KENCAN?

14 0 0
                                    



Hari minggu, hari libur. Hari yang tepat untuk bermalas malasan.

Seperti yang kulakukan sekarang. Merebahkan diri di tempat tidur. Tidak melakukan apa apa hanya melihat langit langit kamar dengan tatapan kosong.

" Dek bangun! Makan dulu gih " Dari balik pintu terdengar suara kak Wandha.

" Bentar lagi kak " jawabku

Aku bangkit dan merenganggkan otot ototku. Bunyi 'krek' terdengar di beberapa bagian tubuhku.

Drrrrt.... Drrrrt.... Drrrrt....

Hpku bergetar, telepon masuk. Saat kulihat ternyata dari Revan.

" hallo "

[ Ayo nonton ] Suara Revan dari sebrang sana terdengar semangat.

Aku menggigit bibir. Terbesit keraguan untuk menerimanya. Hari minggu adalah hari untuk bermalas malasan. Selama ini itu yang selalu kulakukan. Aku bahkan menolak saat kakak ataupun orang tua mengajak keluar. Maklum anak rumahan ya gini.

"Maaf tapi aku ada urusan" akhirnya kutolak.

[ Tapi aku sudah ada di depan rumahmu ]

APA? refleks aku segera turun dan berlari ke teras depan, melihat apakah dia benar benar ada atau tidak.

Disana Kakakku berdiri disamping Revan. Mereka mengobrol. aku tidak tau apa yang mereka bicarakan. Setelah itu Kak Wandha masuk.

" Siapa itu? kok ganteng? tumben mau diajak jalan biasanya ngurung di kamar. Atau itu pacarmu ya? " Kak Wandha menyerangku dengan pertanyaan bertubi tubi.

Aku tak menjawab pertanyaan Kak Wandha. Kulangkahkan menuju ke kamar dan bersiap siap. Samar samar terdengar teriakan Kak Wandha.

" ya! kalau orang nanya dijawab dong "

****

" Jadi kita mau nonton apa? " aku berharap kalau itu Film romantis.

" Horor " Seketika aku melotot horor. APA? film horor!. oh no! aku benar benar benci dengan film itu.

" Bagaimana kalau kita nonton film yang lainnya? " usulku

" Tapi aku kesini niatnya mau nonton itu " Revan keukeuh.

Mau gak mau aku menurutinya. Aku sudah salah sangka. Ternyata ia hanya menjadikan aku teman nontonnya. Kukira kami akan seperti teman kencan.

Kami telah masuk ke ruang bioskop. Udara disini lebih dingin dari udara luar. Kalau bagi orang lain udara ini terbilang sejuk, tapi tidak untukku, ini malah menambah rasa ketakutanku.

" Fey, kok mukamu pucat? lagi gak enak badan? " Tanya Revan

" Gak... gak papa "

Kami duduk di bagian tengah yang itu berarti layar bioskop tepat didepanku. Awalnya aku mengajukan duduk di belakang tapi Revan menolak, takut ada suara suara aneh katanya. Sedangkan didepan katanya gak akan nyaman, kepala harus terus dongak dan itu akan sangat melelahkan.

Film mulai diputar. Awalnya memang gak ada apa apa. Tapi jantungku sudah berdetak tak karuan. Keringat dingin mengucur. Wajah yang tadinya pucat bertambah pucat pasi.

Dan saat hantunya muncul, orang orang dibelakangku teriak. Kulihat Revan serius melihat Film tersebut. 'Van itu film hantu bukan film esiklopedia yang harus kamu seriusin' pikirku

Dan semuanya menjadi gelap. Aku pingsan.

****

" Fey bangun! " Revan menepuk lembut pipiku

" Mmm... " perlahan kubuka mataku. Silau. Semua lampu bioskop menyala, itu menandakan film sudah selesai diputar. sudah berapa lama aku pingsan?.

" Bangun. Film udah selesai "

Aku pingsan bukan tidur Van!

inginnya bilang seperti itu. Tapi....

" ya " hanya itu yang dapat kukatakan.

Bangkit dan mengikuti langkah lelaki itu. Selama perjalanan ini kami berdua diam. Aku tak berniat untuk membuka suara. Kepalaku pusing dan terlihat kunang kunang diatas.

Aku berdiri ditempat, menatap punggung Revan yang mulai menjauh. Aku sangat ingin memanggilnya untuk berbalik tapi tak bisa. Tenagaku seperti hilang entah kemana.

Aku berjongkok, tak kuat untuk terus berdiri. Sepertinya ini efek dari pingsan tadi. Saat ini aku sangat membutuhkan Revan. Tubuhku lemas, bahkan untuk berjalan saja tak bisa.

Mata tertutup rapat, hal itu yang bisa aku lakukan. Kenapa Revan gak balik? apa dia gak sadar kalau aku gak ada.

" Rev " tanpa sadar aku menyebutkan namanya

" ya? " seseorang membalas.

Kubuka mataku. Terlihat Revan didepanku dengan tatapan khawatir. Ia juga ikutan jongkok. Kalau dalam keadaan sehat pasti aku langsung tertawa melihatnya. Cara jongkoknya seperti kelinci yang siap melompat.

" Kau kenapa? "

Revan seolah tidak peka. Ia seperti orang yang tidak tau kondisi orang yang dihadapannya padahal jelas jelas keadaanku sudah sangat mengenaskan.

" Bantu aku ke bangku terdekat " ucapku akhirnya.

Bukannya membantu Revan malah berpindah jongkok di depanku, kedua tangannya direntangkan mengarah ke belakang.

Mataku memerah. Tak terasa bulir bulir air jatuh ke pipiku. Revan membuatku marah. Aku kesal, sangking kesalnya aku sampai menangis.

" hiks.... hiks.... "

Revan menoleh bingung.

" Loh kok nangis? "

Yang kulakukan hanya menangis. Rasa pening masih terasa ditambah kelakuan Revan yang gak peka membuatku ingin pingsan lagi.

" Ayo kepundakku, biar kugendong kamu " Revan kembali ke posisi semula yaitu jongkok di depanku.

Aku menuruti keinginannya. Samar samar semburat merah menghiasi kedua pipiku. Aku malu ternyata aku salah sangka.

Revan berdiri dan mulai berjalan. Dari jarak sedekat ini aku dapat mencium baunya. Bau parfun yang manly. garis bibirku tertarik keatas membentuk senyuman. Kalau dipikir pikir Revan ternyata romantis juga.

*****

" Maaf merepotkanmu Rev " Aku memberikan helmnya.

Saat ini kami berada di rumahku. Sebelum itu Revan telah menggendongku dari bioskop ke parkiran. Jaraknya lumayan jauh tapi untunglah dia tidak merasa keberatan.

" Gak papa. Lain kali bilang kalau kamu gak suka film horor "

Aku tersenyum canggung. Lain kali kupastikan hal ini tidak terulang lagi.

" Yaudah aku pulang dulu "

Revan menstater motornya dan pergi melaju cepat. Aku melambaikan tangan meskipun aku tau Revan tidak akan melihatnya.

' hati-hati '




Tbc....

Sekian dulu

Terima kasih



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang