9

1.1K 47 5
                                    


"lo ngapain disini !?"

Arini bertanya setelah berhasil mengatur nafasnya. Bocah ini benar benar membuatnya hampir serangan jantung. Mood-nya sedang berantakan, dan sekarang, berdiri bocah kepedean dengan senyum menyebalkan, sungguh sial nasibnya.

"ehehe... lo mau kemana, kak?"

"bukan urusan lo"

Arini menjawab datar sambil mengunci pagar, lalu berjalan meninggalkan Dimas.

Dimas menyusul Arini sambil menuntun sepedanya.

"gue temenin ya" Bocah itu tersenyum, lagi.

Arini menghentikan langkahnya. Menoleh, ia memperhatikan Bocah itu lamat lamat. Arini memang sedang membutuhkan teman, tapi kenapa Bocah ini yang justru muncul lebih dulu menawarkan diri untuk menemaninya. Well... Gak ada salahnya juga menerima tawaran bocah ini. Mungkin jokes jokes garing plus receh bocah ini bisa merubah suasana hatinya.

"yaudah" Arini mengangguk singkat.

"siyaaap... kalau gitu--"

Bocah itu menaiki sepedanya, lalu menepuk pelan jok penumpang belakang.

"--ayo naik"

Arini melirik sepeda hitam itu tanpa minat.

"Motor gue lagi dipinjem bang Radit, hampir tiap malem dia minjem motor gue, katanya si, dia males ngeluarin motornya dari garasi, padahal dia cuma mau irit bensin, Ehh.. dia malah ngomong gini 'naik sepeda itu banyak manfaatnya loh, selain badan jadi sehat, juga mengurangi polusi, bla bla bla' yaudahlah... ayo naik, kak"

Bagus!!! belum ada lima menit Arini bertatap muka dengan Dimas. Bocah ini sudah berceloteh ria seperti ibu ibu.

Arini menghela nafas, kepalanya menengok kanan kiri, memperhatikan sekeliling. Arini ingin memastikan tidak ada siapapun yang melihat mereka berdua. Mengingat ibu ibu kompleknya yang senang sekali bergosip membuatnya sedikit was was. Setelah memastikan keadaanya aman, Arini menaiki sepeda Dimas.

Arini menurut saja saat Dimas mengayuh sepedanya keluar komplek perumahan. ia pun memilih diam saat Dimas mengomentari satpam komplek Arini yang berkumis tebal nan panjang hingga hampir menutupi seluruh bibir.

Mungkin jika di sinetron atau novel- novel romance, adegan ini akan terlihat sangat romantis. Berboncengan sepeda dibawah sinar rembulan dan diterpa angin malam pedesaan yang sepoy sepoy membuat rambut menari nari, nyatanya?... tidak se-romantis itu!!! Mereka berdua seperti mahkluk asing, saat melewati jalan raya yang penuh dengan manusia yang mengendarai kendaraan modern, jelas, karna ini bukan di pedesaan, ini Jakarta. Hampir setiap mata yang mereka lewati, melirik lalu sedikit tertawa, karna itu, Arini lebih memilih untuk diam.

Merasa tak direspon, Dimas mulai berceloteh tentang keluarganya, tentang abangnya yang sedang terseok seok menghadapi skripsi dan mengakibatkan abangnya itu menjadi manusia setengah gila yang tanpa sadar mencuci muka dengan sabun pembersih kewanitaan milik ibunya, juga ibunya yang sering bereksperimen dengan resep resep kue kering yang sebagian besar hasilnya gagal dan akibatnya, Dimas, Abang, dan Ayahnya-lah yang terpaksa menghabiskan kue kue itu dengan mengeluarkan pujian pujian penuh dusta pada ibunya, Dimas pun bercerita tentang Ayahnya yang selalu menyempatkan diri dari kesibukannya untuk sekedar bermain PlayStation, futsal, ataupun basket bersama Dimas dan Abangnya.

Arini mungkin bukan teman cerita yang tepat, tapi ia pendengar yang cukup baik. Ternyata, bocah bawel dan menyebalkan ini sangat dekat dengan keluarganya.

"lo laper gak, kak?"

"huh?"

Arini belum sempat menjawab, Dimas sudah memarkirkan sepedanya di parkiran sebuah mini market. Turun dari sepeda, Arini memperhatikan sekeliling. Di halaman mini market ini terdapat beberapa buah tenda payung yang terbuat dari kayu lengkap dengan meja kayu bundar dan kursi --yang juga terbuat dari kayu--. Beberapa payung sudah diisi dengan anak anak muda yang sedang nongkrong cantik.

OpotiniteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang