Baru sadar dan mencerna akan segala yang terjadi, gadis itu sedikit memberontak karena kesal. Tapi Kiba tak melepaskan gendongannya.
"Apa yang... Hei, turunkan aku! " kata gadis itu dalam gendongan Kiba, memberontak meminta Kiba menurunkannya. Dia menggoyangkan kakinya, dan berusaha menekan bahu Kiba agar menjauh.
"Sudahlah diam saja. Kalau kebanyakan gerak nanti kau bisa jatuh! " Kiba tidak menghiraukan permintaan gadis itu, dan tetap melanjutkan perjalanannya.
"Biar saja aku jatuh. Toh aku bisa berjalan sendiri! " bantah gadis itu.
"Kakimu itu harus diobati dulu. Pokoknya aku tidak akan menurunkanmu. " sahut Kiba sambil tersenyum. Walau gadis itu terus meminta Kiba untuk menurunkannya, tapi itu tidak mengubah keputusan Kiba.
Setelah melompat terjun dari tebing, Kiba terus melanjutkan perjalanannya. Dia masuk dalam hutan yang berada di bawah tebing itu, melompat diatas pohon menembus ranting dan dedaunan. Dia berlari sekencang mungkin, menjauh dari Sakon dan bersembunyi setelah dia meletuskan bom asap.
Keluar dari hutan itu, ada sebuah air terjun. Walau tidak terlalu tinggi, tapi airnya deras. Air terjun itu mengucur di sebuah danau kecil yang masih dikelilingi hutan. Di bagian tengah danau itu, ada sebuah daratan lapang berumput yang cukup untuk beristirahat. Kecil juga, mungkin hanya sekitar 5-6 meter lebarnya.
Kiba melompat ke tengah danau sambil menggendong gadis itu. Diturunkannya gadis dalam gendongannya dan berkata,
"Nah, disini mungkin aman. Kita sudah cukup jauh dari tempat tadi. " kata Kiba sambil menurunkan gadis itu dengan perlahan. Setelahnya dia merogoh tas sampingnya mencari kain untuk membalut luka.
"Terima kasih. Tapi aku tidak butuh bantuanmu. " jawab gadis itu ketus.
"Kau ini benar-benar keras kepala ya!" Kiba meraih kaki gadis itu yang terluka. Tangan kirinya membawa sehelai kain berwarna putih.
"Hei! " gadis itu kaget dengan tindakan Kiba.
"Jangan bergerak, sebentar lagi selesai kok. " Kiba terus melanjutkan tindakannya. Dia membersihkan luka yang ada dengan air setelah itu dibalut dengan kain putih yang dia pegang. Gadis itu memejamkan matanya, terlihat kesakitan. Kiba menyadari hal itu, tapi ia tidak menanyakannya.
"Nah, sudah selesai. Merasa lebih baik? " kata Kiba setelah selesai mengikat kain putih itu.
"Terima kasih banyak. " jawab gadis itu kaku. Wajahnya datar, tak menunjukan ekspresi apapun, dia juga tak bicara dengan melihat mata Kiba secara langsung.
Kiba tak menanyakan apapun, karena dia tahu itu hanya akan membuat gadis itu merasa tak nyaman. Apalagi sewaktu bertarung dengan Sakon, gadis itu terlihat dangat emosional.
"Apa yang kau lakukan? " tanya gadis itu karena Kiba tiba-tiba berdiri.
"Ke belakang, toilet. Kau tak mungkin mau ikut kan" jawab Kiba menggodanya. Tapi, gadis itu tetap tenang dan tak berekspresi. Dia hanya menggeleng sebentar.
"Baiklah. Akamaru, titip dia ya! "
"Woof! "
Kiba melambaikan tangannya. Akamaru mengerti pesan Kiba tadi, dia menggoyangkan ekornya terlihat berantusias.
"Huh, aku bukan anak kecil! " tambah gadis itu, tidak terima karena Kiba menitipkannya pada seekor anjing.
Kiba hanya tersenyum memperlihatkan taringnya melihat tingkah gadis itu. Setelah itu dia pun berjalan ke dalam hutan. Hanya ada gadis itu, Akamaru dan kucing putih milik gadis itu di tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beast Is My Beats (Kiba Inuzuka fanfict)
Fiksi PenggemarKetika semua menjadi gelap, Tak ada pundak untuk bersandar, Tiada tempat untuk pulang, Kemana aku bisa membagi air mataku? Dengan siapa aku bisa memperlihatkan senyumku? Jika semua orang hilang dan tak ada Lagi yang tersisa Dia datang dan mengulurka...