk menjauhi boyband Korea dan malah menjadi seorang otaku.

Dan hei, siapa yang bisa menyangka? Cara itu berhasil. Dia tidak pernah lagi pinsan semenjak dia menjauhi boyband Korea.

Hingga saat ini.

"Hei, Rachel~" Daniel tersenyum lebar untuk kesejuta kalinya pada Rachel. "Apa kabar?"

"Kita baru saja berlari keliling kota dan kau malah menanyakan kabarku." Rachel mendesis.

"Jadi apa yang seharusnya kutanyakan?"

Rachel menatap Daniel dan melemparkan senyuman termanisnya. "Bagaimana kalau kau menawarkan dirimu untuk pergi jauh-jauh dari hidupku dan tidak pernah kembali?"

Daniel menatap Rachel tanpa berkedip. "Kau tahu, kau tampak lebih baik jika kau tersenyum begitu."

"Aku tidak menanyakan komentarmu." Balas Rachel tak acuh.

"Kau kejam sekali," Daniel menghela nafas.

Rachel tidak menggubris Daniel. Dia masih belum punya tenaga seusai lomba lari marathon dadakan tadi dan tubuhnya mulai membangkang perintahnya. Dia harus segera pergi dari sini atau...

Perempuan itu kemudian duduk diatas salah satu bangku panjang didekatnya dan baru menyadari kalau dia berada di taman tengah kota. Dia menghela nafas sekali lagi lalu menoleh pada Daniel yang mengikutinya duduk disampingnya. Nafas pria itu juga pendek seperti miliknya.

"Bukankah kau seharusnya pergi?" Tanya Rachel.

Daniel melihat Rachel heran. "Kenapa?"

Rachel menatapnya balik. "Kau betul-betul tak paham, ya?"

"Oh, jika maksudmu soal aku yang berkeliaran bebas tanpa menutupi identitasku," Daniel tersenyum. "Kau tak usah cemas."

Rachel mengernyitkan dahinya. "Siapa juga yang khawatir? Dasar bodoh." dia bersidekap.

Daniel hanya tertawa melihat kelakuan Rachel. "Orang-orang akan mengira kalau aku ikut dalam variety show dan sejenisnya, jadi mereka bukan masalah." Daniel melihat beberapa orang yang melintas didepannya sambil berbisik-bisik dan Daniel praktis tersenyum. Orang-orang itu menjadi riuh dan segera mangkir dari hadapannya. "Lihat?"

Love is Undeniable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang