Dua

152 44 6
                                    


Rayyan Lazuardi, laki-laki berperawakan tinggi dengan hidung bangir itu berjalan tergesa menuju mobil, begitu Darwis Lazuardi kakeknya menelfon. Dia sendiri tidak tau apa gerangan yang membuat laki-laki tujuh puluh tahunan itu mengumpulkan cucu-cucunya. Hal yang sangat jarang terjadi dan sepertinya sulit terwujud mengingat adiknya Arkan dan sepupunya Hefzie bukan type penurut dan tertarik dengan hal-hal berbau perusahaan.

Yah... Selama lima tahun ini, ia lah yang akhirnya rela nyemplung langsung kedalam bisnis keluarga sebagai Presdir Utama Lazuardi, anak perusahaan Global Ina Lazuardi tanpa ada satupun orang yang mengerti apa sebenarnya yang ia inginkan. Ibaratnya, Rayyan patuh tanpa tapi hanya karena rasa sayangnya pada laki-laki sepuh itu. Sebagai ganti utang dan banyak waktu yang sudah terbuang semenjak kedua orang tua mereka meninggal dalam sebuah kecelakaan. Meski sebenarnya menyebalkan.

Yah... Kakek dengan empat cucu itu benar-benar menyebalkan. Suka memutuskan segala sesuatunya sendiri, memanfaatkan cucu-cucunya untuk hal yang terkadang tidak penting, dan satu yang paling Rayyan tidak suka. Berita heboh yang selalu ia ciptakan, yang belakangan pasti diketahui hanya hoax belaka. Entah apa yang dimakan Lazuardi, hingga jiwa usilnya melekat kuat hingga saat ini.

Dilangkahkannya kaki enggan menuju sebuah ruangan besar dibalik kubikel-kubikel yang berjajar setelah keluar dari lift. Seperti biasa, beberapa pasang mata memperhatikannya dengan pandangan takjub, dan sebagian... Lapar. Bukannya dia tidak tahu, bahkan ia sangat tau. Tapi alangkah bahagianya Lazuardi nanti jika ia menyadari sebenatnya cucu pertamanya benar-benar takut pada perempuan. Takut! Bukan cuek seperti kabar yang beredar.

Entahlah, apa yang membuatnya menjadi laki-laki seperti itu. Dibalik semua desas-desus tentang dirinya yang sangat pemilih dan perfect terhadap perempuan, sebenarnya ada trauma besar yang entah muncul dari mana.

"Selamat siang pak." sapa sekertaris Lazuardi sebelum Rayyan masuk. Laki-laki itu hanya mengangguk dan buru-buru pergi melihat semburat merah dipipi si sekertaris. Apa-apaan itu? Kenapa perempuan-perempuan disini selalu bersikap malu-malu seperti itu saat bertemu dengannya? Menjijikkan.

"Rayyan.." sapa Lazuardi saat melihat wajah cucu pertamanya masuk, kemudian terkekeh membuat perut tambunnya sedikit bergoyang. Jeff, anak terakhir Lazuardi sekaligus paman Rayyan menggeleng sambil tersenyum tipis melihat tingkah ayahnya.

"Sudah lama om?" sapa Rayyan pada laki-laki 29 tahun itu. Yang disapa mengangkat alis sambil mencebikkan bibir melirik Lazuardi.

"Bukannya om pengawal pribadinya kakek?" katanya, kemudian tergelak. Pribadi hangat itu, kenapa sampai saat ini belum juga menemukan pendampingnya? Padahal jelas sekali ia tidak kalah tampan dengan aktor-aktor Korea. "seperti biasa, kamu datang paling awal.. Mana anak-anak bandel itu?"

Rayyan melempar pantatnya di sofa empuk disampingnya, kemudian mengedikkan bahu. Memberi isyarat bahwa ia tidak tau, atau... Masa bodoh.

"Hahaha... Tetap saja. Dua anak itu, kenapa mereka berbeda sekali dengan orang tua mereka?" Lazuardi memandangi cucu pertamanya dengan seksama. Ia tidak habis fikir, Rayyan akan tumbuh menjadi laki-laki seperti ini setelah sembilan belas tahun berlalu. Dingin, dan penyendiri.

"Ada apa lagi? Kakek bukannya mau pamit terus bagi-bagi warisan kan?" tiba-tiba muncul Hefzie dengan jaket jeans, celana sobek dan kaca mata hitamnya. Diikuti Arkan yang terlihat malas-malasan.

"Anak kurang ajar, kamu menyumpahi kakek mati?" bentak Lazuardi sama sekali tidak serius. Tampaknya ia tau arah pembicaraan Hefzie. Mungkin cucu terakhirnya dari anak ke dua itu masih mengingat kejadian dua bulan terakhir. Agar semua cucunya mau berkumpul dia membuat sandiwara besar di sebuah kamar rumah sakit. Mengatakan bahwa jantungnya kambuh, dan usianya mu gkin tidak lama lagi. Padahal ia hanya kelelahan saja. Jelas cucu-cucunya kesal. Apalagi setelah melihat laki-laki tua itu terpingkal-pingkal mengetahui wajah ketiga cucunya sangat khawatir.

i'm not a cinderella  (Update Suka-suka)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang