LIONA

79 2 1
                                    



Siang itu aku menemani Mama berbelanja di sebuah pasar modern di daerah dekat rumahku. Karena esok adalah ulang tahunku yang ke-sembilan. Mama ingin membuatkan perayaan kecil-kecilan untukku bersama Papa. Sebelumnya, Papa menawarkanku untuk membuatkan pesta ulang tahun yang mewah untukku, putri sematawayangnya sekaligus untuk mengenalkanku ke publik. Tapi Mama menolak, dengan alasan bukan waktu yang tepat untuk mengenalkanku ke publik. Mengingat nama Hutabat di akhir namaku.

Siapa yang tak kenal perusahaan besar milik keluarga kami. Kakek yang membangun perusahaan dari nol hingga di wariskan kepada anak laki-laki sematawayangnya, Rizqi Kurniawan Hutabat, Papaku. Di tangan Papa HT Group menunjukan eksistensinya dan menjadi salah satu perusahaan yang menunjang roda perekonomian di Indonesia. Tak heran jika tempat tinggal kami berada di kawasan elit. Dan bukan sebuah ketidakmungkinan kehidupanku akan terancam jika semua orang mengenalku sebagai anak dari pemilik HT Group. Ya, selama ini aku disembunyikan. Publik hanya tau nama putri dari pemilik HT Group adalah Liona.

Bergelimang harta bukan berarti keluargaku foya-foya dan menghambur-hamburkan uang. Beruntungnya Papa mendapatkan sosok istri seperti Mama. Mama yang sederhana, yang selalu mengingatkan Papa untuk terus berlaku jujur.

Aku salut dengan Mama yang tidak menghambur-hamburkan uang hanya untuk mengoleksi baju, perhiasan, tas, dan sepatu bermerek seperti istri jutawan kebanyakan. Mama hanya membeli seperlunya, ia mengajarkanku untuk selalu melihat ke bawah. Jadilah Papa membuat yayasan amal untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Dan Mama tidak sungkan untuk berbelanja ke pasar, baik itu tradisional maupun modern. Eits, bukan karena Mamaku pelit. Mama ingin menghargai usaha mereka di tengah-tengah maraknya persaingan dagang antara perusahaan besar dan pedagang kecil.

Aku pernah bertanya pada Mama mengenai keluarganya karena aku belum pernah bertemu satupun keluarga dari Mama. Ternyata kedua orang tua Mama meninggal saat dalam perjalanan bisnis ke Jerman, mobil yang membawa mereka menuju bandara oleng. Beruntungnya Mama yang saat itu baru berusia 10 bulan tidak ikut. Alhasil, Mama dirawat kakek seorang diri karena nenek telah tiada. Menginjak usia 20 tahun kakek menjodohkan Mama dengan Papa. Beberapa hari setelah Mama menikah kakek telah menghembuskan nafas terakhirnya. Dan perusahaan milik keluarga Mama telah berpindah tangan menjadi milik Papa, termasuk cabang perusahaan yang berada di Jerman yang saat ini di kelola oleh kakak kandung Papa.

Sungguh aku sangat menganggumi wanita yang saat ini menggenggam erat tanganku. Wanita yang berhati mulia serta sangat tulus mencintaiku dan Papa.

"Lio sayang, kamu capek? Kepanasan ya?" ucap Mama sambil mengusap keringat di pelipisku dengan sapu tangan. Aku menatapnya, memberikan sebuah gelengan. Mama terkekeh, mencubit pipiku gemas.

"Habis ini kita makan eskrim ya? Lio suka eskrim kan?" Aku membalas dengan anggukan. Mama tersenyum dan kembali menatap si penjual.

"Berapa mas semuanya?" Setelah mendapat jawaban dari si penjual Mama mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribu dan memberikannya. Kemudian si penjual memberikan sisa dari total yang harus di berikan. Tak lupa Mama mengucapkan terima kasih.

Mama menarik tanganku keluar dari kerumunan orang yang sedang bertransaksi. Menuntunku untuk terus berada di dekatnya. Setelah di luar Mama menghubungi Mang Wi, supir keluarga kami, untuk menjemput kami nanti di kafe yang kami tuju. Kafe ini terletak agak jauh dari pasar modern yang tadi kami datangi.

Di kafe ini menyajikan berbagai menu manis, sesuai dengan kesukaanku. Mama menyebutkan pesanan, lalu memilih untuk duduk di dekat jendela karena kebetulan kafe ini memiliki jendela yang besar dan menghadap jalanan sehingga orang di luar dapat melihat ke dalam begitpun sebaliknya.

Mama terus memperhatikanku sambil sesekali tersenyum melihatku yang begitu bersemangat memakan eskrim tanpa sadar eskrim berwarna cokelat ini telah mendominasi wajahku. Sentuhan lembut Mama menghalau rasa lengket diwajahku, dengan telaten Mama membersihkannya menggunakan tisu basah.

Putri Dalam SangkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang