[5]

2.5K 372 29
                                    

"Gue? Lo yakin?" tanya Bisma dengan keningnya yang berkerut. Bisma memandang Mirabelle dengan tatapan tidak percaya.

"Iya, kalau kamu gak mau... gak apa-apa. Aku coba sendiri saja," kata Mirabelle cepat. Mirabelle segera berjalan mendekati motor kemudian menaikinya. Ia tidak menunggu jawaban dari Bisma.

"Lo gak bakal nyesel udah pilih gue jadi tutor motor lo... karena gue juga dapat tutor terbaik sepanjang masa," kata Bisma dengan penuh rasa bangga.

"'Bener? Siapa? Bukannya lebih baik kalau aku minta diajarin sama tutor kamu?" tanya Mirabelle penuh minat.

"Ck! Lebih jago gue daripada tutor gue, gue yakin malam ini lo udah bisa bawa motor, tiga hari lagi udah bisa jadi pebalap F1," pamer Bisma dengan tiga jari yang mengacung.

Ucapan Bisma membuat Mirabelle mengerutkan keningnya kemudian menatap speedometer dengan cemas, apakah ia bisa percaya dengan Bisma?

"Hmm, aku gak pernah cita-cita jadi pebalap F1... yang penting bisa bawa motor dengan baik dan benar... gak seperti ibu-ibu yang lampu sennya ke kanan, beloknya ke kiri," tolak Mirabelle secara halus. Mirabelle menatap Bisma yang tengah mengangguk-anggukan kepalanya.

Bisma mengiyakan perkataan Mirabelle, "Ya, lo gak boleh jadi ibu-ibu seperti itu. Gue yang pro aja masih bisa gelagapan hadapin ibu-ibu. Ckckck."

Bisma berjalan mendekati Mirabelle kemudian duduk di belakang Mirabelle, kedua tangannya memegang setir pada ujungnya, "Lo pegang di bagian tengah, gue bantu lo kendaliin setir kalau lo udah hampir lewat jalur... oke?"

"Iya," jawab Mirabelle. Ia duduk beringsut di depan sehingga ia mendapatkan posisi duduk yang sangat ujung. Meskipun ia merasa tidak nyaman, tapi ia tidak berani untuk mengajukan protesnya. Mirabelle menyalakan mesin motor kemudian kedua tangannya memegang setir bagian dalam dan menstarter motor.

"Ingat, gasnya pelan-pelan dulu... jangan langsung kejut," ingat Bisma.

"Iya," jawab Mirabelle patuh. Mirabelle mulai mengendarai motor secara perlahan menuju ujung gang, namun setir terasa sangat susah dikendalikan sehingga ia selalu mengarah ke kanan dan kiri secara tidak langsung.

"Berhenti di sini, rem kiri jangan rem kanan."

Mirabelle mengerem motornya dengan cepat membuat Bisma tersentak ke depan, sehingga tubuhnya mendesak tubuh Mirabelle. Mirabelle bernapas lega karena ia tidak terjatuh.

Bisma membenarkan posisi duduknya, begitu juga dengan Mirabelle, "Lo yakin ngegas? Jarum speedometer lo masih di angka sepuluh. Kalau bonceng orang... pasti gak stabil. Terus, bahu lo..." ucap Bisma sambil memegang bahu Mirabelle yang sangat tegang, karena ia mengakakukan kedua bahunya agar setir tetap lurus.

"Rileks, rileks... jangan kaku," lanjut Bisma sambil memijat bahu Mirabelle pelan.

"Oke, sekarang coba lagi... kaki lo jangan diangkat naik dulu... kalau udah kerasa seimbang, baru naikin," jelas Bisma dari belakang telinga Mirabelle. Kedua tangan Bisma mulai memegang ujung setir, diikuti oleh Mirabelle.

"Huft, oke..." jawab Mirabelle.

Mirabelle mulai mengendarai motornya dengan kedua kaki yang masih setia berada di bawah, ia mencoba untuk mengendalikan setir agar lurus serta kecepatan yang bukan lagi sepuluh kilometer perjam. Benar kata Bisma, saat kecepatannya mulai naik... setir motor dan motor tidak terasa berat lagi sehingga Mirabelle mulai menaikkan kedua kakinya.

"Oke, udah gak buruk. Tapi tangan gue masih bales-balesan sama lo buat atur setir... lo masih belum lurus sepenuhnya, tapi pelan-pelan aja," ucap Bisma saat mereka berdua beristirahat sejenak di depan pagar rumah Bisma. Mereka menghabiskan waktu hampir satu jam hanya untuk mengelilingi kompleks. Bisma yang tadinya sudah merasa pegal pada lengan, punggung dan bokongnya pun meminta Mirabelle untuk menepikan motornya di depan rumah Bisma.

Mirabelle's BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang