" Bukankah setiap hal yang ada di dunia ini diciptakan berpasang-pasangan? Layaknya Adam dan Hawa yang saling menemukan. Kita pun begitu. "
Author's POV.
Kala itu, rupanya hadir sepasang netra kebiruan menatap tak percaya. Bukan, dia percaya, hanya saja dia menolak itu semua. Merasa tak pantas mendapatkannya. Dilangkahkan kakinya menjauhi ruang kelas dengan cairan bening yang tanpa sadar berjatuhan. Gadis itu pergi menuju taman belakang sekolah, untuk menenangkan diri.
Setelah sampai, ia dudukkan tubuhnya di atas kursi favoritenya. Gadis dengan kuncir berwarna merah muda itu, masih setia bergelut dengan pikiran di dalam kepalanya. Rena-nama gadis itu-, bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Digigiti bibir bagian bawahnya, tanda ia sedang gugup dan tidak percaya diri.
Namun, setelah melakukan berbagai perdebatan dengan batinnya sendiri. Rena akhirnya memutuskan untuk melakukannya. Ia akan minta maaf sekaligus berterima kasih pada Saka, orang yang selama ini dianggapnya asing. Dengan hati-hati, ia rangkai beberapa kalimat untuk sang calon teman.
Setelahnya, ia letakkan surat itu di dalam loker Saka. Isinya sangat sederhana, hanya ajakan pertemuan seusai pulang sekolah nanti. Tapi, takdir berkata lain, karena sampai tiba waktunya Saka yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Sungguh, jika hatinya bisa berbicara ia akan mengatakan bahwa dia kecewa.
I|||I
Dihari berikutnya, seorang laki-laki berjalan dengan langkah pasti memasuki lingkungan sekolah. Setelah beberapa kali membalas sapaan ramah siswa maupun siswi lain, akhirnya ia sampai di tempat tujuannya.
Berjejer rapih, kotak-kotak kecil berwarna abu-abu dengan kunci masing-masing. Dibukanya salah satu loker yang ada, dan ia sempat tak menyangka karena melihat sebuah surat jatuh di bawah kakinya. Warnanya putih dengan stiker kuning berbentuk senyuman.
Tanpa sadar, bibir laki-laki yang kerab dipanggil Saka itu membentuk sebuah kurva. Setelah selesai membaca semua goresan tinta yang terdapat di atas kertas itu, ia lipat kembali dan masukkan ke dalam tasnya. Kini ia sedang bergegas ingin menemui sang pengirim surat.
Pikirnya, tak sia-sia perjuangannya beberapa hari lalu. Memang benar kata temannya dahulu, dalam suatu pendekatan wanita perlu ditarik-ulur terlebih dahulu. Agar dia bisa berpikir sejenak, apakah dia memiliki perasaan yang sama atau tidak. Meskipun Saka tidak sepenuhnya percaya, karena ia tak akan mencoba cara tersebut.
Menurutnya, menarik ulur perasaan perempuan hanya akan membuatnya sakit. Prinsipnya satu, jika memang dia mencintai seseorang, ia akan langsung ungkapkan. Seperti Ayahnya yang langsung menyatakan cinta pada Bundanya, walau mereka baru bertemu beberapa kali. Membuat ia kembali teringat sesuatu. Yaitu pepatah yang mengatakan kalau buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya.
Dan ia kini bertambah yakin akan perasaannya, setelah memikirkannya kemarin. Karena ia tak mau salah kaprah dalam mengartikan perasaannya. Bisa saja Saka hanya penasaran, tapi teman yang ditelponnya-Adit- saat berdiam diri di rooftop kemarin meyakinkan kalau itu cinta.
"Jadi menurut kau cak mano Dit? Ambo dak tau harus apo." (Jadi menurut kamu gimana Dit? Aku nggak tau harus apa.)
KAMU SEDANG MEMBACA
White Girl
Short StoryRenata Azalea Clarie, seorang gadis yang terlahir berbeda. Namun menjadi berbeda bukanlah perkara mudah. Seperti sekelompok hewan yang selalu berkumpul dengan golongan sejenisnya. Sebagian manusia pun melakukan hal yang sama. Mengklasifikasikan sega...