AR: 006| The Beauty Bride Killer

32 3 0
                                    

Press the 'STAR' button and COMMENT.

VOTE and COMMENT so you can enjoy the next chapter. Thanks ya.













AKU MASIH HIDUP.

Mataku begitu sulit untuk membuka, tanganku terasa keram, nafasku sedikit tercekat. Ku coba tuk menenangkan diri sejenak, berpikir serasional mungkin dan menepis segala pikiran negatif yang akhir-akhir ini bersarang di memoriku. Syukurlah hanya bunga tidur.

"Begitu burukkah bunga tidurmu?" Tanya seorang laki-laki yang tengah berdiri di samping ranjangku ketika mataku perlahan membuka. Aku tak bisa melihat jelas wajahnya, penglihatanku masih samar setelah bangun tidur. Aku juga tidak mengenali suaranya, kepalaku terlalu pening untuk mengingat. Rasanya sakit sekali, seakan ingin pecah.

Berusaha sebisa mungkin untuk duduk, aku mengerjapkan mata beberapa kali mencoba untuk mengatur cahaya yang menembus mataku.

"Kau baik-baik saja?" Suara yang sama dengan laki-laki sebelumnya membuatku menoleh.

Aaron. Dia berdiri di samping ranjangku dengan kaos hitam dan celana jeans denim yang robek pada bagian lututnya.

Bagaimana bisa dia ada di sini?

"Kenapa kau—" Sebelum menyelesaikan kalimatku, Aaron memotongnya.

"Kau memanggil namaku sejak 15 menit lalu. Steve akhirnya menelponku untuk dating." Jawab Aaron datar.

Benarkah? Apa aku memanggil namanya dalam tidurku? Sungguh memalukan.

"A-aku tidak memanggilmu." Jawabku canggung. Jujur, saat ini aku merasa sangat malu.

"Terserah. Aku sudah mendengarnya sendiri." Ucap Aaron sambil menarik kursi mendekat ke arah ranjangku dan duduk. "Ada apa?" Tanyanya sambil membuka novel yang sedari tadi ia bawa.

"Hha?" Tanyaku kebingungan. Sungguh aku tidak bisa berpikir jernih sekarang. "A-aku tidak—" Aku membawa tanganku untuk menutupi wajahku. Memalukan sekali. Apa yang harus ku katakan? Aaron, aku bermimpi kau dimakan monster beruang, atau lupakan.

Aaron masih terfokus dengan novel yang kini i abaca. Jika ku lihat dari sampul bukunya, sepertinya itu adalah novel fantasi.

"Apa kau selalu menonton film horror di malam hari?" Tanyanya tanpa melirik sedikitpun kepadaku.

Aku terperanjat atas pertanyaannya. Film horror? Tentu saja tidak. Aku bahkan takut melihat patung lilin seorang hantu, bagaimana aku bisa menonton film horror, apalagi di malam hari.

"Tidak. Aku tidak suka."

"Film thriller, action atau sesuatu tentang psikopat?" Tanyanya sambil menutup novelnya setelah meletakkan pembatas pada halaman yang kini ia baca.

"Tentu saja tidak. Mengapa kau bertanya seperti itu?" Tanyaku geram. Apa dia pikir aku termasuk penggila hal-hal yang berbau pembunuhan?

"Lalu kenapa kau bermimpi tentang itu?"

Aku mendengus pasrah. "Baiklah, aku bermimpi tentang seorang wanita yang berubah menjadi monster beruang—"

"Elle?" Aku tercengang. Bagaimana dia bisa tau? "Kau menyebutkan semua nama itu lengkap saat kau tidur. Lalu?"

"Lalu beruang itu mengejarku hingga ke tengah hutan dan aku bertemu denganmu. Lalu kau dimakan monster itu dan berakhir dengan diriku yang juga dimakan."

"Kau meninggalkan bagian cerita yang penting." Aaron menaikkan satu alisnya.

"Semua sudah ku ceritakan lengkap." Jawabku datar sambil berusaha menggapai segelas air putih yang berada di atas nakas.

Sea of Shades | Love is Poison and UnrealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang