Liona memang sudah diperbolehkan pulang tapi bukan berarti kondisinya sudah stabil. Ia masih harus dipantau rutin oleh Dokter Prihatmoko. Rizqi memohon kepada pihak rumah sakit untuk membiarkan Liona pulang karena akan sulit bagi Rizqi menjaganya mengingat rumah sakit adalah tempat umum.
Mata Liona terganggu dengan terik sinar mentari pagi yang dibiarkan lolos melewati jendela kamarnya. Ia menggeliat dan bergumam tak jelas sebelum membuka matanya. Begitu kesadarannya sudah terkumpul matanya menangkap Elwin tengah bersedekap menertawainya.
"Heh kebo, kapan makannya kalo tidur mulu?"
Liona berdecih mendengar ledekan dari Elwin. Ia segera mendudukan dirinya lalu mengusap wajahnya dan tak sengaja pandangannya beralih ke sebelah kiri. Disebelahnya Rio tengah terduduk dan tersenyum lucu padanya namun hanya berbalaskan tatapan datar dari Liona. Seandainya ia tidak memiliki rasa benci, mungkin ia tidak akan tahan melihat perilaku manis nan menggemaskan dari Rio.
"Li, adek kamu imut ya kaya Kak El?" Mendengar itu Liona memutar pandangannya menatap Elwin jijik.
"Amit elo mah."
"Belom aja ketemu Om Hamsyah, ditegur kamu ngomong 'elo' sama Kak El." Liona buru-buru memasang ekspresi takut. Elwin biasanya ikut membalas ledekan dari Liona namun ia saat ini sedang ingin mengalah.
"Tuh buburnya dimakan ndoro. Saya keluar dulu," ucap Elwin berlogat Jawa. "Yuk Rio, kita pergi," lanjut Elwin yang dibalas anggukan dari Rio yang kemudian berjalan mendekati Elwin. Elwin memutar badannya menyerahkan punggungnya yang siap dinaiki Rio. Setelah Rio naik mereka pun pergi meninggalkan Liona sendirian dikamar.
Ia sama sekali tidak menyentuh buburnya dan hanya membiarkannya sampai dingin. Ia tahu bubur itu buatan Vanda dan Elwin berusaha membuatnya memakan masakan Vanda. Liona menyibakkan selimutnya lalu turun. Ia memilih berendam untuk menenangkan pikirannya. Mengingat bahwa darah wanita itu mengalir ditubuhnya terus membuatnya memikirkan hal-hal gila.
Tak lama setelah Liona pergi, Vanda memasuki kamar Liona, ya memang semenjak kejadian itu kamar Liona dibiarkan tidak terkunci. Bubur, minuman serta obat yang ia letakan diatas nakas masih utuh tak tersentuh dan Liona tidak ada diatas kasurnya. Vanda memanggil nama Liona berkali-kali namun telinga Liona sengaja dibuat tuli. Mendengar Vanda yang memanggil Liona menarik perhatian Rizqi untuk menghampirinya.
"Kenapa bun?"
"Liona belum makan apapun dan obatnya juga."
Rizqi hendak berteriak namun Liona sudah keluar dari kamar mandi dengan menggunakan jubah mandinya seakan tidak terjadi apapun. Liona mengabaikan mereka dan duduk dimeja rias miliknya. Menatap wajah pucatnya dalam diam.
"Kenapa buburnya belum dimakan Lio?" Vanda bertanya dengan lembut menatap pantulan wajah Liona di cermin. Liona balik menatapnya melalui pantulan cermin.
"Jangan harap saya akan berterima kasih atas darah yang anda berikan, tapi saya akan berterima kasih karena anda telah berhasil membuat saya merasa jijik dengan diri saya sendiri."
Vanda terdiam seribu bahasa. Rizqi sudah siap berjalan menghampiri Liona sebelum Elwin menghadangnya dan mendorong Rizqi keluar. Elwin kembali masuk dan menatap Liona tidak percaya atas perkataan tajamnya. Kemudian membantu Vanda membawa nampan dan keluar bersama Vanda dari kamar Liona.
***
Melihat Liona yang tetap bersikukuh dengan pendiriannya yang tidak akan makan Elwin mengajak Liona pergi ke luar. Padahal Bi Ida sudah memasak supaya Liona mau makan di rumah namun mood-nya memang sedang hancur. Elwin mengendarai mobil tak tentu arah sesuai kemauan Liona yang sungguh tidak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Dalam Sangkar
Romance"Hidup mewah bak putri adalah impian semua perempuan di dunia. Tapi itu percuma jika kau pada akhirnya hanya menjadi Putri Dalam Sangkar"