5

2K 196 12
                                    


" sialan". Sasuke mengumpat tanpa menghiraukan Ino.

Ino mengerutkan keningnya tak mengerti akan tingkah Uchiha bungsu di.sampingnya. yang ia tahu selanjutnya adalah Sasuke menghubungi salah satu kru televisi untuk menyapaikan kabar yang bahkan membuatku tak bisa berkata.

Disc@MK
Warning@typo,occ,dll



Hinata telah sampai di hotel tempatnya menghabiskan malam ini. Sebelum esoknya dia berubah marga menjadi Hinata Nara. Hinata mengakui inilah kesalahannya, segala hal kecerobohannya, sekarang inilah hal yang harus ia lakukan. Menikah dan menjadi istri yang baik bagi tuan nanas.

Hinata tak tahu hal apa yang akan ia lakukan, setelah ponselnya di ambil paksa oleh ayahnya, kini ia harus berdiam diri dikamarnya menunggu esok datang atau sampai pelayan datang membawakan makan malamnya. Gadis itu tengah dikuru.g oleh ayahnya, ini bentuk kasih sayang lain dari Hiasi. Sebuah tindakan cadangan jika putrinya berniat membuatnya menutup.wajahnya dengan lari dari pernikahannya.

Menatap bosan ke arah lalu lalang kendaran jauh dibawah sana, Hinata mengetuk jendela.kaca jengah. Tak ada kegiatan menyenangkan di dalam kamar hotel, tidurpun dia tak bisa, ingin menonton televisipun tak terdukung. Segala hal berbau berita telah di sabotase, televisi sebabagai hiburan terakhir telah diputus sinyalnya. Untuk apa benda itu jika hanya sebagai pajangan tak berguna.
Jadi hal menarik yang ia lakukan adalah mengetuk jendela kaca, berharap kaca itu retak dan ia bisa keluar. Atau berdoa kepada tuhan dan akan muncul seorang peri hutan yang menolongnya. Oh tidak yang satu itu imajinasi yang tak mungkin, nyatanya Hinata tetap Hyuuga Hinata bukan seorang gadis yatim dalam cerita cinderella.

Dalam kebosan itu, Hinata kembali duduk merenung. Menggigit kuku-kuku tangannya yang mulai memanjang, sesekali melirik jam yang lambat untuk bergerak.



.

.

.




Asap rokok mengepul keluar dari mulut pria bersetelah jas rapi. Seorang berkuncir nanas, duduk memghisap rokoknya nyaman. Sesekali tangan lainnya memijit pelipisnya yang sedikit pusing. Segala yang terjadi begitu cepat, saat malam itu gadis yang menemaninya menciumnya lama, menjadikan berita itu viral di dunia maya dan sekarang berita yang tak kalag viral yakni pernikahannya dengan gadis Hyuuga itu 24 jam lebih 7 jam. Sebentar lagi dirinya akan berganti status menjadi suami.

Kembali Shikamaru menghisap rokoknya, menghembuskan asapnya pelan. Asap mengepul kembali menunjukkan betapa nikmatnya hal yang dilakukan Shikamaru. Onixnya menerawang jauh rentetan kejadian yang dialaminya.

Diletakkan rokoknya di asbak dekat dengannya, disebuah meja bundar tempat kakinya. Diraihnya ponsel di atas meja tersebut, ditannya sabungan call.

"Halo".

"Hotel Hyuuga"

"Nomor"

"Lantai tujuh, kamar 420".

"Hm"

Tanpa basa- basi Shikamaru mematikan sambungannya dan meraih jaket armi hitamnya,menyambar kunci mobilnya dan pergi menuju tempat tujuanya. Dimana gadis yang telah membuat hatinya naik turun.

Jalannya pelan namun di hatinya ada gemeruh tak tenang. Di bukanya mobil miliknya di garasi, mengendarai pelan diawal selanjutnya dijalankan dengan kecapatan yang lumayan cepat.

Tak butuh waktu lama dirinya sampai di hotel tempat Hyuuga menginap. Tak membuang waktu dengan menuju parkiran, Shikamaru memberikan kunci mobilnya pada layanan valet, berjalan sedikit cepat menaiki lif menekan angka tujuh. Tak begitu mengantri dan tak membuang waktu lama. Shikamaru telah sampai pada lantai yang dituju. Sedikit bersiul santai, tangannya di saku celannya.

Suatu kebetulan yang tak diduga, di depan kamar hotel milik gadisnya, pelayan hendak mengetuk pintu namun Shikamaru mencegahnya. Pelayan itu mengangguk, dan mempersilakan Shikamaru. Sebelum mengetuk pintu Shika membuka menu makanan gadisnya. Dilihatnya steak dengan saos tomat taburan keju serta air putih.

"Ganti dengan baru siapkan dua steak yang sama tambahkan desert serta wine terbaik, sepuluh menit semua sudah siap,aku menunggu". Ucap Shikamaru panjang.
Pelayan itu mengangguk dan mendorong troli makanan kembali ke dapur. Shikamaru tak masuk dia masih berdiri menatap pintu kayu bertuliskan 240 ,menunggu layanan kamar itu kembali lagi. Menyandarkan punggungnya pada dinding, mengambil rokoknya di saku jaketnya, menghidupkannya dengan pematik api. Menghisap rokoknya lagi, asap rokok mengepul. Tangannya yang lain mengetikkan sebuah pesan kepada seseorang. Tak lama mendapat balasan. Mungkin ini sesuatu yang tak baik tapi inilah yang terbaik.

Pelayan kembali sesuai pada waktunya, sepuluh menit tepat. Shikamaru memberi isyarat untuk.pelayan segera pergi. Mematikan rokoknya dan membuangnya asal.  Shikamaru mengetuk pintu bernomor 240 tak lama pintu itu terbuka. Menampilkan gadis bermahkota Lavender bersurai panjang. Dengan mata sedikit sembab. Sedikit menunduk namun tak lama mendongak bola mata indah itu membulat melihat seseorang yang akan menjadi suaminya berdiri di depannya dengan troli makanan. Keduanya bertatapan cukup lama. Tanpa ada niat memualai keheningan. Shikamaru menghela nafas panjang, tanpa menunggu Hinata mempersilahkannya masuk, Shikamaru menyenggol bahu Hinata menyadarkannya dari tatapan terkejutnya. Hal itu berhasil membuat gadis bermata indah itu sadar, dihadapannya Shikamaru telah berpindah tempat. Dibalikkannya badanya disana,pria itu telah menyiapkan makan malamnya di meja, dengan lilin menyala. Kini pria itu sibuk menuangkan gelas wine. Tatapan keduanya kembali bertemu, Hinata mengakhirinya dengan menunduk. Shikamaru benci akan keheningan ini.

"Kau butuh energi, jika kau ingin pergi dari situasi yang kau buat". Shikamaru merasa menjadi pria banyak bicara akhir- akhir ini.

Hinata tak menjawab, namun dia berjalan menuju kursi yang telah di siapkam Shikamaru. Duduk di sana, menatap hidangan makan malamnya namun sebeneranya tak ada rasa tertarik untuk menyantanya. Berbeda dengan Hinata, Shikamaru justru memualai makan malamnya. Memotong steaknya mengunyahnya pelan. Kembali dengan suapan kedua, ketiga,ke empat sampai pria itu sudah selesai dengan ritualnya. Diliriknya steak milik gadisnya masih sama, belum tersentuh dan bahkan ada air mata di pipi gadisnya.

Shikamaru memijit pelipisnya, berdiri dan menarik pakasa Hinata. Gadis itu diam mengikuti kemana Shikamaru pergi. Memepetnya di dinding, tanpa menunggu respon Hinata kini Shikamaru menempelka bibir keduanya. Menyatukannya, ada rontaan dari Hinata dan Shikamaru memaksanya. Hinata mendorong tubuh kekar pria berkepala nanas itu. Hinata berusah mendorong lagi dan lagi sampai Shikamaru terjungkal ke belakang. Pria itu tertawa keras, dan  Hinata terisak.

"Brengsek". Shikamaru mengumpat. " Ini pilihan terakhirmu, jika kau memilih pergi aku mempersilahkanmu, tapi jika malam ini kau tetap di sini selamanya kau terikat". Shikamaru menatap ke arah Hinata. Ada kernyitan tak mengerti, ketika Shikamaru melangkah pergi meninggalkannya.

Hinata menundukkan wajahnya. Terdengar suara langkah kaki. Hianta mengira jika itu adalah pria berkuncir nanas itu. Tapi begitu Hianta mendongak, Lavender itu membola. Pria dihadapannya ini bukanlah Shikamaru, melainkan seseorang yang dulu pernah menolaknya. Seseorang yang amat ia inginkan.

"Itachi- kun". Hinata menggumam pelan.

"Hinata". Balas Itachi. "Maukah kau pergi bersamaku". Itu sebuah ajakan,sebuah usulan untuk membuka jalan keluar yang terlihat benar.

Hinata mengangguk tanpa berfikir. Itachi menggenggam tangan gadisnya. Hinata mengikuti langgkah Itachi di depannya.


Salahkah cinta
Jika cinta hadir ditengah kebimbangan
Ada asmara yang benar namun salah diwaktu berbeda....
Cinta
Membuatnya mengerti dengan kata hati melangkahkannya kakinya menuju jalan yang entah itu benar atau salah.....


AccidentallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang