II

39 1 0
                                    


Setelah mendengar perkenalan dari anak laki-laki yang bernama Rio. Liona buru-buru angkat kaki dari ruang makan dengan ekspresi datar.

"Lio kamu mau kemana? Makan dulu," ucap Vanda halus. Liona menghentikan langkahnya pada anak tangga ke tiga.

"Lio udah kenyang," jawabnya tanpa mengubah pandangannya.

"Lio tapi Bunda kamu dan Bi Ida udah nyiapin ini semua buat kamu!" Rizqi mulai angkat suara.

"Bunda?" Liona tertawa meremehkan. "Lio nggak pernah punya Bunda. Lio cuma punya Mama!" ucap Liona sarkatis dan penuh penekanan pada setiap kata yang keluar dari mulutnya. Ia lalu melanjutkan langkahnya yang sempat tersendat.

Rizqi menggeleng-gelengkan kepalanya. Ternyata putrinya belum berubah. Kemudian ia beralih menatap Vanda. Vanda menunduk, hatinya tertohok mendengar ucapan pedas yang di lontarkan Liona. Rizqi menghampiri istrinya dan menarik Vanda dalam dekapannya.

"Jangan dipikirkan omongan Liona. Lebih baik kita makan," ucap Rizqi menenangkan. Ia melepaskan pelukannya. Vanda buru-buru menghapus air matanya. Rizqi yang melihatnya membantu menghapus air mata Vanda.

"Ayo kita makan. Bi, tolong panggil Mang Wi dan Pak Pudji, kita makan bersama," titah Rizqi pada Ida.

"Tapi Non Lio?"

"Tadi bawahan saya laporan kalau Lio sudah makan dalam perjalanan kemari," jelas Rizqi yang mengerti ke khawatiran Ida. Lalu Ida mengangguk mengerti kemudian berlalu pergi menuruti perintah majikannya.

Liona menatap pintu dihadapannya. Terdapat hiasan bertuliskan 'Welcome in Liona's Land'. Termenung lama ia memandang hiasan tersebut. Ia ingat hiasan itu ia buat bersama Yasmin, Mamanya, dan dipasang dengan bantuan Papanya. Setelah pikirannya kembali barulah ia menarik kenop pintu dan mendorong pintunya.

Gelap. Tangan Liona meraba mencari saklar. Saat lampu menyala Liona menyapu seluruh sudut kamarnya. Masih sama. Persis saat terakhir Liona meninggalkan kamarnya dulu. Ida mungkin membersihkannya setiap hari karena masih harum. Harum aroma melon, karena itu adalah aroma kesukaan Liona, sama seperti parfum yang dikenakannya saat ini.

Liona melangkahkan kakinya dan terduduk di kasur empuknya yang berwarna merah muda. Walau hanya untuk Liona, tapi kasur yang berada di kamar Liona berukuran king size. Dinding, barang-barang, dan semua pernak-pernik yang ada di kamar Liona di dominasi warna merah muda dan ungu.

Liona mulai menguap. Wajar saja, ia telah membuang energi banyak hari ini. Tapi sebelum tidur Liona menyempatkan untuk membersihkan diri karena badannya terasa lengket. Mungkin berendam adalah pilihan terbaik untuk menenangkan tubuh dan juga pikirannya.

***

Pagi ini Liona bangun lebih siang karena kelelahan. Setelah mandi Liona memilih pakaian apa yang akan di kenakannya hari ini. Di ruangan khusus pakaian di dalam kamarnya sudah tersedia beberapa pakaian. Bukan pakaiannya melainkan pakaian baru yang sudah disiapkan entah oleh siapa.

Pilihannya jatuh pada sweater berwarna merah muda dengan warna putih pada bagian kerah dan ujung lengannya. Sedangkan bawahannya ia memilih jeans panjang berwarna putih. Ia memilih mengenakan topi berwana putih juga sepatu berwarna biru muda dan putih yang membuat tampilannya semakin terlihat casual. Rambut panjangnya ia biakan terurai.

Liona menuruni tangga dengan cepat. Sepi. Suasana rumah benar-benar tenang. Vanda memanggil Liona dari arah ruang makan namun gadis itu berpura-pura tuli dan tetap melangkahkan kakinya. Liona memperlambat lajunya saat melihat Rizqi tengah berbincang dengan enam orang yang kemarin mengawal Liona. Enam pria itu berbaris di hadapan Rizqi. Ke enamnya mengalihkan pandangannya pada Liona. Membuat Rizqi mau tak mau ikut menoleh.

Putri Dalam SangkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang