CLARITY (Pt. 1)

1K 192 115
                                    

CLARITY
(I'm Seeing the World with Your Eyes)

[1/4]

Sebelumnya, Wonwoo selalu sendiri. Bukan dalam arti literal, tapi harfiah. Di sekitarnya selalu ada banyak orang: keluarga, teman sekelas, atau semua orang yang berpapasan dengannya di jalan. Namun kesendiriannya dapat dikatakan bahwa dia merasa sepi meski sekelilingnya ramai.

Hingga akhirnya Mingyu datang, mendobrak dinding kesendirian itu dan menawarkan untuk membagi semua padanya. Keluh-kesah, bahagia, kecewa, apapun--yang Wonwoo rasa tak mampu ditahan sendiri, Mingyu bersedia menanggungnya bersama. Termasuk jika Wonwoo lelah, Mingyu akan berlari padanya untuk sebuah pelukan yang menjanjikan ketenangan.

Ini pengalaman baru baginya.

Memiliki orang lain untuk bertukar cerita, kawan untuk saling mencicip makanan, dan menikmati musik dari alat penyetel yang sama.

Tiga bulan lalu Mingyu menyatakan, Wonwoo mencoba percaya dan berharap semua tidak akan berakhir.

***

Mereka memulai dengan perlahan.

Satu-dua kencan di akhir pekan. Tanpa genggaman atau ciuman. Karena Mingyu tak ingin terburu-buru dan Wonwoo perlu pembuktian.
"Apakah kau suka es krimnya? Minggu kemarin aku sudah pesankan mereka agar menyiapkan vanila tapi tampaknya mereka lupa," Mingyu menyengir, wajah mereka berhadapan.

Wonwoo tersenyum, "Co-ke-lat ju-ga ti-dak bu-ruk, kok."

Mingyu membuat ekspresi lega. "Kukira kau tidak akan suka."

"Wa-lau-pun es k-rim-nya ra-sa o-dol se-ka-li-pun, ji-ka ka-u ya-ng be-li pas-ti a-kan ku-ha-bis-kan."

Mingyu membuang muka ke samping karena ucapan Wonwoo masih blak-blakan seperti saat mereka pertama bertemu. Wajahnya menghangat.

Es krim adalah salah satu sarana mereka menciptakan obrolan. Selagi Mingyu menjilati jarinya yang ketumpahan es cair, Wonwoo akan mengeluarkan nota kecil yang digantung di leher dan mencatat daftar perilaku Mingyu yang baru. Bahwa Mingyu tertarik pada hal-hal yang sepele serta gampang tersipu.

***

Menjadi tuli berarti berjuang di dua dunia.

Satu: kau hidup di tengah-tengah masyarakat dengar dan terpaksa mengikuti karena semua orang selalu bergerak sementara kau stagnan saja, dan dua: hidup di kesunyian tanpa harus repot berbaur dengan orang dengar tapi konsekuensinya kau akan ketinggalan jaman.

Wonwoo sempat bimbang pada awalnya. Dia pernah tantrum dan terpikir bunuh diri karena tak mampu menahan takdir. Namun berkat keluarganya yang punya pasokan cinta lebih banyak dari rasa putus asa, Wonwoo berusaha.

Dia belajar dari nol. Dibekali pengalaman bahasa ketika dia masih bisa mendengar, Wonwoo punya pengetahuan dasar mengenai dengan cara apa dia harus memanggil orangtua perempuan dan laki-lakinya. Ibunya berhenti kerja karena ingin anaknya maju: Wonwoo memerhatikan bagaimana wanita itu menggerakkan bibirnya untuk mengajarinya bicara.

Setelah tiga hari, akhirnya Wonwoo mampu menguasai kosakata ringan tentang nama hewan dan buah-buahan.

***

HERTZ | MeanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang