Chapter 5 (Bagian 1)

2.6K 337 30
                                    

Iko menjatuhkan buku yang dia ambil dari rak perpustakaan.

Entah sudah berapa kali dia mendesah hari ini. Pikirannya terus saja berjalan-jalan padahal tubuhnya masih ada di sana.

Dulu...

Lima puluh tahun lalu dia pernah merasakan hal seperti ini. Perasaan yang mengganggunya, membuatnya ingin tahu tapi takut untuk mengakui.

Sesuatu yang dia kubur sangat lama bersama orang itu seketika bangkit saat pemuda dungu berkelakuan aneh itu mengatakan kalau dia menyukainya.

Apa-apan itu? Meskipun dia terjebak di tubuh seperti ini, tapi dia tetap tidak bisa menyangkal kalau dia hanyalah seorang pria tua yang tidak pernah sekalipun menghirup apa itu namanya bahagia.

Ya, mungkin... dia punya Andre dan Andreana yang menemaninya hampir setiap hari setelah dia memutuskan mengadopsi dua anak kembar itu dari sebuah panti asuhan.

Panggilan kakek, pelukan hangat, bahkan celotehan kedua kakak-beradik itu adalah penghiburnya selama hampir dua puluh tahun kebelakang. Tak ada yang dia sangkal setelahnya. Dia menikmati itu semua hanya saja sekarang... apa yang bisa dia lakukan?

Sekarang dia terjebak dalam tubuh seperti ini dan tidak bisa berbuat banyak. Cucunya akan segera kembali dari Sumatera. Dan jika sudah sampai ke Jakarta, mereka akan panik karena tidak menemukan KAKEK mereka di mana pun. Mungkin selama beberapa minggu ini Monica bisa mengelabuhi kedua cucunya itu dengan berbagai macam alasan yang dia karang sendiri... tapi jika mereka kembali dan menemukan orang lain yang mengaku sebagai kakek mereka? Entah apa yang akan terjadi.

Apakah kebahagiannya sekali lagi akan ikut lenyap? Seperti dulu?

Dulu... dia hanya bisa mengagumi–memandang dari jauh sambil merasakan degupan jantung yang tidak bisa dia kontrol setiap orang itu berada di dekatnya. Perasaan yang lama namun masih dapat dia rasakan sangat nyata. Membuatnya tidak bisa mencintai siapapun kecuali orang itu.

Tapi sekarang ... sekali lagi dia merasakan hal yang sama yang–pada orang berbeda.

Hamdanni Mubarak Al Fahrezi.

Pemuda yang membuatnya lupa kalau dia memiliki lubang yang sangat besar–menganga di tengah dadanya, membuatnya selalu merasakan kehampaan yang sia-sia yang dia habiskan dalam kesendirian sepanjang hidupnya. Seorang pemuda yang dengan kepolosannya sudah menjungkirbalikkan dunia tanpa warna yang dia lewati selama lima puluh tahun. Dunia yang selalu membuatnya berpikir kalau dia hanya sendirian, tapi kenyataannya tidak.

Menggeser posisi orang itu dengan sangat mudah.

Senyum yang sama. Tatapan yang sama. Kegilaan yang sama. Mereka seperti replika sempurna dari seorang manusia yang dibuat tuhan dengan sangat indah.

"Kalau sampai Bu Azza tahu lo jatuhin buku di sini, dia pasti akan sangat marah." Suara itu memecah lamunan Iko. Sesegera mungkin dia berusaha kembali ke alam sadarnya, berjongkok untuk memungut buku yang dia jatuhkan. Tapi kepala pemuda itu bertemu dengan dagu Iko, terantuk sangat keras sampai terdengar bunyi yang membuat ngilu.

"Aduh," rintih Iko sambil memegang dagunya.

"Elo itu ngapain, sih?!" Beram Danni karena sakit.

"Eh? Danni?"

"Iya, gue... kenapa?"

"Se–sedang apa kamu di sini?"

"Gue nyari elo di kelas tapi nggak ketemu, Azvaro bilang dia ngajak elo ke kantin tapi elo malah ngeloyor ke sini."

"Umn... iya." Ingat Iko saat Azvaro mengajaknya ke kantin. Dia bukan ingin menjauhi teman sekelasnya itu. Tapi karena kejadian kemarin pikirannya jadi snagat kacau.

Kepincut Uke TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang