5

1.4K 64 5
                                    

maakkkk!!! akhirnya ketemu juga...

Perempuan itu... Arini.

Arini menatapnya datar, tanpa senyuman, tanpa ekspresi, namun -di mata Dimas- tetap cantik. Sedetik kemudian, Arini memalingkan wajahnya.

"woi!! fokus!!" Kiper tim futsal Dimas berteriak kearahnya.

Dimas mulai fokus bermain futsal. Meskipun sesekali matanya melirik Arini yang masih memasang wajah datar. Seperti dibakar api cinta, Dimas dengan semangat menggiring bola ke gawang lawan lalu menendang sekuat kuatnya.

"Dan goaaaallllll!!!!!!!"

Komentator berteriak rusuh. Para suporter pun tak kalah rusuhnya. Dimas dan timnya pun melakukan celebracy dengan menggoyang goyangkan pinggul dan badan seperti bapak bapak yang sedang nyawer biduan.

Tak lupa Dimas memberikan kedipan mata ke gadis yang sejak tadi menyita perhatiannya. Gadis itu melihatnya! melihat kedipan matanya. Dan wajahnya, tetap datar.

Pertandingan berakhir dengan skor 2-0 dimenangkan oleh tim Dimas. Dimas merasa puas. Bukan karna memenangkan pertandingan saja, tapi karna ia berhasil menemukan gadis pujaanya.

tunggu gue, kak!

~~~

"Bunda, Indomie goreng pake telor ceplok tiga, sama Aqua botol tiga ya bun!!" 

Mira berteriak pada Bunda kantin saat bokong mereka baru menyentuh kursi kayu kantin Bunda. Suasana kantin terlihat sepi. Karna pertandingan futsal memang baru dimulai kembali. Mira merengek kelaparan dan memaksa Arini dan Zea untuk mengisi perut di kantin Bunda.

"oke siaap" Bunda menyahut.

"Rin, lu kenal sama degem yang nomor lima tadi?" Zea bertanya.

"hm? enggak. gak kenal"

"tapi tadi dia nyengir gitu ke elu"

"dia itu nyengir ke gue" Mira menyahut kege'eran.

"serius tadi pas gue teriakin, dia malah senyum ke elu"

Arini menaikan bahunya. ia pun sedang berusaha mengingat siapa anak laki laki bernomor punggung lima yang melemparkan senyum lebar itu padanya. Arini seperti pernah melihatnya, diaaa... ah sudahlah.

"eh tapi Dia lumayan juga ya, ganteng, tinggi, kulitnya bersih, badannya bagus, matanya tajem gitu lagi, teruuuss...." Mira mulai menghayal yang 'iya iya'.

"yang nomor tujuh juga lumayan" Zea menyahut.

"kipernya juga lumayan" Mira menambahkan.

Mulailah mereka berdua bergosip gosip ria. Arini hanya mendengarkan. Entahlah... hari ini ia dalam kondisi yang kurang mood untuk bergosip.

Terdengar suara berisik dari ujung kantin dekat lapangan. Arini menoleh, rupanya segerombolan tim futsal sedang berjalan ke arah kantin. Tim yang sedang menjadi bahan gosip Zea dan Mira.

"ehh itu mereka" Zea berbisik.

Arini tidak terlalu peduli, ia kembali memainkan handphonenya.

~~~

Selesai pertandingan dan berfoto foto dengan teman teman kelasnya, Dimas kembali ke lapangan dan ia tidak menemukan Arini disana. Sepertinya gadis itu sudah pergi. Dimas mendesah kecewa. 

"nyari siapa lu?" Fadlan menghampiri Dimas yang sedang celingak celinguk seperti anak ilang di pinggir lapangan.

"Kak Arini"

"lo udah ketemu dia?"

"udah, tadi pas gue main, dia nonton di situ" Dimas menunjuk kursi di bawah pohon pinggir lapangan yang tadi diduduki Arini.

"yaudah, nanti juga ketemu lagi. Ke kantin aja kuy ama yang lain. Si Fira mau nraktir tim kita, katanya hadiah karna kelas kita berhasil masuk final"

Dimas langsung segar mendengar kata 'traktir'. Betapa baiknya bendahara kelasnya itu. Walaupun sangat mengerikan saat menagih uang khas, ternyata hatinya lembut juga.

uuww, tengkyu Fira, besok gue ga nunggak nunggak uang khas lagi deh...

Dimas berjalan ke kantin bersama Fadlan dan tim futsal kelasnya dengan heboh. Mereka bertujuh sangat bersemangat menyambut hadiah manis dari bendahara kelas. Setelah menemukan tempat duduk yang cukup nyaman. Dimas dan timnya duduk dan memesan makanan.

Dan disana, berjarak dua meja dari tempat ia dan teman temannya duduk, Arini duduk bersama dua temannya -yang tadi meneriakinya di lapangan-  terlihat menunduk memainkan handphonenya.

Dimas terpaku... Kini, ia bisa memandang wajah Arini dengan lebih dekat, dan jelas.

Pesanan mereka datang, Arini mendongak, berdiri, menerima makanannya, tersenyum tipis, dan berterimakasih pada pelayan yang mengantarkan makanannya. Semua itu tidak lepas dari mata Dimas.

Gadis itu banyak berubah tapi tetap cantik, makin cantik. Pipinya terlihat tirus, ada lingkaran hitam disekitar matanya, tubuhnya pun terlihat lebih kurus.

banyak pikiran kah?

Wajahnya lebih dewasa, kulitnya putih bersih, bibir tipis berwarna pink alami, hidung pesek cenderung mungil. Dimas baru memperhatikan detail ornamen ornamen wajahnya saat ini, kemana saja ia tiga tahun yang lalu?

Namun ada yang hilang dari wajahnya, tidak ada lagi senyum yang menghiasi wajahnya setiap waktu. Tidak ada lagi poni yang menutupi jidatnya. Rambut panjangnya dibiarkan terurai tanpa satu pun hiasan. Dan, gadis itu hanya tersenyum seperlunya.

seburuk itukah masa SMA?
kemana senyum manismu itu, kak?

"Dim, lu mau apa?" Fadlan menyikut Dimas yang sedari tadi diam memandang satu arah.

"eh.. errrrr... samain aja"

"oke"

Dimas kembali mengamati Arini. Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya, menjepitnya di bibir lalu menguncir rambutnya dengan kunciran yang ia jepit di bibir tadi.

glek.

alamaaakk... istigfar Diimmm!!!

Fadlan memperhatikan temannya yang sedari tadi menemukan kesenangannya sendiri. Fadlan tahu, Dimas sedang memandangi Arini, yang berjarak dua meter dari mejanya. Gadis itu sedang menguncir rambutnya, sekarang ia tahu kenapa temannya itu menatap Arini tanpa kedip dengan mulut sedikit terbuka.

"iler tuh netes" Fadlan dengan kurang ajarnya menyumpal mulut Dimas dengan tissue.

Gelagapan, Dimas memuntahkan tissue itu sebelum tertelan kerongkongannya. Lalu, ia kembali memandang Arini. Gadis itu sepertinya tidak sadar ada seseorang yang sedang memperhatikan gerak geriknya.
Kini, gadis itu tengah melahap mienya, terlihat sangat sexy dimata Dimas.

Lalu gadis itu tertawa, sedikit. Menanggapi lelucon yang dilempar salah satu temannya. Memperlihatkan lesung pipi dan gingsulnya... Rasanya Dimas ingin menggigitnya. gemas

istigfar Dimas!!!

..

OpotiniteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang