AR: 005| The Monster of Bear

51 5 0
                                    


AKU MASIH BERADA DI ISTANA MAKHLUK ITU.

Aku tak tau sudah berapa hari aku berada di tempat yang masih belum ku akui kenyataannya. Sampai sekarang saja, aku masih memikirkan mengapa aku terbangun di hutan sial ini dan berada di istana makhluk itu. Memikirkan semua ini hanya akan membuatku gila. Ingin rasanya aku kabur dari tempat ini, namun aku belum memiliki pengalaman apapun mengenai kata 'kabur'. Aku memang sering kabur saat pelajaran sekolah, namun kali ini berbeda. Mungkin jika aku kabur dari tempat ini, aku harus menahan sakit akibat beberapa goresan dari pedang yang mengenai kulitku atau bahkan harus menahan sakit karena sesuatu menusukku.

"Nona, apa kau akan membiarkan makan siang Anda dingin dengan melamun sepanjang hari?" Suara Elle memecah pikiranku.

Aku hanya menoleh untuk memberikan senyuman kemudian menatap pada jendela teluk yang berada di kamarku. Aku tak tau mengapa, tapi aku benar-benar tak nafsu makan. Ku rasakan kulitku yang mulai mengendur karena beberapa hari ini aku tak melakukan olahraga dan sibuk memikirkan hal yang tiada ujungnya membuatku terlihat sangat kurus seperti ini.

"Ayolah nona, Anda belum mengisi perut untuk 3 hari ini. Bagaimana jika Anda sakit? Tuan muda pasti—"

"Pasti apa Elle? Aku sanggup tidak makan sepanjang hari, aku hanya ingin pulang. Itu saja." Kataku tanpa menoleh pada Elle sedikitpun dan masih memerhatikan kawanan burung pipit yang tengah menghisap madu dari bunga-bunga taman.

Aku merasakan Elle berjalan dan kini tengah berdiri di sampingku. "Nona..." Aku yakin Elle sedang menatapku nanar. Mungkin aku tampak seperti wanita yang menyedihakan.

"Wah.. wah... wah.. sepertinya ada yang sengaja menahan lapar di sini." Axel. Suaranya yang memenuhi ruangan tanpa diundang membuatku dan Elle menoleh kepadanya. Setelah mengenal Axel sejauh ini, aku bisa mengatakan bahwa dia makhluk yang sangat tidak sopan. Atau mungkin terlalu .... rumit untuk dijelaskan. Ya, mereka memang makhluk yang sangat rumit untuk dijelaskan seperti yang pernah Axel katakan beberapa hari lalu.

Aku masih bungkam dan tak menjawab sepatah kata pun kalimatnya. Masih mengamati kawanan burung pipit, Axel secara tiba-tiba berdiri di sampingku menggantikan Elle yang entah di mana keberadaannya sekarang.

"Kau mau ke sana?" Tanya Axel sambil sedikit membungkuk untuk menyetarakan gelombang suaranya dengan telingaku. Aku pun menoleh tak percaya akan tawarannya dan tanpa berpikir panjang aku mengangguk untuk menyetujuinya.

Axel membawaku menuju taman tempat kawanan burung pipit meminum madu segar. Aku sempat menutup mataku beberapa saat ketika angin menyapu wajahku dengan lembut diiringi kicauan burung yang menedihkan. Sesaat aku merasakan hidupku kembali.

"Kau akan tau kebenarannya setelah usiamu yang kedelapan belas." Ucap Axel

Aku membuka mataku dengan cepat seraya menatap tajam Axel. Sebenarnya butuh keberanian untuk menatap Axel, dikarenakan irisnya yang memiliki warna senada dengan cairan pengisi bola mata.

"Whoa.. santai nona. Jangan menatapku seakan ingin membunuhku." Memang.

Axel pun melanjutkan langkahnya dan aku berjalan berusaha menyamainya. "Aku merasa prihatin dengan keadaanmu yang sekarang. Aku tau kau masih bingung dengan keberadaanmu di sini secara tiba-tiba."

"Lalu, apakah kau akan memberitahuku cara untuk pulang. Jika tidak lebih baik kau diam. Aku tak suka mendengar omong kosong." Kataku sambil mengehela napas gusar.

"Kau sensitif sekali, membuatku lebih mengenal kelemahan Eminer." Ujar Axel dengan suara lirih.

"Apa maksudmu—"

Sea of Shades | Love is Poison and UnrealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang