Chapter 5 (Bagian 2)

2K 296 57
                                    

Danni mengernyit. Ia tidak mengerti arah pembicaraan kedua orang itu. Yang membuatnya tak habis pikir adalah cara Monic memanggil Iko dan memperlakukan Iko. Gadis itu seolah sedang berbicara pada seseorang yang memiliki kuasa terhadapnya, bukan seperti seorang kakak pada adiknya.

Di ujung sana, Danni Iko dan Monic sudah melangkah menjauh. Danni sempat mendengar Monic akan meminta izin agar Iko pulang cepat hari ini. Tanpa menunggu, Danni berlari ke parkiran dan mengambil motornya. Tak ia pedulikan tatapan penjaga sekolah yang tak senang saat ia menyeret motornya keluar perkarangan sekolah, toh pria itu sudah sering melihatnya bolos sekolah. Persetan juga dengan ulangan Bahasa Inggris yang akan ia ikuti siang ini.

Dan ia menunggu. Saat melihat mobil yang dikendarai Monic sudah melesat meninggalkan sekolah, Danni mengikutinya dari belakang, menjaga jarak agar gadis itu tak menyadari sedang dibuntuti.

Lima belas menit kemudian, mobil Monic memasuki pekarangan sebuah rumah–tak begitu mewah, namun tampak asri dan terawat dengan baik. Bisa dipastikan Danni itulah rumah Monic. Ia memarkirkan motornya tak jauh dari pelataran rumah Monic dan kembali mengikuti dua orang itu masuk ke dalam rumah yang tidak dikunci.

Seperti maling, Danni terus mengekor tanpa diketahui dua orang itu. Mengendap-endap sambil berjinjit dab menunduk-nunduk agar tak ketahuan.

"Mbak Monic, di mana Kakek?" Seorang gadis tiba-tiba saja muncul dari sebuah kamar dan menyerang Monic dengan pertanyaan tanpa membiarkannya duduk terlebih dahulu. Danni mengingat-ingat, namanya Andreana?

Tak mendapat jawaban untuk pertanyaan itu, sang gadis menoleh pada pemuda tanggung yang masuj bersama Monic.

"Siapa dia?" tanya Andrea menelisik, matanya menelisik tak senang.

Pemuda berseragam SMA itu berdiri sambil tersenyum kearahnya. Danni merengut ketika Iko memperlihatkan wajah penuh kerinduan.

Siapa orang ini, Mbak?" Andrea kembali bertanya.

"Ini...."

"Apa kabar?" Iko memotong. Mendapat sapaan hangat dari orang yang tak dia kenal, Andrea hanya bisa menatap sinis. Memalingkan pandangannya padangannya pada Andre yang baru saja bergabung bersamanya, Andrea seperti berharap kalau saudara kembarnya itu mengenal orang yang sekarang ada dihadapan mereka. Tapi nihil, Andre malah menggeleng.

"Kalian..., Pasti tidak mengenal saya." Lanjut Iko. Dan kembali mendapat respon sama dari gadis itu.

"Saya Hendrico, kakek kalian."

Gadis dan pemuda kembar di hadapan Iko membelalak. Sama halnya seperti Danni yang seolah mendengar letupan mercun di kepalanya.

***

"Jangan becanda lo, Bocah!" Seketika Andre mendidih. Baru satu kalimat keluar dari mulut Iko, Andre sudah menarik kerah seragamnya dan melontarkan kalimat kasar yang tidak pernah Iko dengar. Tapi dengan cepat Monic mencoba melerai, menenangkan Andre dan meminta kedua saudara itu untuk mendengarkan dulu penjelasan yang ingin dikeluarkan Iko.

"Apa yang mau dia jelaskan, Mbak? Kita itu mau tahu Kakek di mana, kita tuh khawatir sama Kakek. Dua hari kita nyari Kakek, tapi Kakek nggak ada di mana pun, di rumah, di pabrik, bahkan di telepon pun ponsel Kakek nggak aktif. Dan Mbak Monic cuma bilang kalau kakek baik-baik aja, tapi kita nggak tahu gimana baiknya Kakek itu seperti apa?" Andrea panik.

Dibanding Andre saudara laki-lakinya, dialah yang paling khawatir. Karena setelah memutuskan mengontrol perkebunan beberapa bulan lalu, dia seperti kehilangan kontak dengan sang kakek. Kakeknya seperti menghilang ditelan bumi dan Monic yang sudah sangat dipercaya untuk menjaga kakeknya malah mengatakan hal yang membuatnya semakin khawatir. Monic selalu berkata kalau kakeknya baik-baik saja, tapi baik yang bagaimana? Sementara suara Kakeknya pun tidak bisa dia dengar. Andre ikut khawatir pada keadaan saudari kembarnya yang tidak pernah bisa menjaga kesehatannya dengan benar setelah mereka seperti kehilangan kontak dengan kakek mereka.

Kepincut Uke TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang