Good friends are like stars. You don't always see them. But you know they are always there.
☔☔☔"Ma, tadi Tiara udah bawa salah satu lukisan Tiara dan sekarang tiara mau nunjukin sesuatu sama Mama." Tiara menyodorkan lukisannya kepada Mamanya.
"Mama bisa liatkan? Wajahnya bisa Tiara lukis serapi itu. Kalaupun Tiara pernah ketemu sama dia, mana mungkin Tiara bisa seingat itu sama wajahnya. Dan..... Mama mau tau siapa orang yang ada di lukisan itu?" Tiara terdiam beberapa saat. "Itu orangnya." Tiara menunjuk seorang pria yang sedang duduk di pinggir jalan seperti gelandangan.
"Kamu yakin? Dia orangnya?"
Tiara hanya membalas dengan anggukan.
"Terserah kamu deh."
"Lihat deh Ma dia itu kayak gelandangan gitu, aku jadi kasihan kita tolongin aja ya ma. Please...."
"Iya loh sayang nggak papa." Dia hanya tersenyum melihat anaknya yang sangat baik hati itu.
Mungkin kamu perlu punya temen di samping kamu. Karena mama nggak bisa selalu di samping kamu sayang.-Rita.
***
"Ehm..." deheman Tiara mengusik lamunan Arya."Kenapa kamu nggak pulang ke rumah kamu?" Tiara menyodorkan payungnya ke arah Arya.
"Entahlah... aku tidak bisa menemukan alamat rumahku. Semua tempat di sini semuanya sama saja. Hanya ada gedung-gedung tinggi yang menjulang." Kata Arya sambil menggaruk kepalanya.
Tiara pun tersenyum "Apa kau lapar? Ayo makan di rumahku." Kata Tiara sambil mengulurkan tangannya.
Namun Arya tidak kunjung menyambut tangan. Wajahnya masih menunjukkan kebingungan yang sangat besar.
"Ayolah... kalau kau terus seperti ini kau bisa dikira orang gila."Tiara menarik tangan Arya memaksanya memasuki mobil.
Arya memang terlihat seperti orang gila. Rambut yang berantakan dan bajunya yang lusuh membuatnya terlihat seperti gelandangan.
"Apa ini?" Kata Arya saat memasuki mobil.
"Ini mobil, Arya. Bisakah kau tidak bertanya. Aku mulai merasa kesal setiap kali kau bertanya." Kata Tiara kepada Arya yang duduk di belakangnya.
Arya hanya tertunduk mendengar kemarahan Tiara. Dan Rita, dia tidak sanggup menahan tawanya melihat tingkah Arya.
***
"Sebelum makan, sebaiknya kau mandi dulu." Tiara memberikan pakaian yang biasa dia gunakan untuk olahraga pagi pada Arya. "Handuknya ada di kamar mandi."Lalu Tiara beranjak ke dapur untuk membantu mamanya menyiapkan makan malam.
"Kamu yakin ngasih baju itu untuk dipakai sama Arya." Tanya Rita tetapi masih fokus memotong sayuran.
"Habisnya nggak ada baju yang cocok buat dia sih Ma. Nggak mungkinkan aku nyuruh dia pakai rok?"
"Iyasih...besok sepulang sekolah kamu temenin dia beli baju ya Ra." Tiara hanya membalas dengan anggukan.
Siapa sangka Rita begitu perhatian pada Arya. Padahal Rita baru saja bertemu dengan Arya.
***
Setelah menunggu dua jam, akhirnya Arya keluar juga dari kamar mandi.
Sebenarnya Tiara ingin sekali memarahi Arya, tapi dia membatalkan niatannya itu. Tiara mulai memaklumi sikap Arya yang mungkin harus membiasakan diri dengan dunia yang baru.Setelah selesai makan malam, Tiara dan mamanya mulai merapikan gudang yang ada di belakang rumah mereka. Gudang yang sebelumnya pernah mereka bersihkan itu dipilih Rita sebagai tempat tinggal Arya, karena Rita masing menjaga jarak dengan Arya. Rita masih belum begitu percaya dengan pria itu. Setidaknya tidak untuk tinggal dalam satu rumah. Gudang yang akan ditempati Arya cukup luas. Mungkin malam ini gudang itu masih dirapikan seadanya saja. Tapi besok mereka akan merapikan segalanya agar Arya bisa tinggal di sana dengan nyaman.
***
Hari ini Rita tidak masuk kerja, pagi ini setelah Rita mengantar Tiara ke sekolah Rita mengajak Arya untuk pergi ke sebuah tanah lapang di dekat rumahnya, di sana Rita mengajarkan Arya cara mengemudikan mobil. Siapa sangka Arya sangat mudah mengerti semua yang diajarkan oleh Rita.
Rita melakukan ini semua hanya untuk Tiara. Hanya untuk sekedar jaga-jaga. Karena Rita akhir-akhir ini semakin sibuk. Dia sering pergi keluar kota, bahkan keluar negeri. Dengan kehadiran Arya mungkin Tiara tidak akan kesepian dan Tiara akan memiliki teman yang selalu ada bersamanya. Tiara tidak akan sendirian lagi.
***
"Mama nggak kerja?" Tiara cukup kaget saat menyadari kalau Mamanya ada di rumah."Memangnya kenapa? Kamu nggak suka?"
"Bukannya gitu loh Ma. Kalau tau Mama nggak kerja kita kan bisa makan siang sama-sama." Tiara tampak kesal.
"Ya udah, ayo makan siang sama-sama." Rita mulai berjalan menuju ruang makan.
"Tiara udah makan duluan Ma." Tiara mematikan TV yang sejak tadi menyala.
"Yah...padahal Mama pengen banget makan siang sama kamu. Kan jarang-jarang bisa makan siang bareng."
"Kan tadi Tiara bilang gitu Ma." Tiara menepuk jidatnya pelan. "Ya udah deh Mama sama Arya langsung makan aja, Tiara mau lanjutin lukisan Tiara yang kemaren."
***
Tiara nampak fokus sekali menyelesaikan lukiasannya. Likusan Arya kecil dan Nora kecil. Tiara memilih untuk menyelesaikan lukisannya di halaman belakang rumah." Hei..." sapaan Arya mengejutkan Tiara. Hampir saja, ada coretan di lukisan sempurna Tiara. Tiara merasa sedikit kesal, dia bahkan meremas kuasnya cukup keras. Untung saja kuasnya itu tidak patah. Tiara sangat kesal kalau sampai ada orang yang mengganggunya saat melukis.
"Huf.... Apa?" Akhirnya Tiara angkat bicara setelah berhasil meredam emosinya. Bagaimana pun Tiara sudah menganggap Arya sebagai salah satu model dalam lukisannya. Tiara harus bersikap ramah pada Arya.
"Kamu sedang melukis ya?" Arya mulai memperhatikan setiap sisi dari lukisan Tiara.
"Astaga.... pertanyaan macam apa itu? Jelas-jelas aku sedang melukis." batin Tiara. "Iya" jawabnya singkat.
"Tunggu dulu...."
"Apa?" Tiara membalikkan badannya untuk melihat ke arah Arya.
" Ini aku kan?" Tanya Arya.
"Menurut mu?"Tiara justru balik bertanya.
"Iya ini aku..... Astaga.... dan ini siapa ya?" Arya mulai berpikir, seperti menggali kembali ingatannya yang tertimbun selama ribuan tahun.
"Ini Nora." Kata Tiara. Arya hanya mengerutkan dahinya. "Itu nama yang ku berikan." lanjutnya.
"Sepertinya namanya bukan itu... Aku ingat sekali. Ooh iya namanya Liona. Bukan... Ehm Lili? Bukan... Ino? Bukan... Ooh iya aku sudah ingat. Namanya Lionora aku sering memanggilnya Ino." Akhirnya Arya dapat mengingatnya.
"Yah... Kurang lebih namanya miripkan?" Tiara melanjutkan lukisannya.
"Kau bisa kenal Ino dari mana? Kalian pernah bertemu? Darimana kau tahu ini? Kau melihat kami sering bermain saat masih kecil? Aku ingat sekali kejadian ini. Dia adalah teman dekat ku dulu mungkin hingga sekarang? Bagaimana keadaannya sekarang ya? Apa dia baik-baik saja?" Arya tidak pernah berhenti bicara.
"Astaga.... banyak sekali pertanyaan mu. Mungkin aku salah memberimu nama Arya. Mungkin nama 'tuan yang hobi bertanya' adalah nama yang cocok? Asal kau tahu saja, aku setiap malam selalu bermimpi mengenai kalian. Lalu setiap yang ku lihat ku lukiskan ke kanvas."
"Memangnya bisa seperti itu ya? Aku tidak percaya."
"Kau kira aku percaya padamu? Dari semua penjelasanmu mengenai dirimu, kau seolah-olah mengatakan bahwa kau datang dari masa lalu. Mungkin beribu-tibu tahun yang lalu. Tapi? Kenapa kau bisa berbicara dalam bahasa kami? Aku masih belum percaya pada mu."
"Astaga kau tak perlu marah seperti itu. Aku hanya bercanda. Justru karena kau berkata bahwa kau bermimpi tentang ku aku jadi mendapatkan jawabannya. Mulai ada kepingan-kepingan jawaban dari setiap pertanyaan ku."
"Maksudmu?"
***
18 Februari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish
Fantasy"Harapan yang menyatukan kita dan pada akhirnya harapan yang memisahkan kita." Kenapa harus berharap pada bintang jatuh yang munculnya tidak dapat diterka? Kenapa harus berharap pada lilin di kue ulang tahun yang hanya datang setahun sekali? Kenap...