SWEETEST GOODBYE : PART 6

164 15 11
                                    

Cerita ini mengandung banyak misteri. Perlu diperhatikan baik-baik cerita di setiap chapternya. Bisa saja di sana ada petunjuk yang bisa membongkar misteri tersebut. Intinya, cerita ini gak akan seru bila dibaca sepotong-sepotong atau loncat-loncat pemirsa..
😁😁😁

Sesampainya Shean di depan rumah Vano, ia pun langsung memarkirkan motor merahnya di depan gerbang. Shean turun dari motor lalu menekan bel rumahnya berulang kali. Namun nihil tak ada respon sekalipun dari dalam rumah tersebut. Yang meminta dirinya untuk datang, malah justru tidak bersiap-siap menyambutnya ke depan rumah.

"Mana sih tu anak gak keliatan batang idungnya!" ujar Shean kesal lantas mengeluarkan ponsel dari saku bajunya untuk segera menelpon dirinya.

"Panggilan yang anda tujui sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Mohon untuk menghubungi sesaat lagi."

"Aih shit! Kemana tuh anak! Gua bejek-bejek jadi pepes kadal kalo dia berani ngibulin gua!" protes Shean. Lalu ia berjalan menuju pintu belakang rumah tersebut. Ia tahu bahwa pintu belakang rumah Vano jarang sekali terkunci bila bukan dalam urusan genting.

"Kreeek." Berhasil. Pintu belakang rumah Vano memang tidak pernah terkunci. Walaupun begitu, bukan berarti rumah gedongan milik Vano tidak aman. Sebab rumah tersebut telah difasilitasi dengan beragam kamera cctv di segala penjuru.

Shean mempercepat langkah kakinya menuju kamar Vano di lantai atas. Seperti dugaannya, rumah itu terasa begitu sepi layaknya rumah yang tak berpenghuni. Desain rumahnya juga terkesan asing bagi Shean. Walaupun dari luar rumah tersebut terlihat megah. Warna darah pekat kehitaman mendominasi seluruh dinding dalam rumah tersebut. Entah kenapa mereka memilih warna itu. Tapi Shean yakin bahwa kemungkinan besar semua putra pak Kliwon menyukai warna itu.

Belum sampai di lantai 3 tempat Vano berada. Shean sudah dikejutkan dengan dentuman musik rock yang seakan-akan mau meruntuhkan atap-atap rumah tersebut.

Take me down
To the paradise city
Where the grass is green
And the girls are pretty
Oh, won't you please take me home🎵
Guns N' Roses - Paradise City

Shean membuka pintu kamarnya, "Vano! Vanooo!" panggil Shean dengan suara lantang. Namun anak itu tak menjawab panggilan Shean. Lalu Shean melirik ke atas meja belajar Vano dan melihat ada mainan ular-ularan di sana.

"Huwaaaaaa! Huwaaa! Mami kasur Vano ada ular gede banget!" teriak Vano sejadi-jadinya lantas ia pula lompat dari atas kasurnya. Shean hanya tersenyum jahil melihat kelakuan sahabatnya itu.

"Dasar anak mami! Gedein aja badan lo Van, sama ular mainan aja takut! Salah siapa udah penakut malah nyimpen kobra-kobraan! Kedatangan babon kobra tau rasa lo!" tawa Shean pecah melihatnya jatuh terguling-guling dari atas tempat tidurnya.

"Eh elu! Iseng banget sih! Ngagetin gua lu ah! Untung aja gua gak spot jantung lo lempar dia!" rengek Vano sambil menunjuk kobra-kobraan yang betul-betul mirip kobra sungguhan.

"Bodo! Salah sapa gak bukain gua pintu!" balas Shean lalu mematikan musik rock yang sangat memekakkan telinga.

"Eh lu kok rese' banget sih! Pake matiin musik favorit gua!" rengek Vano kesal.

"Ngapain lu ke sini?" sewot Vano berpura-pura tidak mengerti. Ia beranjak naik kembali ke atas tempat tidurnya dan duduk di sebelah Shean.

"Lo tadi nelpon gua bolot! Ah banyak cingcong lo ah! Lo mau kasih tau gua apaan tentang Laura? Atau lo jangan-jangan bohongin gua!" ucap Shean lalu meneloyor jidat sahabatnya itu hingga membuat si Vano salto ke belakang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sweetest GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang