6

3.8K 260 1
                                    

Kania memakai tas sekolah nya lalu keluar dari kamarnya. Dia mendengar suara ibunya berbincang dengan laki-laki di ruang tamu. Siapa yang bertamu pagi-pagi di rumahnya? Sepertinya suara laki-laki itu tidak asing di telinga Kania. Kaki gadis itu melangkah menuju ruang tamu untuk mengetahui siapa yang berbincang dengan ibunya.

Cowok itu tersenyum saat melihat Kania yang sudah berpakaian rapi, lengkap dengan sepatu hitam dan tas sekolahnya.

"Ngapain lo di sini?" Tanya Kania heran.

Gavin tersenyum. "Mau jemput lo."

"Lo kan tau kalo gue biasanya naik motor sendiri. Jadi gak usah repot-repot nyusul gue." Kata Kania ketus. Padahal gadis itu mati-matian menahan bibirnya agar tidak tersenyum.

Verin berdecak melihat tingkah anaknya. "Kania, kamu berangkat bareng Gavin aja ya? Lagian kan bisa hemat bensin. Uangnya bisa ditabung."

Pada akhirnya Kania mengangguk. "Oke, gue berangkat bareng lo."

Kania menyerahkan kunci motornya pada Verin lalu mencium punggung tangan wanita itu, diikuti oleh Gavin.

Gavin menyerahkan helm bermotif hello kitty kepada Kania. Gadis itu menerima helm yang nampak baru itu lalu memperhatikan motif helm itu, kemudian ia tertawa sendiri membayangkan Gavin memakai helm yang saat ini dipegangnya.

"Ngapain lo ketawa?" Tanya Gavin pada gadis yang masih saja tertawa itu.

Kania berusaha menghentikan tawanya. "Gue lagi bayangin aja kalo lo pake helm ini. Lagian ngapain lo beli helm motif ginian? Mau ngebanci hah?" Lagi-lagi Kania tertawa. Gadis itu tidak menghiraukan wajah masam Gavin. Bagaimana bisa Kania mengira Gavin mau jadi banci? Jelas-jelas wajah dan tubuh Gavin itu cool banget, mana pantas jadi banci?

Gavin menyentil hidung mancung Kania hingga membuat gadis itu menghentikan tawanya lalu mengusap-usap hidungnya yang merah dan sakit akibat sentilan Gavin yang terlampau keras. "Bodoh! Gue beliin helm itu buat lo, bukan buat gue."

"Eh maksudnya?" Kania tidak jadi protes tentang hidungnya yang sakit karena terkejut dengan ucapan Gavin. Cowok itu membelikan helm itu untuknya?

"Gak usah banyak tanya! Cepet pake helm nya terus naik ke motor gue. Lo gak mau telat kan?" Gavin sudah menaiki motornya dan hendak menghidupkan mesin motornya. Hal itu membuat Kania cepat-cepat memasang helm bermotif lucu itu lalu naik ke motor Gavin dengan susah payah.

Setelah Kania duduk dengan nyaman di atas motor, Gavin justru mematikan mesin motornya. Tindakan Gavin itu membuat Kania bingung. "Loh kok dimatiin motornya? Gak jadi berangkat?"

"Ck. Bisa diem sebentar gak sih?" Ketus Gavin. Mendengar ucapan Gavin yang ketus itu Kania langsung merapatkan bibirnya. Gavin membuka jaket yang tadi dipakainya lalu menyerahkan jaket itu ke Kania.

"Pake." Kata Gavin singkat.

Ragu-ragu Kania menerima jaket itu, bau parfum dari jaket milik Gavin langsung masuk ke penciumannya. "Lo gimana?"

"Ya gue gak gimana-gimana. Cepet pake, abis itu kita langsung berangkat."

Kania mengangguk walaupun ia tau Gavin tidak akan melihat anggukannya. Dengan cepat ia memakai jaket itu bersamaan dengan tubuh dan hatinya yang terasa menghangat. Dia sudah sering melihat adegan film dimana Si Cowok memberikan jaketnya untuk Si Cewek agar Si Cewek tidak kedinginan. Tapi walaupun begitu ia terkejut dengan perlakuan Gavin yang menurutnya manis. Dan ia juga bisa merasakan bagaimana bahagianya menjadi Si Cewek yang diperlakukan manis oleh Si Cowok.

*****

Laskar yang sedang memarkirkan motornya di parkiran sekolah dikejutkan oleh Kania yang baru saja turun dari motor ninja merah itu. Dan Laskar tahu betul siapa pemilik motor ninja merah itu.

Hatinya tiba-tiba panas, ia tidak pernah melihat Kania dibonceng cowok lain selain dirinya dan Dirga. Dengan langkah cepat ia menghampiri gadis itu lalu memegang pergelangan tangannya. Ia mengernyit melihat jaket yang kebesaran ditubuh Kania yang mungil. Ia tahu Kania tidak memiliki jaket seperti ini.

Kania yang hanya sebatas sebahu Laskar itu mendongak, menatap wajah sahabatnya yang tampak marah. Ia menunduk karena tahu Laskar marah besar padanya.

Laskar membuka jaket yang dipakai Kania itu, sehingga membuat gadis itu mau tidak mau melepaskan jaket milik Gavin dari tubuhnya. Dengan sekali lemparan jaket itu berpindah tangan, kini jaket itu dipegang oleh pemiliknya yang menatap Laskar tidak suka.

Tangan Laskar memegang erat pergelangan tangan Kania, lalu ia membawa gadis itu pergi dari sana. Gavin yang baru saja turun dari motornya langsung menarik tangan Kania sehingga membuat Laskar mau pun Kania menghentikan langkah mereka masing-masing.

Mata Laskar melirik tangan Gavin yang memegang tangan Kania, kemudian cowok itu menepis kasar tangan Gavin sehingga membuat tangan Gavin terhempas dari tangan Kania. Secepat kilat Laskar menarik tangan Kania sehingga kini gadis itu berada tepat di sampingnya.

Kania hanya terdiam, ia bingung dengan situasi ini. Ada apa dengan kedua orang itu? Bahkan ia bisa merasakan aura permusuhan dari kedua orang itu.

"Jangan deket-deket Kania!" Ucap Laskar pada akhirnya setelah puas menatap tajam Gavin.

Alis Gavin terangkat. "Apa hak lo ngelarang gue deket-deket sama Kania?"

"Gue gak mau sahabat gue terkontaminasi sama orang kayak lo!" Ketus Laskar lalu menarik tangan Kania tiba-tiba sehingga gadis itu sedikit terhuyung kemudian mengikuti langkah kaki Laskar yang cepat.

Napas Kania sudah tersengal-sengal. "Sekar, berhenti dulu! Lo... kenapa sih?"

Tapi Laskar tak memperdulikan ucapan Kania. Ia terus membawa gadis itu menuju koridor kelas 11, tempat kelas mereka berada.

Ketika sampai di depan kelas Kania, Laskar melepaskan cekalannya pada tangan Kania. Gadis itu berusaha menetralkan napas yang memburu sambil mengusap-usap pergelangan tangannya yang sedikit sakit. Dia menatap Laskar dengan bibir mengerucut sebal. "Lo kenapa sih? Aneh banget."

Laskar menatap Kania intens sehingga membuat gadis itu gugup. Sebelumnya ia tidak pernah ditatap seperti ini oleh Laskar, bahkan cowok itu terkesan tidak peduli. Setelah sekian lama Kania tidak melihat ekspresi marah di wajah Laskar, kali ini dia menangkap ekspresi itu di wajah sahabatnya.

"Gue cuma gak mau sahabat gue deket-deket sama orang kayak dia!" Ucap Laskar dengan nada yang sedikit membentak sehingga membuat Kania terlonjak kaget.

"Lagian gue cuma berangkat bareng sama dia, Kar. Gue sama dia gak ada hubungan apa-apa. Atau..." Kania mengantungkan kalimatnya lalu tersenyum menggoda.

"Atau apa?" Tanya Laskar, jujur saja ia tidak tahan dengan ekspresi Kania yang seperti itu.

Kini Kania mencolek-colek bahu Laskar manja, masih dengan senyum menggodanya itu. Perasaan Laskar mendadak tidak enak melihat tingkah Kania yang tiba-tiba seperti ini.

"Lo suka ya sama gue?" Tanya Kania langsung dengan mata yang balik menatap Laskar intens. Cowok itu berusaha menutupi kegugupannya, lalu menggeleng tegas.

"Gak lah. Pede banget lo ngomong kayak gitu! Ngaca dong, dari dulu lo tau kan kalo gue seleranya tinggi banget." Ucap Laskar sambil membuang mukanya ke arah lain dengan ekspresi dibuat angkuh sebisa mungkin.

Kania justru mencubit kedua pipi Laskar, sehingga cowok itu tidak bisa menutupi keterkejutannya karena tindakan Kania yang tiba-tiba. "Iya, gue tau. Lo kan yang seleranya tinggi-tinggi seperti siapa itu? Ah ya, Poppy. Cewek yang katanya body goals itu kan? Lagian gue tadi cuma bercanda, Sekar. Gue lebih seneng punya sahabat kayak lo, dari pada punya pacar yang modelnya kayak lo."

Setelah mengucapkan itu Kania tertawa lalu melepaskan tangannya dari pipi Laskar. Gadis itu memasuki kelasnya dengan riang, seolah perkataannya itu tidak menyakiti hati cowok yang masih berdiam diri di depan kelas.

To Be Continued

AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang