Teriakan itu terdengar menggelegar seimbang dengan suara gemuruh petir dihati.
"Aku tidak gila"
Hanya itu yang kuucapkan secara berulang. Jika airmata ini ditimba tentu lebih banyak dari yang terkira. Setelah dua jam meratapi kesedihan, aku beranjak menghampiri saksi perjalanan hidupnya, buku harian.
Hatiku benar-benar teriris. Sedangkan memori itu, masih keluyuran dalam ingatan. Entah mengapa seluruh adegan itu seakan terjadi dua kali. Ketika aku sudah hampir berhasil melupakan semuanya dan mulai menerima segalanya, justru hal yang disebut ingatan masih mengungkit peristiwa tiga tahun yang lalu. Aku masih ingat benar bagaimana kronologi peristiwa tersebut.
Kala itu, aku masih tiga bersaudara, Bang Adit, aku, dan Delia. Kehidupan kami normal seperti anak bersaudara lainnya. Bahagia dan bertengkar. Aku sebagai kakak, sangat usil terhadap Delia.
Delia, gadis imut nan lugu itu harus pergi dan entah kapan kembali karena suatu kejadian janggal. Kami pergi ke taman sore itu, taman yang sempat aku lewati saat pergi ke rumah Ana. Taman aneh dipenuhi bau melati. Sejak dahulu taman itu selalu aneh, namun kami tidak peduli. Pesona taman itu tak pernah mampu terlewati. Hingga saat itu, sore itu.
"Kak, izinkan aku berbagi satu rahasia yang belum pernah seorangpun ketahui. Tetapi dengan satu syarat yang akan cukup membebani kakak dalam waktu yang lama" ucap Delia
"Del, apa sih maksutmu? Dalam satu hari ini kau ucapkan kata itu tiga kali." Jawabku
"Dengarkan aku kak, aku tidak pernah membenci hujan, namun aku juga tidak menyukainya. Aku tidak membenci kakak pula" suaranya bergetar diakhir kalimat.
"Cukup!" Aku membentaknya.
Jika boleh jujur, aku takut dengan seluruh tingkah anehnya dalam satu hari ini. Dia benar-benar aneh. Kata-kata itu benar-benar aneh dan bergetar.
Setelah ia mengungkapkan semuanya, ia lari dan tidak kembali. Aku yang mencarinya hari itu, tidak mampu menemukannya hingga tengah malam. Entah apa yang terjadi, akupun tidak memiliki jawabannya.Langkahku gontai menuju semak belukar, ketika mendengar suara bang Adit datang dari jauh. Tenagaku habis terkuras oleh rasa takut yang menyergap. Bahkan sekadar menemui bang Adit dan memecahkan seluruhnya bersama. Aku terus menangis dengan isakan yang cukup terdengar. Membuat bang Adit dapat mudah menemukanku. Ia begitu iba melihatku hingga tak menyadari ketiadaan Delia. Dengan suara yang masih bergetar, kuceritakan semua pada bang Adit. Bingung, takut, dan amarah terlihat jelas dalam lekuk wajahnya.
Pukul dua dini hari, tetap tidak merubah keadaan apapun. Kami memutuskan berhenti, menyerah pada keadaan. Saat itu, aku masih lugu, tidak mengerti sebuah misteri yang kini justru baru dimulai.
Ibu dengan amarah yang masih menggebu-gebu menjadi bahan tontonan disepanjang jalan. Sedangkan aku, hanya mampu tertunduk malu. Kami tiba di kantor polisi setengah jam kemudian. Polisi tak banyak membantu kami. Sebab kehilanganya tak menimbulkan jejak sama sekali. Tidak ada hasil apapun, semuanya nihil. Delia tidak pernah lagi ditemukan.
°°°
Masih dengan memori yang sama berputar dalam kepala. Seolah mengejekku. Lantas benarkah hari ini aku melihatnya kembali. Adikku yang lugu dan misterius. Aku tak pernah yakin dengan penglihatanku hari ini. Semua terasa membingungkan. Namun sisi hatiku yang lain membantah. Menantang untuk menyelesaikan misteri ini.
Malam ini, seluruh berkas Delia kutelusuri. Tidak ada yang aneh sedikitpun. Seluruh hal tentang Delia, sudah tuntas terbuka, kecuali selembar kertas lusuh yang terselip dalam akta kelahirannya.
Dengan ketakutan yang masih mampu kutangani, surat itu terbuka. Huruf ke kata, dan paragraf itu menceritakan sesuatu tentang dia, yang tidak pernah diketahui siapapun. Malam ini aku tahu, adikku bukan gadis biasa.
°°°
"Clara, ngantin yuk!" Seru Ana
"Nggak ah males" gerutuku
"Apa kau sudah menemukan sosok misterius itu, atau ada misteri baru?" Tanya Ana yang sangat mengetahui peranggaiku
"Ih sok tau!"
"Ya udah deh. Jangan pernah mencari hal yang kau hasilkan dari imanjinasimu sendiri. Sebab ia hanya fatamorgana" kata Ana
Kata kata itu mengitari diriku. Tentu saja aku tidak sedang berhalusinasi. Ini fakta. Aku Clara, dan aku tidak peduli siapapun yang menganalogikan kisahku dengan fantasi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Kebisuan
Misteri / ThrillerSeandainya kau merangkai setiap kata kunci yang selalu menyertai dalam teka teki itu, akan mudah semua terselesaikan, cukup pecahkan egomu, dan gunakan hal yang disebut akal sehat. Dengan kemarahan akan menambah durasi waktu berkelit dalam misteri k...