"Nama saya Liona."
"Yang keras!"
"Nama saya Liona," teriak Liona lebih keras.
"Sebutin kesalahan kamu apa aja," titah senior yang Liona tahu dari name tagnya bernama Nurlita Maharani.
Sialnya ia dihari pertama sekolah. Liona harus mengikuti masa orientasi siswa (MOS) supaya ia dapat berbaur dengan teman lainnya, begitulah sekiranya maksud Rizqi. Padahal sebelumnya Rizqi sendiri yang bilang tak apa jika ia tidak mengikuti masa orientasi. Dan kini Liona sama sekali tidak ada persiapan. Ia tidak tahu kalau harus mengenakan baju putih hitam terlebih dahulu, ia justru langsung mengenakan seragam putih abu-abunya. Jelas itu kesalahan yang amat sangat mencolok.
Ditambah ia tidak membawa satu pun barang yang harus dibawa. Dan yang lebih mencolok adalah rambut panjangnya yang berwarna kecokelatan. Sial, harusnya aku pakai wig saja, batinnya.
Dengan terpaksa Liona menyebutkan semua kesalahannya di tengah lapangan dan di depan seluruh murid baru SMA Harianda. Sedikit kesal, tapi banyak malunya. Ia sangat tidak suka jadi sorotan banyak orang. Akan sangat mengganggu pastinya.
Nurlita sang sosok senior yang sedari tadi berdiri disamping kanan Liona kini berpindah kesebelah kiri. Rupanya disebelah Liona terdapat mangsa buruan yang baru saja datang. Padahal acara sudah dimulai sejak jam 7. Dan saat ini sudah jam 8 lewat, sungguh terlalu.
"Nama!"
"Adrian."
"Yang kenceng! Lo cowok apa bencong?"
"Nama saya Adrian!" teriak siswa itu sangat kencang hingga membuat sebagian orang yang tidak fokus sedikit terkejut. Ia juga mendapat perlakuan yang sama seperti Liona, yaitu harus menyebutkan kesalahannya. Namun kesalahannya hanya simpel 'terlambat'.
Liona dan Adrian diletakan di tempat terpisah dari murid lainnya. Mereka di tangani oleh Nurlita yang ternyata menjabat sebagai ketua osis dan Sigit sebagai wakil ketua osis. Mereka berdiri dengan tangan dalam posisi istirahat. Sedang Sigit dan Nurlita berputar sambil memberikan pertanyaan. Belum sempat menjadi bulan-bulanan Nurlita dan Sigit, seorang guru wanita berkacamata yang kebetulan lewat menyapa mereka. Kemudian pandangannya teralihkan kepada Liona dan Adrian. Matanya menyipit dan sedikit menggeser kacamata yang bertengger di hidungnya agar dapat melihat jelas objek yang dilihat.
"Loh? Kamu Liona?" Tanya guru tersebut.
"Iya, Bu."
Guru tersebut nampak tertegun sesaat. Kemudian ia kembali menatap Nurlita dan Sigit.
"Begini Nak Lita dan Nak Sigit, Liona ini siswi pindahan dari luar negeri dan dia baru mendaftar jadi mohon dimaklumi ya," terang guru tersebut yang belum Liona ketahui namanya. Nurlita dan Sigit mengangguk mengerti begitu guru tersebut melanjutkan ucapannya untuk menjelaskan satu hal dan lain. Guru tersebut kembali menatap Liona.
"Mari nak, ibu ajak berkeliling."
Liona mengangguk. Ia menurunkan tangannya dari posisi istirahat. Sebelum beranjak ia sempat bertatapan dengan Adrian sepersekian detik. Hanya sebentar memang, tapi cukup jelas untuk sekedar melihat warna bola mata Adrian yang berwarna hazel dan wajahnya yang sedikit kebaratan.
"Ibu sampai lupa belum memperkenalkan diri," ucap guru tersebut sambil terkekeh.
"Nama Ibu Hotmaida, biasa dipanggil Bu Hotma tapi kadang anak-anak suka iseng manggil jadi Ibu Hot,"lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Dalam Sangkar
Romance"Hidup mewah bak putri adalah impian semua perempuan di dunia. Tapi itu percuma jika kau pada akhirnya hanya menjadi Putri Dalam Sangkar"