Mina 3

222 22 0
                                    

Malam semakin larut, angin masuk melalui sela-sela jendela menerbangkan tirai jendela. Suara gemersik pohon-pohon yang saling bergesekan dan suara burung hantu membuatku terbangun dari tidurku.
Aku menutup tirai jendela yang terbuka karena angin namun, sepasang mata itu masih menatapku tak bergeming.

Siapa dia, mengapa dia terus saja mengawasi semua gerak-geriku. Sepasang mata yang berada di kegelapan itu terus menatapku. Dengan mengendap-endap aku melangkah keluar rumah.

Dengan senter seadanya aku melangkah menuju bangunan tua itu. Siapapun orang itu aku ingin sekali bertanya mengapa dia terus saja mengawasiku dari kejauhan sejak aku berada di sini.

Aku menelusuri jalan setapak, memenang letak bangunan tua itu tidak terlalu jauh namun entah mengapa aku merasa tempat itu sangat jauh.
Hawa dingin menusuk kulitku bahkan jaket setebal ini tak mampu menahan hawa dingin malam ini. Tak beberapa lama aku sudah berada tepat dihadapan bangunan itu.

Pintu itu terbuka sendiri seperti telah menungguku. Dengan rasa penasaran yang hampir membunuhku ini aku nekat masuk kedalam bangunan itu tepat di tengan ruangan aku melihat sebuah tangga panjang menuju kesebuah ruangan di lantai atas.

Jantungku seakan ingin loncat keluar saat sebuah rambut menjuntai panjang tiba-tiba saja turun dari lantai atas mengagetkanku. Rambut yang sangat panjang itu bahkan tidak terlihat siapa pemilik rambut itu.
Hingga sesosok wanita muncul dari ujung lantai atas menatapku penuh dengan amarah.

Seluruh tubuhku gemetar tanpa basa basi aku langsung melangkah keluar dari bangunan itu. Namun, sebelum aku melangkah meninggalkan tempat itu sebuah rambut mengikat pergelangan kakiku. Hingga membuatku terjatuh rambut itu perlahan menaruku. Aku hanya bisa merota agar aku terlepas dari rambut itu. Benar saja rambut itu semakin melongaran cengkramanya dan saat itu aku langsung berlari pergi dari tempat itu.

****

Aku hanya diam saat Bude Astuti mengintrogasi diriku di meja kerjanya. Tatapanya terlihat sangat serius baru kali ini aku melihat Bude seserius ini.

"Kemana kau semalam?" tanyanya yang membuatku menundukan kepala.

"Aku pergi kebangunan tua itu, Bude" sautuku. Wajah Bude Astuti terlihat sangat geram mendengarkan pengakuanku.

"Bukanya Bude larang kamu pergi ke sana!" seru Bude geram.

"Tapi kenapa ?" tanyaku.

Bude Astuti terlihat menghela nafas. Wajahnya berubah sedikit tenang saat dia menatap mataku yang terlihat sedikit ketakutan.

"Kau pasti sudah mendengar banyak tentang larangan di desa ini bukan," Bude Astuti bangkit dan melangkah menuju jendela yang tidak jauh dari tempat duduknya.

"Dulu sebuah keluarga tinggal di banguan tua itu. Mereka memiliki dua orang anak namanya Mina dan Naila."

***

Sebuah bangunan indah dan megah milik keluarga Fiktor keluarga yang berasal dari belanda itu menetap disebuah desa kecil. Tuan Fiktor dan keluarganya memutuskan untuk tinggal di Indonesia karena tempatnya yang nyaman dan indah. Penduduknya yang ramah membuat dia dan keluarganya betah tinggal di sini.

Fiktor memiliki istri yang cantik bernama nyoya Ghotel dan dikaruniai dua orang putri yang sangat cantik bernama Mina dan Naila. Namun keberuntungan tidak dimiliki oleh Naila yang mengidap penyakit kanker.

Naila selalu iri dengan kakaknya Mina yang memiliki semua yang dia inginkan. Mina sangat menyukai rambutnya yang panjang dan lurus bahkan dia tidak pernah sama sekali memotong rambutnya sejak lahir. Nyonya Gothel membelikan Mina sebuah vitamin rambut yang sangat langka hingga membuat rambut Makin terlihat sangat tebal dan cepat panjang. Disisi lain Naila semakin iri kepada Mina yang selalu mendapatkan pujian kedua orang tuanya.

Namun, Mina sendiri tidak berfikir seperti itu. Naila adalah adiknya yang paling dia sayangi dia selalu bersikap agar Naila tidak berpikir seperti itu. Namun, sepertinya itu sia-sia tetap saja Naila semakin iri dan membenci Mina.

"Kakak tidak pernah menyayagiku, jika aku mati kakak pasti akan sangat senang." Naila berteriak kencang kearah Mina.

"Adik, tidak seperti itu, Kakak sangat menyayangimu Kakak akan melakukan apapun untukmu," seru Mina meyakinkan Naila.

"Semuanya? Benarkah?" tanya Naila yang dibalas anggukan kepala Mina.

"Hidupmu, matimu semuanya akan kau berikan kepadaku?" tanya Naila lagi.

"Akan aku berika apapun itu." Janji itu terucap begitu saja di bibir Mina. Dia tidak tahu jika janji itu awal dari segala mala petaka yang akan menimpanya. Janji yang dia ucapkan kepada adiknya itu yang akan membuatnya menderita seumur hidupnya hingga kematian menjemputnya.

Tak selang beberapa lama janji yang dia ucapkan Naila telah terbaring di rumah sakit. Seluruh dokter sudah berusaha semampu mereka namun takdir berkata lain.

Mina menggenggam erat tangan Naila yang semakin terasa dingin. Dia mendengar dari Ibunya jika Naila akan meninggal sebentar lagi. Tinggal menunggu waktu mereka tidak akan bisa melihat Naila lagi.

Mata Mina menatap sendu mata Naila yang sudah sayup. Wajahnya terlihat sangat pucat kepalanya yang sudah tidak memiliki rambut sehelaipun itu seakan menandakan dia tengah menderita dengan penyakitnya itu.

"Kak," ucapnya. Bibir yang terlihat sangat pucat itu bergetar seakan memaksa untuk berbicara.

"Ya, Adik." Tangan Mina menggenggam semakin erat tangan Naila.

"Aku ingin menagih janjimu, aku takut sendiri dalam kematian ini maukah kau membawa Ibu dan Ayah untuk menemaniku di peti mati nanti. Dan maukah kau untuk memberika hidupmu di rumah kita. Aku ingin tinggal bersama kalian di rumah kita. Aku ingin mati bersama kalian di sana." Mina terkejut dengan permintaan Naila. Dia sedikit bingung bercampur ragu dengan apa yang Naila minta.

"Kakak sudah berjanji padaku," ucapnya lagi.

Mina hanya menganggukan kepalanya. Lagi pula dia tidak mungkin membunuh keluarganya untuk permintaan konyol Naila. Akhirnya dia berpura-pura menyanggupi apa yang Naila minta.

Namun semua itu tidak berakhir samapi sampai di situ. Setelah kematian Naila, Mina sering dihantui oleh Naila yang menagih janji kepada Mina. Hari demi hari Mina lalui dengan tekanan yang selalu ditemuinya membuat Mina menjadi frustasi. Orang tua Mina merasakan perubahan drastis yang dialami Mina. Mina sering berteriak ketakutan di setiap malam dan sering menyerang kedua orang tuanya.

Hingga suatu malam Mina menemui kedua orang tuanya yang terlelap. Tanganya membawa sebuah pisau tajam rambutnya yang panjang sampai menyentuh lantai itu tergerai berantakan menutupi wajahnya.
Air matanya terus saja mengalir, keringat dingin terus menetes.

"Maafkan, Mina ma, pa Mina tidak bisa hidup seperti ini. Naila terus saja mengantui Mina, dia tidak akan melepaskan Mina sebelum Mina membunuh kalian dan menempatkan kalian di samping peti mati Naila.

Malam itu, Mina membunuh seluruh keluarganya dan meletakan mayat mereka tepat di samping mayat Naila,
Sesuai janjinya pada Naila.

Namun perbuatanya di ketahui warga desa hingga ketua desa menyuruh warga untuk memasung Mina di ruangan lantai atas rumahnya. Tidak ada yang boleh menemui Mina bahkan memberinya makan sekalipun. Hingga Mina mati terpasung di ruangan itu.

Rapunzel MinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang