SL | 11

2.5K 201 3
                                    

Pagi ini, Raphael berjalan cepat menuju kelasnya. Ia mendengar semua dari Safira. Setelah sampai, ia langsung menuju bangku tengah paling belakang.

"Minta maaf sama Talia."

Sherly kaget mendengar ucapan Raphael. "Aku? Memang aku ngapain Talia, Raph?"

Raphael mual melihat senyuman manis Sherly. "Gue denger, lo yang mukul bola ke Talia."

"H-hei, itu permainan. Semua orang bisa kena bola Raph. Lagipula, gue gak tau kalau bola itu kena Talia. Mending kita ke kantin, kamu belum sarapan kan?"

"Gue gak sudi makan sama lo... bitch."

Sherly terkesiap. "M-maksud kamu apa Raph?"

"Gak usah sok manis. Gue beberapa kali pernah liat lo di club. Gue liat lo sama anak - anak penjabat. Gold digger. " Ucap Raphael menyeringai.

Sherly terbelalak. Bagaimana Raphael bisa tahu?

Anak kelas 12 IPA 1 langsung berbisik mendengar ucapan Raphael. Sherly gelagapan. Bibirnya gemetar menahan amarah. Ia hampir menjadi ratu di sekolah ini, dihancurkan saja oleh Raphael. Ia ingin mendapatkan Raphael, tapi dihalangi oleh seseorang.

Harga dirinya dan keinginannya hancur.

Semua ini karena Talia.

****

"Pulang sana Ta."

Mendengar Safira berbicara, Talia menoleh. "Hmm, enggak. Lagian aku gak apa - apa. Ini juga jam terakhir, bentar lagi pulang."

"Lagian lo daritadi kalo bicara selalu bilang 'aw'. Mending daritadi gak usah masuk," ucap Safira.

"Sapi, aku kan orangnya ekspresif. Jadi kalau aku ngomong harus menggerakkan semua yang ada—aw," Talia mengusap hidungnya. Ada plester berwarna pink disana. "Lagian aku gak mau Raphael dimakan sama Medusa," lanjut Talia sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ya ampun. Raphael itu bukan tipe - tipe cowok selingkuh Ta. Bahkan gue jarang ngelihat dia pacaran. Yang gue tau mantannya itu..."

"Siapa? Siapa Sap?" Tanya Talia penasaran.

"Lupa. Hehehe," Safira tersenyum merasa tidak bersalah. Talia memukul lengan Safira. Yang dipukul mengaduh pelan. Tepat Safira mengaduh, bel pulang berbunyi. Pelajaran terakhir tidak ada guru, jadi kelas Talia seperti biasa melakukan aksi ributnya. Talia mengambil buku - buku di meja lalu memasukkan ke dalam tasnya. Ia mendongak, dan sudah menemukan si tampan kekasihnya berada di depannya. Saking sering melihat Raphael di kelas Talia, teman - teman Talia akhirnya sudah biasa dan tidak merasa kaget lagi.

"Ta, mau tungguin gue main basket?"

Talia mengangguk semangat dan tersenyum lebar.

"Lo langsung aja ke lapangan. Gue ganti baju dulu," ucap Raphael sambil mengacak rambut Talia yang tergerai dan berlalu pergi. Talia melihat ke arah Safira.

"Sapi," ucap Talia sambil menaik - turunkan alisnya. Ah, Safira mengerti tatapan itu.

"Jelaskan kenapa gue harus ikut lo?"

"Karena nanti Sapi bisa liat cowok kece, ganteng, dan seksi." Kata Talia cepat.

"Jujur sama gue, Ta. Itu lo deskripsiin cowok lo sendiri kan?"

Talia menyengir dan mengaduh pelan hidungnya kembali sakit. Safira tersenyum masam melihat Talia.

Saat ini mereka sedang duduk di lapangan basket, tepatnya di area penonton. Terlihat beberapa orang cowok sedang memantulkan bolanya dan menuju arah ring lawan. Entah kenapa Safira tidak bisa melepaskan matanya dari Kevin, sahabat Raphael. Menurut Safira, Kevin itu ganteng. Walaupun orang - orang bilang Raphael paling ganteng diantara ketiga itu, Safira malah memilih Kevin. Mungkin bisa dibilang Safira menyukai Kevin. Tapi ia ragu, apakah ia menyukainya sebagai fans atau sebagai lelaki?

"Gimana mama kamu Sap? Sehat?"

Lamunan Safira buyar. "Kondisinya sedikit membaik." Safira tersenyum. Tante Sinta—mama Safira mempunyai penyakit kanker. Dari cerita Safira, tante Sinta menyembunyikan kankernya sampai stadium 3. Safira waktu itu menemukan mamanya pingsan di rumahnya dan akhirnya tahu mamanya sakit parah saat sampai di rumah sakit.

"Dia belum jenguk mama sampai saat ini Ta. Dia cuma ngirim uang buat pengobatan mama," lanjut Safira sambil tersenyum miris. Yang Safira maksud adalah ayahnya. Orang tua Safira berpisah saat Safira masih SMP. Sekarang Safira bekerja part-time untuk menghidupi ia dan adiknya. Uang kiriman ayahnya akan ia gunakan untuk pengobatan mamanya.

"Bentar lagi jam kerja gue. Gue pulang duluan ya Ta."

Talia melambaikan tangannya sambil menyemangati Safira. Setelah Safira menghilang, Talia kembali melihat Raphael bermain. Raphael seksi dengan keringatnya. Pipi Talia memerah.

Tiba - tiba Talia ingin buang air kecil, jadi ia pergi ke kamar mandi. Ketika ingin memasuki toilet, telinganya menangkap sebuah suara. Talia lebih fokus mendengarkan, dan ia menangkap suara kucing. Ia menatap sekeliling dan tidak jadi memasuki toilet. Talia kembali berjalan sambil mendengar suara kucing yang ia tangkap di pendengarannya. Lalu ia sampai di sebuah pintu. Talia melihat tulisan di atas, gudang. Ia merasa kucing itu berada di dalam. Memang pintu gudang terbuka sedikit, jadi bisa saja seekor kucing masuk.

"Puss puss," panggil Talia. Melangkahkan kakinya pelan memasuki gudang. "Kotor sekali," gumam Talia. Ia melihat lebih teliti lagi. Ketika Talia berjalan, ia merasa menginjak sesuatu.

"Pulpen? Siapa yang belajar disini?"

Talia memencet tombol pulpen, tapi malah keluar sebuah suara bukan ujung pulpen. "Suara kucing," gumam Talia pelan.

Tali membalikkan badannya, tapi ia tersiram air dari depan. Bahkan ia sampai terbatuk - batuk, karena air itu masuk ke hidungnya. Talia melihat seseorang depannya. Seorang perempuan dengan memakai topi hitam dan masker hitam. Orang itu langsung berbalik dan mengunci Talia dari luar.

Talia kaget dan berlari kearah pintu.

"EHH PEREMPUAN, CEWEK, WANITA, GADIS, NENG KOK DIKUNCI !" Talia berteriak sambil menggedor pintu.

Gudang ini gelap, Talia bahkan tidak bisa melihat apa - apa. Baju Talia basah dan ia ketakutan sekarang. Ia tidak bisa berpikir jernih sekarang. Mungkin saja di sekitarnya ada hantu sekarang, atau kecoak, tikus juga. Talia semakin mundur ke arah pintu. Talia memeluk dirinya sendiri dan mulai menangis.

Raphael terengah - engah setelah selesai bermain basket. Ia melihat ke arah tempat duduk Talia, Raphael mengernyit. Dimana Talia? Raphael menghampiri tas yang berada di tempat duduk Talia tadi, handphone-nya ada disini. Raphael terdiam.

5 menit ia sudah menunggu, tidak ada tanda - tanda kemunculan Talia. Raphael khawatir sekarang. Raphael mengambil handphone dan tas Talia lalu segera pergi ke mobil, menaruh barang Talia juga barangnya. Ia segera mencari Talia di area sekolah. Ia yakin Talia masih disini. Ia mencari sampai taman dan juga kelas - kelas.

Tidak ada.

Akhirnya Raphael kembali menuju lapangan basket berharap Talia ada, tapi kenyataannya tidak. Raphael berjalan di koridor belakang sekolah, disana ada kamar mandi dan juga ada gudang yang tidak terpakai. Siapa tahu Talia ke kamar mandi. Kamar mandi di sana memang dekat dengan lapangan basket.

"Talia," panggil Raphael masuk ke kamar mandi wanita. Ia tidak peduli lagi jika sudah khawatir seperti ini. Tidak ada juga. Raphael mengusap wajahnya kasar dan keluar dari sana.

Ia geram. "TALIA !" Raphael berteriak dan suaranya menggema di koridor. Raphael ingin pergi dari sana, tapi terhenti. Ia mendegar suara memanggil namanya. Ia lebih memfokuskan lagi.

"Rel !"

****
To be continued

Strawberry LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang