Chapter 2

3.9K 528 244
                                    

Beberapa hari berlalu setelah Iko menerima tawaran Monic untuk kembali duduk di bangku sekolah. Setelah Monic dengan cepat mengurus seluruh dokumen serta administrasi Iko untuk bisa segera menikmati sekolah barunya.
Bukan sekolah biasa, Monic menempatkan Iko di sebuah sekolah elit terbaik di kota ini. SMA Sentosa.

Meskipun ada berbagai test yang harus dilalui oleh Iko sebagai syarat agar dia bisa bergabung sebagai siswa di sana, tapi Iko bisa melalui itu sangat mudah. Mengingat siapa Iko sebenarnya, rasanya beberapa ujian dan test sekolah bukan sesuatu yang berat setelah dia membangun semua usaha yang dia miliki dari nol dulu.

"Anda yakin, Pak?" Monic bertanya memastikan. Meskipun usulan dia dan ibunya diterima dengan baik oleh Iko, tapi tetap saja Monic tidak enak dengan ide seperti ini.

"Saya yang menginginkan ini." Iko tersenyum. Melihat senyum di wajah Iko, Monic merasa kalau ide yang dia berikan tidaklah terlalu buruk.

"Saya harap, bapak nyaman di sekolah ini?"

"Hari ini saya hanya mengikuti wawancara biasa, kan?"

"Ah, iya... seteleh itu bapak akan langsung diberitahu hasil test sebelumnya."

"Baiklah, kalau begitu saya akan masuk sekarang, kamu pulang saja."

"Bapak yakin tidak mau ditemani?"

"Saya bukan anak kecil yang baru akan masuk sekolah, Monic." Tawa Iko pecah. Spontan saja Monic salah tingkah, dia lupa kalau orang didepannya ini bukan benar-benar seorang remaja.

Iko kembali tersenyum pada Monic membuat wajah Monic kembali merona.
Bukan tanpa alasan, tentu saja. Tapi setiap Monic melihat wajah Iko, dia seperti melihat orang lain. Seorang pemuda berparas tampan yang selalu bisa membuatnya salah tingkah, padahal Monic tahu kalau itu adalah atasannya sendiri, seorang lelaki tua berusia lebih dari setengah abad.

"Lucu, masa aku suka sama kakek-kakek." Gumam Monic setelah Iko berjalan cukup jauh.

Meninggalkan Monic.

Melangkah pasti, Iko mulai masuk ke dalam sekolah itu penuh percaya diri. Dia benar, tidak akan pernah ada orang yang bisa melakukan ini - menikmati kehidupan remaja juga masa sekolah untuk kedua kalinya.
Dia tidak ingin menyia-nyiakan itu begitu saja, mungkin Monic benar... sekolah ini bisa jadi kamuflase sempurna untuk menutupi dia yang berubah jadi seperti ini.

Iko menundukkan kepalanya, meski dia bilang dia baik-baik saja sambil tersenyum pada Monic juga ibunya, Nea.
Tapi isi kepalanya tidak bisa dia bohongi.
Dia memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa keluar dari tubuh ini dan kembali jadi dia yang biasanya.

Karena bukan hanya wajah dan postur tubuhnya saja yang berubah, tapi juga suaranya pun berbeda dari yang dia tahu. Entah apa yang akan terjadi jika anak-anaknya atau cucunya menelepon lalu mendengar suara yang berbeda dari yang mereka ingat.
Sama seperti yang dilakukan Monic waktu itu, anak-anaknya juga tidak bisa menerima hal semacam ini.

Bruk!

"Hei, kalau jalan lihat-lihat dong!"

Kasar, seorang gadis membentaknya karena tidak sengaja dia menabrak gadis tersebut.
Spontan Iko meminta maaf dengan gayanya yang khas, bahasa yang formal dan tentu saja memunculkan cibiran dari gadis tersebut.

"Maaf, saya tidak sengaja...,"

"Apaan, sih? Culun banget." Gerutunya, tapi sejurus kemudian sebuah tangan merangkulnya erat, membuat emosi yang meledak pun kembali surut.

Iko mengangkat wajahnya, melihat gadis itu. Bukan hanya ada dia sendiri, ada beberapa orang gadis lainnya yang juga bersama dia, sementara di tengah mereka ada seorang pemuda belagak seperti raja dengan banyak selir.
Iko mengerjap beberapa kali saat pandangan mereka bertemu. Pemuda itu menatapnya mengintimidasi, sebuah tatapan lapar yang tidak akan pernah terpuaskan oleh apapun.
Kengerian yang terpancar yang tidak pernah dia lihat sebelumya, tapi merasa sangat familiar.

Kepincut Uke TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang