Chapter 10

66 7 5
                                    

Mereka Memanggilku Pahlawan


Dunia... yah, dunia. Sebuah dunia yang tak pernah kubayangkan, ternyata seperti inilah yang disebut wabah zombie. Beruntungnya diriku yang masih bisa selamat, dari wabah ini selama dua minggu. Anak SMA yang kutemui itu, ternyata mempunyai kemampuan. Bukan hanya kemapuan mengendalikan elemen saja, tapi benda yang memiripi Yo-yo itu, membuktikan kalau dia bukan orang biasa. Tapi pada akhirnya, kami berpisah, karena aku ingin bertemu keluargaku, yang terpisah bersamaku, dan sekarang aku berada dalam perjalanan, ke zona karantina yang hancur, dengan harapan keluargaku ada di sana.

Sebelumnya anak SMA itu, memintaku untuk pergi ke Jakarta, bahkan dia memberitahuku alamatnya. Katanya, aku memiliki sesuatu yang membuat diriku benar-benar kebal, dalam bintik debu, maupun gigitan. Katanya ini bisa jadi obat.

Dia berkata itu, karena melihat telapak tanganku yang terkena gigitan. Padahal, sudah lima hari aku tergigit, dan tak menjadi salah satu dari mereka.

Aku juga ingat saat ia menurunkanku, dari gedung lima puluh lantai, dengan cara melompat. Itu hampir membuatku mati. Tapi, anak SMA itu menggunakan Yo-yo nya untuk bergelantung, dan mendarat dengan sempurna.

Tunggu dulu! Aku merasa ingat sesuatu, yang membuatku merasa pernah bertemu, dan mendengar tentangnya. Yah, aku ingat. Dia adalah orang yang menyelamatkanku, keluargaku, dan Wandira dari kejaran parasit pada tanggal tiga September. Dan dia juga orang, yang menyelamatkan putraku, di malam waktu itu, dengan cara bergelantung dalam gelap dan menghilang di sinar bulan. Apa mungkin dia juga yang menyelamatkanku, ketika dikejar inang saat aku menaiki mobil? Kenapa aku tak menyadarinya, kalau dia mengawasiku sejak lama? Aku masih bingung, siapa anak itu?



Sekarang, aku berada tepat di gerbang zona karantina jalak harupat. Gerbang itu sudah terbuka lebar, dan tak ada sedikitpun kehidupan. Apa memungkinkan keluargaku, dan keluarga Wandira ada di sini?

Kucoba masuk sambil mengendarai mobil ini, dan memang saja, tak ada kehidupan di sini. Yang ada hanya darah yang kering, dan sampah yang terbang berguling karena disapu angin.

Ketika berada di tengah zona karantina. Jalanan dan jalan raya Saroja sudah mulai ramai dengan kendaraan, tanpa penumpang dan pengemudi. Sesuatu yang mengerikan, dimana kita membayangkan bila kota seperti ini. Jika saja evakuasi tak berlasung secara tertib, mungkin jalanan akan dipenuhi kendaraan, seperti tempat ini. Aku bisa membayangkan, betapa kacaunya tempat ini, saat diserang oleh mereka.

Karena jalanan sudah tak mungkin kulewati dengan mobil, kuputuskan melanjutkannya dengan jalan kaki. Berharap ada yang selamat, dan tak terjadi sesuatu yang buruk.

Baru saja aku menjauh dari mobilku beberapa meter, tiba-tiba saja aku melihat manusia-manusia itu, berlari kearahku dengan semangat dan lapar.

Kali ini, aku tak akan lari, bersembunyi, atau pun takut. Tapi mungkin untuk takut, aku akan sedikit bermasalah.

"Tidak, aku pasti bisa! Kan kutunjukan latihanku selama lima hari ini," gumam diriku, agar aku mampu meningkatkan semangat.

Kuambil senjata yang besar dan panjang itu, dan kuarahkan seranganku pada mereka, satu persatu di kepala mereka. Walau beberapa tembakan memang masih melesat. Masih ada dua yang berlari kearahku. Mereka semakin dekat, sedangkan Sniper ini harus kuisi kembali. Tapi sayang, mereka sudah dekat denganku, dan siap menyerangku.

Tiba-tiba, sebuah tembakan mengenai salah satu kepala mereka. Lalu disusul oleh tembakan kedua, yang mengenai satunya lagi."SIAPA? AKU HANYA INGIN BILANG TERIMAKASIH," teriakku, berharap dia bisa mendengarku.

Dani Tales: Day By DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang