Sembilan

151 34 4
                                    


Mai berjalan tergesa setelah meletakkan sepedanya begitu saja di parkiran. Dia sedang tidak berada di kantor, melainkan disebuah restaurant ternama dengan private room berukuran luas. Dilihatnya laki-laki tua itu terkekeh sejenak saat mengetahui kedatangannya.

"Apa kabar Mai?" sapanya dengan suara yang masih terdengar renyah untuk laki-laki seukuran almarhum kakeknya itu.

"Baik pak." bulir keringat dipelipisnya belum juga kering, saat Darwis tiba-tiba menyandarkan badan pada sofa bludru coklat dibelakangnya.

"Kamu pasti sudah dengar dari Rayyan kan?." pertanyaan itu terdengar santai tanpa beban sedikitpun.

"Perjanjiannya saya jadi body guard dengan bayaran yang tertera setiap bulan dipotong biaya perbaikan pak.." suara Mai tertahan. Emosinya sedikit naik. "Tapi kenapa ada isu tersebar seperti itu?"

"Isu?" mata Darwis terlihat memperhatikan. "No, itu bukan isu, that's true news."

"Maksud bapak?"

"Rayyan butuh perempuan yang setiap saat ada didekatnya."

"Tanpa dijodohkanpun, sudah banyak wanita yang antri ingin menjadi istri mas Rayyan."

"Ya... Tapi tidak ada perempuan yang bisa berada didekat dia lebih lama daripada kamu, tidak ada juga perempuan yang pernah dia sentuh selain kamu." Darwis tanpak serius menatap Mai.

"Itu hanya kebetulan, dia akan melakukan hal yang sama pada perempuan lain yang ada diposisi saya."

"Sudah berapa lama kamu mengikuti Rayyan?"

"Hampir satu bulan pak."

"Dan kamu masih belum tau apa-apa tentang dia selain sifat menyebalkan dan kakunya?"

Mai menunduk. Untuk apa dia tau? Dia hanya seorang body guard.

"Dia sama sekali tidak pernah sudi disentuh perempuan. Hubungannya dengan perempuan hanya sebatas pekerjaan dan hubungan bisnis."

Lalu apa hubungannya dengan saya? Gadis itu membuang nafasnya kasar.  Kabar ini benar-benar membuatnya marah.

"Dia menyetujui pernikahan ini, berarti dia memberi toleransi. Itu hanya padamu."

"Kenapa saya?"

Darwis mengedikkan bahu, "i don't know... Sebagai kakek saya tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan sekecil ini, saya tidak mau cucu saya membenci perempuan sampai kakek-kakek.. Itu buruk, kau tau kan? Saya juga butuh cicit"

Mai masih tidak bisa berdamai dengan alasan kakek-kakek didepannya. Kenapa dia harus jatuh dilubang yang sama untuk kedua kalinya? Serasa dia dipaksa tersenyum sambil memberi ucapan selamat datang pada masalah baru. Welcome to the junggle.

"Kau hanya punya dua pilihan.. Setuju dan semua hutang ayahmu lunas, rumah ibumu kembali. Atau tidak setuju dengan konsekuensi lunasi uang kerusakan mobil saya dalam waktu seminggu."

Seminggu??? Gajinya saja tidak cukup untuk melunasi baretan yang dia buat! Mai membulatkan matanya kaget. Pantas saja cucu-cucunya menjulukinya kakek tua menyebalkan. Dia memang benar-benar menyebalkan!.

"Seminggu? Bagaimana kalau dua atau tiga bulan pak?"

"Satu minggu, dan selama itu kamu tidak boleh sekalipun ijin atau pulang awal."

Kakek tuaaaa...!!! Terus gue bisa dapet uang darimana???

Ingin nangis rasanya. Mai seketika lemas. Ia tidak mengerti harus bagaimana lagi. Dua pilihan, tapi kedua-duanya sama-sama jebakan.

"Kamu boleh fikirin ini dulu, saya tunggu jawabannya besok, oke?"

Mai mengangguk lemas kemudian melangkah keluar dari ruangan tersebut.

i'm not a cinderella  (Update Suka-suka)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang