Dua

637 91 42
                                    

¦¦Kamis, 18.58¦¦

Anne's POV

Hari ini minimarket sepi sekali. Padahal biasanya orang-orang datang saat malam hari.

Aku pun berjalan menuju kulkas dan mengambil sekaleng kopi. Aku pun meng-scan dan membayarnya sendiri. Saat aku hendak membuka kaleng tersebut, pintu minimarket terbuka.

Ah, ada pembeli—seorang siswi.

"Selamat datang," sapaku.

Sebentar... sepertinya aku pernah melihatnya.

Perempuan itu menoleh padaku dengan wajah datar.

Oh, dia!

Setelah beberapa detik kemudian, perempuan itu berjalan ke kasir. Saat dulu juga dia berbelanja dengan jangka waktu yang singkat. Sepertinya ia sudah hafal dengan seluruh barang kebutuhannya.

Sebenarnya, aku tidak terlalu memperhatikan gerak-gerik pembeli. Aku juga tidak terlalu hafal dengan wajah para pembeli. Kecuali, pembeli itu datang setiap hari. Tetapi, siapa yang mau pergi ke minimarket setiap hari?

Perempuan ini berbeda. Saat pertama kali aku melihatnya, aku sudah mendapat kesan.

"Hmm... lilin? Korek api, obat nyamuk, dan bir kaleng. Ini aja, Dek?"

Perempuan itu mengangguk. "Bisakah Anda tidak menyebutkan apa yang saya beli? Sungguh tidak sopan."

"Maaf, saya tidak akan mengulanginya lagi," jawabku. Aku tidak menyangka jika ia juga sensitif dengan kebiasaanku.

Setelah perempuan itu pulang, aku pun melihat daftar belanjaannya di monitor.

Sama sekali tidak aneh. Mungkin kemarin-marin aku berlebihan.

***

¦¦Kamis, 19.00¦¦

Ryan's POV

Seperti biasa, aku harus mengikuti les. Aku pun keluar unit lalu mengunci pintunya.

Saat aku berjalan menyusuri lorong, aku bertemu dengan perempuan sialan itu lagi.

Sama seperti saat hari Senin. Gadis itu terkejut saat melihatku. Dan lagi-lagi, perempuan itu membawa sekantung plastik. Apa dia selalu ke minimarket? Kenapa harus minimarket? Bukankah ciwik-ciwik jaman now lebih suka ke mall dan boomerang-in sepatunya ke IG Story?

Aku melihat Kyla menjatuhkan sebuah kertas dari tangannya. Setelahnya, ia berjalan melewatiku.

Apa kehidupannya sebegitu membosankan? Ia melakukan hal yang sama tiga hari yang lalu. Tch. Sekarang sudah tahu, kan, siapa yang gila di sini?

Tetapi, kertas itu apa?

***

¦¦Jumat, 06.35¦¦

"Yang kemarin itu apalagi, hah?" tanyaku pada Kyla sesampainya di kelas.

"Hah?" Kyla mengerutkan alisnya.

"Kenapa lu terlihat terkejut saat melihat gue kemarin?" tanyaku.

"Sinting," jawabnya. Apa ia terus mengumpat saat aku bertanya?

"Dan kertas apa itu?"

"Kertas?"

Ia memang bodoh atau pura-pura tidak tahu, sih?

"Kertas yang selalu lu bawa. Tetapi, saat bertemu gue, lu jatuhin. Apa maksudnya?" jelasku.

"Gak usah geer," jawabnya.

Hei, itu bukan jawaban yang aku inginkan! Iya, memang awalnya aku geer. Tetapi, sekarang sudah tidak.

"Siapa yang geer?" tanyaku.

Kyla tertidur saat mendengar pertanyaanku. Ia mengabaikanku.

Oke... aku menyerah.

***

¦¦Jumat, 21.00¦¦

Kyla's POV

Drrrt... Drrrt...

"Oke. Alarm sudah berbunyi. Jam sudah tepat pukul sembilan," ucap ayah.

"Ini sudah yang ke berapa kali kamu mempelajarinya?" tanya ibu.

"Li-lima," jawabku.

"Tidak, Sayang. Ini yang ke-enam," ucap ayah lalu melempar kaleng bir yang sudah remuk ke tempat sampah.

"Ma-maaf karena aku salah menghitung," jawabku.

Aku benar-benar takut sekarang.

"Kau ini harusnya belajar lebih teliti! Menghitung saja tidak bisa! Bagaimana mau menghilangkan bukti?!" bentak ayah.

Ibu tersenyum. "Kyla masih kecil. Maklumi dia."

"Tch. Anak tidak berguna," jawab ayah.

"Bagaimana jika kita atur alarmnya jadi jam sepuluh minggu depan? Satu jam tidak seru," ucap ibu.

Gila. Dasar gila. Aku benar-benar ingin memanggil polisi sekarang.

Tepat di depanku sudah ada mayat perempuan yang sangat pucat.

Iya, keluargaku adalah pembunuh.

Lilin, korek api, obat nyamuk, dan bir kaleng... itu semua adalah senjata milik ayah dan ibu—untuk membunuh target kali ini.

Aku ingin menangis setiap melihat korban ayah dan ibu. Ironisnya lagi, aku harus melihat cara mereka berdua membunuh para target. Mereka menyuruhku agar saat aku dewasa, aku harus melakukan hal yang sama.

Mereka bilang, menyiksa orang itu menyenangkan.

Selain itu, organ dalam para korban juga bisa dijual sehingga ekonomi keluargaku lebih dari cukup.

Tetapi, mereka juga manusia.

Aku ingin sekali melaporkan mereka. Memberi mereka hukuman mati kalau bisa. Tetapi, bagaimana jika nantinya aku akan dibunuh seperti korban mereka yang lain?

======

27-01-2018

The BillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang