"Aku mencintaimu, untuk melengkapi kekuranganmu dan mensyukuri kelebihanmu. Bukankah manusia hidup untuk saling menyempurnakan?"
Author's POV.
"Hei lepasin! Lepasin! Lepasin aku! Saka lepasin!" Rena meronta berulang-ulang kali, namun sayang tenaganya tak seberapa hingga ia akhirnya lelah sendiri dan hanya pasrah. Karena sedari tadi laki-laki yang menggenggam lengannya hanya membisu.
Setelah melewati beberapa barisan kelas dengan tak sedikit pasang mata yang melihati mereka, akhirnya Saka melepaskan genggamannya.
"Jadi lo mau ngomongin apa?" Tanyanya seraya mendudukan diri di atas bangku yang ada didekatnya.
"A-ak.." Rena menjawab dengan sangat gugup, karena merasa ia belum mempersiapkan mentalnya.
"Duduk dulu, tenangin diri lo. Gue pergi bentar, jangan kemana-mana." Gadis yang sedari tadi berdiri dengan kedua tangan yang saling menyatu itu, menurut dengan menganggukkan kepalanya.
Setelah beberapa saat, Saka telah kembali duduk disamping Rena yang juga sudah berhasil menenangkan dirinya.
"Maafin aku. Soal kata-kata aku yang kemarin...
Aku sebenernya mau temenan sama kamu, tapi aku terlalu takut...
Takut kamu ninggalin aku kayak sahabat tepatnya mantan sahabatnya aku dulu." Rena mengungkapkan alasan sesungguhnya yang selama ini ia tutupi, dengan kepala menunduk kebawah masih dan kedua tangan yang saling berpilin.
"Jujur gue sakit hati, karena lo nganggap gue sama kayak yang lainnya. Dan tentang orang yang lo bilang sahabat itu, nggak pantes disebut sahabat. Sahabat macam apa yang ninggalin temannya sendiri?" Saka mengatakannya sambil menatap lawan bicara yang berada di sebelahnya itu.
"Untuk itu aku minta maaf lagi. Tapi dia ninggalin aku, karena dia ikut dibully sama yang lain gara-gara temenan sama aku." Masih dengan posisi yang sama Rena bersuara.
"Sebagus apapun alasan dia, tetap aja dia nggak pantes disebut sahabat. Kayak yang gue bilang tadi. Sahabat nggak akan ninggalin temannya sendirian. Dengan keadaan apapun."
Hati kecil Rena ikut membenarkan perkataan Saka barusan.
"Sekali lagi maaf, aku cuma nggak mau kamu diperlakuin sama kayak aku. Karena itu, terlalu menyakitkan. Meskipun hati kecilku ingin egois dengan menerima pertemananmu. Tapi kembali lagi." Rena menghembuskan napasnya lelah.
"Thanks udah peduli sama gue, tapi lo tetap salah karena nyamain gue sama yang lain. Karena gue beneran tulus."
"...." Hening tak ada jawaban.
"Ya udahlah, ngapain juga lo nunduk terus? Nggak receh kali di bawah."
Rena mengangkat kepalanya dan menoleh kearah Saka yang sedang terkekeh sendiri mendengar candaan recehnya. Masih diam, ia menatap Saka yang berhenti terkekeh karena merasa diperhatikan. Kedua pasang mata mereka sempat bertemu, sebelum akhirnya saling berpaling.
Hening, suasana canggung menyelimuti mereka. Merasa tak enak, Saka kembali bertanya pada gadis pujaan hatinya itu.
"Ekhm, jadi sebenernya apa yang buat lo ngajak gue ketemuan?"
"Oh itu, kemarin aku belain aku. Makasih ya." Rena tersenyum tulus hingga mata birunya menyipit dengan lengkungan bibir seperti bulan sabit.
Saka merasa terpesona melihatnya, hingga ia tak sadar menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. "E-eh jadi, l-lo liat?" Kini giliran Saka yang dibuat gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Girl
Short StoryRenata Azalea Clarie, seorang gadis yang terlahir berbeda. Namun menjadi berbeda bukanlah perkara mudah. Seperti sekelompok hewan yang selalu berkumpul dengan golongan sejenisnya. Sebagian manusia pun melakukan hal yang sama. Mengklasifikasikan sega...