POV: Dika Alif
Siang hari yang cerah yang berisi keluhan sehari-hari yang ku permasalahkan. Berawal dari keluhan saat bangun tidur, pergi ke sekolah, jam istirahat, dan pulang sekolah.
Semua itu selalu mengintai diriku yang sedang pulang ini dan sepertinya aku akan mengeluh tentang makanan di rumah.
Di perjalanan saja aku sudah muak dengan sengatan matahari. Selain itu masalahnya disaat panas-panasnya, malah ada teman sekelasku yang menghampiriku dan menanyakan tentang pekerjaan rumah yang diberikan guru.
'Ini anak pasti meminta jawaban dari pekerjaan rumah disaat aku sedang senggang di rumah. Dan saat sore atau malam hari ketika anak ini tidak keluar rumah , ia pasti, pasti menyampah di personal chat lalu ketika aku membalasnya ia akan bilang 'Dika, fotoin jawabannya dong.' Bila aku beralibi, dia pasti akan kesal dan memprovokasi temannya agar aku dijauhi. Aku bukan kutu buku dan aku bukan orang yang senang memiliki banyak teman. Aku senang sendiri disisi lain aku membutuhkan hal sosial secara nyata tidak lewat dunia maya. Itulah yang membuatku kesal.'
"Dika, nanti malam fotoin PRnya ya." Ucap teman sekelasku yang tidak ingin kuingat namanya.
"Iya iya iya." Jawabku dengan datar. Sudah kuduga hal itu akan terjadi.
"Eh, Dik. Aku duluan ya. " Ucapnya untuk berpisah saat di pertigaan jalan.
Lalu aku hanya menganggukan kepala dan dia berjalan ke arah kiri sedangkan aku harus menyebrang jalan ke depan.
...
Diperjalanan aku bertemu dengan pria dewasa berpakaian jas putih, rapih, bau parfum yang wangi dan tidak menyengat.
"Hei nak, apa kabar?"
"Baik." Ucapku.
Lalu pria tersebut mengayunkan tangan dan menepuk pundak-ku
"Tak." Suara tepukan.
Ntah kenapa aku merasa pusing dan mual. Dan seketika aku tak sadarkan diri
Dan setelah aku terbangun
Aku sudah berada di ruangan yang gelap.Aku mulai panik. Air mataku dengan spontan keluar dikarenakan rasa panik yang amat dalam. Aku mulai berpikir bahwa diriku diculik.
Ternyata ada sebuah perasaan yang tidak bisa dilawan dengan logika.
"Dimana aku, disini gelap sekali." Aku berdiri dan mulai mencoba meraba-raba untuk mengetahui posisi diriku.
"Cetak." Suara lampu menyala.
Aku melihat pintu besi itu terbuka dengan suara gesekan yang menggetarkan kakiku.
Tanpa basa-basi aku langsung berlari keluar. Ada penjaga dengan pakaian kuno yang lagi memegang tombak. Lalu berkata....
"Yo bocah SMA? Aku adalah pria dengan jas berwarna putih itu. Dan selamat datang di duniaku yang bernama dunia Afta's. Aku membawa mu karena kau begitu arogan dengan semua keluhanmu. Hahaha. Aku akan mengetes mu bagaimana kau mengatasi dunia yang lebih sulit dari bumi. Kau menyedihkan. Hahahaha." Ujar penjaga tersebut sembari tertawa ria.
"Masih ada kah manusia yang seperti itu di dunia ini? Konyol sekali. Ucapannya terlalu bertele-tele. Namun walau hal itu ada dalam pikiranku tetap saja aku kebingungan." Ucapku dalam hati
"Oy, oy, kau jahat dan payah sekali ya. Aku itu bukan manusia. Aku bisa membaca pikiran mu. Aku itu adalah Dewa. Hahaha. Kau pasti terkejut ya kan. Yakan?" Ucap penjaga yang mengaku dewa tersebut.
"Hah? Bagaimana kau bisa tahu apa yang kupikirkan? Kau pasti hanya menebaknya." Ujarku tidak percaya.
"Yeuh.... Gak percaya. Tapi coba aja liat sekitar mu. Kau berada di dunia yang mirip game yang kau sebut bergenre RPG. Kau suka game kan, Dika? Ya kau memiliki kemampuan unik didunia ini yaitu kau bisa mempelajari banyak hal. Kau hanya perlu mengusapkan tangan mu ke muka. Dan kau akan melihat menu bar didepan mukamu, bila kau mau menghilangkannya, kau perlu mengusap mukamu lagi. orang lain tak akan bisa melihatnya kecuali aku dan dirimu. Dan kaulah orang pertama yang masuk ke dunia ini. Dunia ini sangat unik loh. waktuku mau habis, aku mau mandi dulu. Dadah. Hahaha. Oh ya, jangan sampai mati ya!" Dan dewa itu menghilang bagai asap yang menghilang.
"Hah? Tidak.... Bagaimana aku harus bertahan hidup disini? Dan aku harus apa untuk hidup. Dan dia benar-benar membaca pikiranku tentang game bergenre RPG?" aku berteriak tanpa arti sembari menekan kedua sisi kepalaku.
Aku pasrah dengan apa yang terjadi. Ini bagaikan mimpi.
Aku menggeram marah dicampur sedih. Diusiaku yang sudah berumur 16 tahun ini terpaksa bertahan hidup dari awal yang tidak memiliki apa-apa dan tak bisa apa-apa. Dan aku sudah percaya bahwa pria tadi adalah Dewa di dunia yang bernama Afta's ini.
Bahkan aku tidak mengetahui nama dewa tersebut.
"Tidak, aku harus bisa melawan semua ini. Aku akan berusaha tidak mengeluh dan bermalas-malasan selayaknya diriku di bumi."
Untuk membuktikan perkataan Dewa tadi, aku mulai mengusap muka ku lalu melihat menu bar level, ability/skill, attribute, profile, dan job. Ternyata yang dia katakan itu benar. Tanpa melihat detail menu tersebut, aku menutup menu bar tersebut dengan mengusap mukaku kembali.
Ya inilah awal mulaku untuk memulai kehidupan yang mandiri di dunia yang katanya mirip game ini. Dan aku punya suatu ketakutan didunia ini
"Aku takut mati." Ujarku dengan mata yang melotot serta tubuhku yang merinding.
Aku pergi dengan tujuan bertemu dengan orang lain, lalu terdengar suara gesekan pintu besi.
Aku yang sudah berjalan menengok kebelakang dan melihat pintu besi itu tertutup lalu menghilang.
Mataku terbelalak akibat melihat sebuah kejadian diluar akal sehatku.
Aku memejamkan mata dan kembali berjalan meninggalkan pintu besi yang menghilang dengan harapan bertemu dengan orang lain yang berada di dunia ini.
Suasana di Dunia Afta's sangatlah sejuk karena sore hari dan pepohonan yang menghalangi pandanganku ketika melihat ke samping kanan dan kiri.
Sangatlah berbeda dengan Bumi, udara disini membuatku nyaman dan merasa ingin tinggal di dunia yang aku tidak tahu isinya.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Afta's
FantasyRemaja dengan pendidikan Sekolah Menengah Atas yang selalu mengeluh dengan hidupnya di dunia. Semua berubah ketika pria berjas putih menepuk pundak remaja yang bernama Dika Alif. Setelah tepukan itu, Dika pingsan dan sudah berada di tempat gelap yan...