satu

231 48 5
                                    

Maida pov

Menjadi anak perempuan dan semata wayang? Siapa yang tidak mau? Hidupnya pasti serba mudah. Dalam kondisi tidak adapun kebanyakan orang tua akan memberikan pendidikan dan kasih sayang yang maksimal untuk mereka. Setidaknya, perhatian.

Tapi tidak denganku. Gadis dua puluh satu tahun yang telah kehilangan ibu sejak aku berusia sepuluh tahun. Aku harus mati-matian bekerja demi bisa melanjutkan sekolah. Mencari sampah, membantu pekerjaan diwarung budhe yang selalu punya seribu satu alasan untuk memotong jatah gajiku, hingga menerima jasa setrika dari rumah ke rumah. Hasilnya? Tidak ada... Hanya cukup untuk sekolah dan makan sehari-hari.

Pasti kalian bertanya kan? Apa yang ayah lakukan untukku? Mengingat ayah lah satu-satunya orang yang aku miliki saat ini setelah ibu pergi. Jawabannya adalah... menghabiskan jerih payahku.

Yah... Ayah sering kali mencuri uang tabunganku. Entah bagaimana caranya ia bisa tau tempat aku meletakkan uang, padahal aku selalu memindahnya dari satu tempat ketempat lain. Hal yang sangat menyakitkan, yang selalu berulang selama sebelas tahun setelah kepergian ibu.

Itu sebabnya, akhirnya aku memutuskan untuk segera membawa uang yang aku dapat kesekolah, segera menyetorkan uang tersebut sedikit demi sedikit pada bagian administrasi.
Dan hal tersebut terus kulakukan hingga aku berhasil lulus sekolah menengah atas.

Tentu saja ayahku marah. Apa yang bisa dia dapatkan selain makanan dirumah? Aku tak perduli. Bukannya mencari nafkah itu tugas seorang ayah? Tapi laki-laki bertampang lusuh itu sama sekali tidak pernah melakukannya.

Bersyukur, om Reno adik sepupu ibu diam-diam selalu mengajakku berlatih taekwondo dan tinju. Yah... Tinju! Dia salah satu atlit taekwondo dan sedikit berlatih tinju saat senggang.

"Kamu butuh sesuatu untuk melindungi diri.. om nggak bisa selalu ada didekat kamu kan?" Katanya saat aku berusia tiga belasan tahun. Saat itu om Reno melihat memar-memar didagu dan lenganku akibat pukulan ayah.

"Mai nggak punya uang buat bayar latihannya om." Kataku ragu.

"Om pernah bilang minta bayaran dari kamu? Semua gratis!"

Laki-laki yang baik. Dan seperti biasanya, orang baik lebih sering dipanggil duluan oleh Tuhan. Om Reno meninggal dalam sebuah kecelakaan, seminggu sebelum ia menikah. Dan Tante Tatiana, calon istrinya lah yang akhirnya menggantikan posisi om Reno menjadi pendengar setiaku.

Pov end

*******

Maida melempar sepedanya kejalan dan buru-buru berlari saat melihat beberapa orang mengeluarkan barang dari rumahnya. Apa-apaan ini? Ada apa dengan rumahnya? Mana ayah?

Ia segera menarik seorang laki-laki yang terlihat bertanggung jawab dalam kegiatan ini. Dengan dada bergemuruh dan fikiran yang penuh bayangan-bayangan buruk ia mulai membuka mulut.

"Ada apa ini pak? Kenapa bapak suruh orang-orang ngeluarin barang-barang saya?"

Laki-laki itu menatapnya lekat-lekat, tampak iba pada Maida. Maida menelan ludah gusar, bola matanya yang mulai digenangi air Kekanan dan kekiri seolah mencari jawaban yang tak kunjung ia dengar dari mulut laki-laki paruh baya didepannya.

"Kamu anak si brengsek itu?" Tanya laki-laki didepannya. Maida mengangguk ragu. "Dia menjual rumah ini, buat nutupin utangnya, tapi udah dua bulan rumah ini belum dikosongin juga"

"Apa? Tapi... Tapi bagaimana dengan saya pak? Mana ayah saya?"

"Sudah pergi mungkin? Kita sudah menyelesaikan semua pembayarannya, kalau kamu mau ambil barang-barang kamu silahkan... Kita sudah punya yang lebih bagus, lagipula barang-barang ini mau kami buang, udah terlalu tua"

i'm not a cinderella  (Update Suka-suka)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang