It's Too Hurt 2 - Harapan

478 16 0
                                    

Fienna sedang asik memasak untuk makan malam. Sambil bersenandung kecil, Fienna mengaduk sup yang hampir matang. Fienna suka memasak, maka dari itu setiap kali makan ia akan memasak sendiri tanpa bantuan dari pembantunya.

Bau harum sup yang dibuat Fienna sudah menguar. Siapapun yang menghirup aromanya pasti akan merasa lapar.

"Ah.. astaga.. kamu mengejutkanku Aldrich.." Pekik Fienna karena tiba-tiba Aldrich memeluknya dari belakang.

"Bau masakanmu harum sekali sayang." Ucap Aldrich. Ia masih memeluk istrinya bahkan ia sesekali mencuri kesempatan mengecup leher sang istri.

"Kenapa aku tidak mendengar suara mobilmu?" Tanya Fienna, ia masih heran saja kalau Aldrich sudah pulang tapi dia tidak mendengarnya.

"Kau akan melupakan segalanya ketika sudah memasak sambil bersenandung, kau tau?" Balasan Aldrich membuat Fienna tertawa karena malu.

"Maaf." Fienna tak menyambut Aldrich saat pulang, ia jadi merasa bersalah.

"Dimaafkan, istriku tidak menyambutku karena memasak untukku." Aldrich mencium pipi Fienna lembut.

Fienna sudah mematikan kompor listriknya. Sehingga kini Fienna sudah bisa berhadapan dengan suaminya. Fienna melepas dasi yang digunakan Aldrich, lalu setelahnya melepas sabuk pria itu.

"Mandi air hangat atau air dingin?" Tawar Fienna.

"Aku mandi air dingin saja, lebih segar." Jawab Aldrich lalu ia melangkah ke kamarnya dan Fienna. Fienna mengangguk, membiarkan Aldrich pergi ke kamar mandi. Setelah menaruh pakaian kotor Aldrich di keranjang cucian, Fienna segera menata masakannya di meja makan.

Fienna kembali ke kamarnya karena Fienna juga menyempatkan untuk mengambilkan pakaian yang akan digunakan Aldrich. Fienna mengambilkan kaos putih dan celana pendek karena suaminya itu lebih suka pakai kaos dan celana pendek saat malam. Fienna adalah istri yang baik bukan?

Aldrich keluar hanya dengan menggunakan handuk yang melingkar di pinggangnya. Betapa indahnya pria itu. Tubuh sixpack nya benar-benar terekspos sempurna.

"Tatapanmu membuat tubuhku terasa panas, Sayang." Goda Aldrich jahil karena melihat istrinya menatap tubuhnya tanpa berkedip.

Fienna malu sekali, ia langsung buru-buru mengalihkan pandangannya. Pipinya memanas, ah pasti pipinya itu sudah memerah sekarang.

"Tubuh ini milikmu sayang, kamu bebas memandanginya kapanpun kau mau." Aldrich semakin menggoda istrinya karena ia suka melihat rona merah di pipi Fienna yang menurutnya menggemaskan itu.

"Jangan menggodaku terus Aldrich, cepat pakai pakaianmu." Fienna menyerahkan pakaian yang sudah ia siapkan tadi kepada Aldrich.

"Tidak ingin membantuku memakaikannya?" Tanya Aldrich dengan wajah mesumnya. Ia menahan tawa karena istrinya yang semakin malu karena godaannya.

"Hahaha baiklah sayang, wajahmu sudah seperti kepiting rebus sekarang." Aldrich akhirnya berhenti menggoda Fienna dan segera menggunakan pakaiannya.

Setelah selesai berpakaian, Aldrich dan Fienna melangkah ke ruang makan. Mereka makan malam berdua diselingi dengan bercerita tentang kegiatan Aldrich dan Fienna hari ini.

●●●

Fienna memeluk tubuh suaminya, ia menyandarkan kepalanya di dada Aldrich. Ia paling suka posisi seperti ini saat tidur, rasanya begitu nyaman.

"Jika kita punya anak, kamu ingin laki-laki atau perempuan?" Tanya Fienna

Aldrich mengelus kepala Fienna dengan sayang. Sesekali pria itu mengecup puncak kepala Fienna.

"Bagaimana kalau seorang jagoan? Dia pasti akan sangat tampan sepertiku." Balas Aldrich, ia sungguh-sungguh membayangkan jika ia memiliki seorang anak dengan Fienna. Pasti rasanya akan menyenangkan.

"Lalu kalau dia perempuan?" Tanya Fienna lagi. Ia penasaran bagaimana reaksi Aldrich jika mereka memiliki seorang anak.

Aldrich tersenyum. Ahh sangat manis jika Aldrich tersenyum seperti itu.

"Maka ia akan cantik sepertimu, lembut sepertimu, dan aku harus berusaha extra untuk menjaga princess Cheden dari pria-pria hidung belang."

Jawaban Aldrich membuat Fienna terkikik geli lalu tersenyum puas. Bukankah suaminya adalah pria yang paling manis?

"Aku benar-benar berharap Tuhan akan segera memberikan kita buah hati, Aldrich." Ucap Fienna sendu. Matanya menyiratkan harapan dan doa yang begitu besar.

Aldrich menatap istrinya sedih, kenapa istrinya harus mandul. Ia memiliki uang yang begitu banyak, namun ia tak bisa mengabulkan harapan istrinya untuk punya anak. Sungguh, ia tidak ingin melihat kesedihan di mata Fienna. Fakta bahwa Fienna mandul membuatnya sangat terkejut. Dan sampai sekarang Aldrich tak ingin mengatakan hal itu pada Fienna. Ia takut menyakiti hati istri yang dicintainya itu.

"Ini sudah larut malam, sebaiknya kita tidur." Aldrich memnyelimuti tubuhnya dan Istrinya, lalu meraih Fienna kepelukannya dan terlelap. Ia berusaha melupakan fakta yang terus menghantuinya. Selain itu rasa bersalah akibat percintaannya dengan Leyna juga membuat hatinya tidak tenang. Dan hanya dengan tidur, Aldrich dapat melupakan semua rasa takut dan bersalah itu.

●●●

Mischa Cheden datang ke gedung Cheden grup untuk menemui putranya. Wajah nya yang tetap cantik meski sudah berumur tampak angkuh dan tegas. Semua orang yamg melihatnya menunduk hormat karena wanita itu adalah ibu dari bos mereka.

Mischa melewati sekretaris Aldrich tanpa berkata apapun, ia bisa  langsung masuk keruangan Aldrich tanpa harus izin dengan sekretaris anaknya.

"Mama? Ada apa sampai mama datang kesini?" Aldrich yang melihat ibunya datang mengkerutkan keningnya.

"Aku tidak boleh menjenguk putraku?" Tanya Mischa sedikit sinis.

"Tentu saja boleh ma. Hanya tidak biasanya saja." Balas Aldrich tenang. Ibunya adalah orang yang meledak-ledak, sehingga untuk mengatasinya Aldrich hanya butuh ketenangan.

"Mama lelah hanya menekanmu lewat telepon. Mama butuh mengatakan langsung padamu. Jadi apa wanita itu sudah hamil?"
"Wanita itu istriku ma, mama  harusnya bisa menganggap Fienna adalah anak mama sendiri."

"Mama tidak suka menantu mandul Aldrich. Bagaimana dengan wanita yang kau jadikan alat untuk melanjutkan keturunan Cheden?"

Meski Aldrich ingin marah, tetapi ia tidak bisa. Ia terlalu lemah jika berhadapan dengan ibunya. Dan sialnya ia selalu menuruti kata wanita yang melahirkannya itu.

"Aku tidak tau ma, akan kutanyakan padanya jika kami bertemu."

Mischa mengangguk puas. Meski anak itu bukan dari rahim Fienna, setidaknya anak itu lahir dari sperma Aldrich.

"Mama akan menunggu kabar baik darimu Aldrich. Jangan kecewakan mama."

"Hmm, ya ma"

Mischa meninggalkan Aldrich yang kini menundukan kepalanya. Jika saja tidak ada tuntutan untuk pewaris Cheden, ia mungkin akan memilih lebih baik tidak punya anak daripada berselingkuh dibelakang istrinya.

Aldrich sadar betul bahwa karma itu ada. Dan ia sangat takut di saat ia harus menghadapi karma itu. Ia tak cukup kuat untuk merasakan kehilangan seorang Fienna Helter.

Tuhan, tolong bantu aku...

To Be Continued...

11 Januari 2018, Nadh.

It's Too HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang