6

1.4K 64 3
                                    


istigfar Dimas!!

Dimas menggeleng gelengkan kepalanya. Berusaha mengusir fikiran liar yang tiba tiba muncul di otaknya. Beruntung, pesanan mereka datang. Sehingga Dimas dapat mengalihkan perhatiannya. Dimas melahap makanannya tanpa ampun.

Otaknya berputar keras, ia sedang menyusun sebuah rencana. Obrolan di atas mejanya sudah tak ia hiraukan, kini yang ada di fikirannya hanya Arini.

"cabut yo" ujar Reza, kiper tim futsal Dimas setelah mereka menghabiskan makanan mereka dengan kecepatan supranatural. Setelah memastikan tidak ada sisa setetespun di dalam gelas minuman mereka, mereka pun bangun dan beranjak pergi.

"ayo, Dim" Fadlan berujar pelan saat Dimas masih duduk santai di kursi dan kelima teman mereka sudah beranjak pergi.

"duluan aja, gue ada urusan" Dimas melirik tempat Arini duduk lalu menaik naikan alis dengan menyebalkan kepada Fadlan.

"haisss.. semoga berhasi deh-"

Fadlan mendekatkan bibirnya ke telinga Dimas

"semoga-gak-ditolak-lagi"

Ujarnya pelan dan penuh penekanan. Dimas pura pura memasang wajah merajuk ala perempuan yang dilanda siklus bulanan. Lalu dengan menyebalkannya Fadlan cengengesan dan berlalu meninggalkan Dimas.

Setelah memastikan mental dan fisiknya agar siap kalau kalau ditolak lagi, dengan penuh percaya diri, Dimas melangkahkan kakinya ke arah meja Arini.

Nyalinya sedikit menciut melihat teman teman Arini saling menyikut dan berbisik melihatnya lalu sesekali tertawa.

dejavu

"kak, boleh ngobrol sebentar?"

"boleh!!!"

Perempuan disamping Arini menjawab dengan antusias. Melirik sedikit bagdenya, perempuan itu bernama depan Zeanita... atau Zeana? entahlah Dimas tidak terlalu memperhatikan. Mata nakal Dimas mulai menilai perempuan itu, cantik. Kulitnya sedikit gelap, mata tajam, hidung mancung, bibir tebal , dan tubuhnya ramping dengan ornamen ornamen yang pas, tubuhnya terlihat lebih 'dewasa' dibanding Arini. Tapi Arini tetap yang terbaik --dimata Dimas--.

uhug

"Zea!!!"

Perempuan yang duduk di depan Arini mengerling jahat --seperti tokoh tokoh antagonis di sinetron yang selalu ditonton mamanya-- kearah Zea Zea ini. Mata nakal Dimas menilai lagi, perempuan ini, cantik, bahkan mungkin lebih cantik dari Arini dan Zea Zea ini. Kulitnya putih, sangat putih. Sampai Dimas mungkin dapat melihat urat urat nadinya. Wajahnya terlihat berdarah blasteran, hidung mancung, bibir merah sedikit tebal. Tapi Arini tetap yang terbaik.

Dimas tidak sempat melirik badge perempuan itu. Matanya kembali terfokus ke satu objek, objek yang tengah duduk dengan gestur santai sambil meneguk air mineral botolannya.

"Uhm, Kak Arini... Bisa ngobrol sebentar--?"

Meletakan botol mineralnya di atas meja, Arini sukses menoleh kearahnya, mata mereka bertemu , gadis itu mengerutkan kening. Okey... sekarang Dimas tahu, Arini memang benar benar sudah lupa padanya.

duh gusti

Kedua teman Arini mulai grasak grusuk bergeser. Mereka terlihat sedang menyisakan tempat untuk Dimas duduk.

"berdua"

~~~

"berdua"

Bocah itu melanjutkan tanpa memutus kontak matanya dengan Arini.

OpotiniteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang