Nyatanya kita tidak bisa mengulang waktu yang sudah berputar meninggalkan kita.
Tiara
☔☔☔"Maksudmu?"
"Maksudku aku dulu juga sering bermimpi tentang seorang wanita yang mirip sekali denganmu. Tapi dia memiliki rambut panjang berwarna hitam sedangkan kau memiliki rambut pendek berwarna pirang. Banyak hal yang ku lihat dalam mimpiku. Dia adalah gadis yang baik. Dan aku baru menyadari ternyata di mimpiku, latar tempatnya sama dengan latar kota ini. Banyak gedung busar dan mobil yang lalu lalang. Ooh iya pakaian anrh dan lampu-lampy itu juga sama." Jelas arya.
"Tunggu dulu... jadi maksudmu kalau selama ini aku bermimpi mengenai masa lalu tentangmu dan kau bermimpi mengenai masa depan tentang ku?"
"Yup tepat sekali. Seperti kepingan jawabannya mulai tersusun. Mungkin saja kalau kita bisa menjawabnya aku bisa kembali ke masa ku?"
"Kau yakin dengan hal itu? Memangnya kau bisa kembali ke masa lalu?"
"Kalau aku bisa datang ke masa depan kenapa aku tidak bisa kembali ke masa lalu?"
"Benar juga. Tapi kalau memajukan waktu itu masih masuk akal. Tapi kalau mundur sepertinya tidak bisa. Misalnya kau melakukan kesalahan, kau tidak akan pernah bisa mengulang waktu untuk menghapus kesalahanmu tapi kau bisa memperbaikinya di waktu yang sedang berjalan. Benarkan?"
"Benar juga. Tapi, tidak ada salahnya untuk mencobakan?"
"Kau benar."
"Ino juga suka melukis loh!" Kata Arya seakan tidak membiarkan keheningan tercipta diantara mereka.
"Serius?" Tiara suka sekali ketika mendengar ada orang lain yang juga hobi melukis.
"IYA... Ino sangat suka melukis, tapi dia tidak pernah mau melukis wajahku. Wajahku terlalu jelek katanya. Dia lebih suka melukis pemandangan atau bunga. Bahkan dia lebih memilih melukis bambu dari pada melukis wajahku ini." Omel Arya.
"Hahaha... ternyata Ino memiliki mata yang bagus. Memang lebih baik melukis bambu dari pada wajahmu."
"Apa maksudmu? Bukannya kau sering melukis wajahku yang tampan ini?"
"Aku bukan bermaksud melukis wajahmu, aku hanya ingin melukis mimpiku agar aku tidak melupakannya."
"Tapi lukisan Ino benar-benar bagus loh, Ino memang hanya menggunakan cat berwarna hitam saja. Tapi lukisannya tetap terlihat elegan. Dan lukisanmu walaupun menggunakan banyak warna, lukisanmu masih kalah jauh dari lukisan Ino." Kedua belah pihak ini nampak mulai saling ejek.
"Apa maksudmu? Lukisanku jelek ha?" Tiara memang suka mengetahui bahwa ada orang lain yang memiliki hobi yang sama dengannya, tapi dia paling benci kalau ada yang membanding-bandingkan lukisannya dengan lukisan orang lain.
"Bukannya jelek, hanya saja punya Ino lebih bagus." Arya tidak henti-hentinya memuji Ino.
"Lukisan yang ada di kamar ku juga kamu yang lukis ya?" Untuk kesekian kalinya Arya tidak membiarkan keheningan tercipta.
"Iya." Jawab Tiara singkat. Nampaknya Tiara masih marah atas 'hinaan' dari Arya.
"Aku ngeliat ada tiga lukisan wajah aku."
"Hm... Itu memang kamu. Ooh iya... Aku ingat sesuatu. Kenapa wajah kamu hampir di setiap situasi itu datar banget disertai dengan mata yang dingin? Aku hanya ngeliat kamu senyum itu cuman sekali, hanya waktu kamu lagi ada di dekat Nora."
"Ooh...ekspresi itu? Aku memang lebih suka memasang wajah seperti itu. Agar aku terlihat lebih tampan."
"Hah... Terserah deh."
"Hahaha... Aku bercanda. Memangnya kau tidak tahu aku sedang apa saat itu?" Tiara hanya menggelengkan kepala dan hanya fokus pada kanvas di depannya. "Pada lukisan pertama aku sedang memegang belati. Pada lukisan kedua aku sedang memegang busur panah. Dan pada lukisan ketiga aku sedang memegang pedang. Apa kau tidak bisa menyimpulkan sesuatu?"
Lagi-lagi Tiara hanya menggeleng.
"Di setiap lukisan senjataku bersimbah darah. Kau sudah bisa menyimpulkan sesuatu?"
Seperti sebelumnya Tiara hanya menggeleng dan terus menatap kanvasnya. Dan sibuk bermain dengan kuas dan catnya.
"Aku seorang pembunuh bayaran berdarah dingin. Kau puas?"
Tiara hanya diam mematung sebisa mungkin dia menjaga agar ekspresi wajah tetap datar.
"Kau tidak percaya?"
Tiara masih tetap saja diam. Dia menelan salivanya mencoba membasahi kerongkongannya yang kering.
"Akan ku buktikan padamu." Arya mengambil sebuah gelas yang ada di dekatnya memecahkannya ke sudut meja. Arya mengambil kepingan kaca yang paling besar.
"Kau ingin bukti kan?" Kata Arya sambil mendekatkan kepingan kaca itu ke dekat leher Tiara.
Tiara tetap diam tidak bergerak dia mencoba melihat ekspresi Arya dari ekor matanya. Wajah datar itu, mata dingin itu, semuanya sama. Sama-sama menakutkan. "Apa aku salah bicara? Apa dia sakit hati karena aku mengacuhkannya?" Batin Tiara.
"Tiara.... " terdengar suara teriakan Rita dari dalam rumah memanggilnya.
"Hahaha... lihat wajahmu... Kau takut? Wajahmu pucat sekali! Sudahlah tidak usah setakut itu pada ku. Lagi pula aku sudah pensiun. Walaupun masih ada kemungkinan untuk bekerja lagi sih. Tapi tenang saja aku tidak akan membunuhmu. Kau dan Nyonya Rita adalah orang baik. Aku tidak akan menyakiti kalian dan tidak akan membiarkan ada yang menyakiti kalian. Aku juga tidak akan membunuh seseorang kecuali ada yang membayarku. Kau dengar tadi aku bilang kalau aku pembunuh bayarankan? Aku tidak akan mau repot-repot membunuh orang kalau tidak dibayar." Untuk pertama kalinya kata-kata yang keluar dari mulut Arya disyukuri oleh Tiara. Tiara cukup lega mendengarnya.
"Hei..." Arya melambaikan tangannya di depan wajah Tiara. "Ibumu terus memanggilmu. Kau tidak mau menemuinya? Jangan marah lagi." Akhirnya lamunan Tiara pun hilang.
"Eeh.. Iya sebentar Ma." Jawab Tiara pada Rita yang sejak tadi memanggilnya dengan teriakan.
"Arya, aku bisa minta tolong kamu rapihin barang-barang aku nggak? Nanti simpan ke gudang aja ya!" Tiara berlari memasuki rumah. Jantungnya masih berdebar kencang bukan main sejak Arya mengatakan bahwa dia pembunuh bayaran.
"Sepertinya aku sudah berurusan dengan orang yang salah. Apa yang harus ku lakukan sekarang?" Batin Tiara sambil menggigiti kuku-kukunya.
"Kamu kenapa sayang?" Sentuhan lembut rita di bahu Tiara mengejutkannya, "Mama ngagetin aku aja deh. Huh...." Tiara mencoba mengontrol denyut jantungnya.
"Mama mau pergi dulu, kamu di rumah aja sama Arya atau kamu mau Mama anterin kamu pergi buat beliin semua kebutuhan Arya?"
"Bisa mati beneran nanti aku kalau tinggal berdua dengan Arya di rumah. Kayaknya lebih aman kalau aku pergi keluar sama Arya, setidaknya di luar rumah bakalan banyak orang yang lalu lalang jadi dia nggak bakalan berani bunuh aku nanti." Batin Tiara.
"Kami pergi belanja aja deh Ma."
"Ya udah kamu siap-siap dulu deh Mama tunggu di mobil, jangan lupa ajak Arya. Ooh iya kalau nanti kalian udah selesai belanjanya pulangnya naik bus aja ya Ra." Kata Tiara.
"Ma kayaknya lebih baik Mama aja deh yang manggil Arya biar lebih cepat. Aku langsung nyusul kalian ke mobil aja nanti." Tiara langsung berlari menaiki tangga menuju kamarnya tanpa menunggu jawaban dari Mamanya.
***
18 Februari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish
Fantasy"Harapan yang menyatukan kita dan pada akhirnya harapan yang memisahkan kita." Kenapa harus berharap pada bintang jatuh yang munculnya tidak dapat diterka? Kenapa harus berharap pada lilin di kue ulang tahun yang hanya datang setahun sekali? Kenap...