5

937 45 16
                                    

Sedari pagi tadi lagit mendung, bahkan sesekali terlihat kilat yang meretih. Begitu mendengar suara gemericik air hujan, aku langsung berlari menuju salah satu jendela gedung serbaguna sekolah. Sebab ada sesuatu yang harus aku lakukan. Aku mendekatkan wajah ke jendela. Aroma khas tanah basah langsung menyeruak hidungku. Mataku menerawang ke arah langit yang disaputi awan-awan gelap, kemudian beralih ke bawah dimana aku bisa melihat tetes demi tetes air hujan yang jatuh merembes ke tanah yang sebagian diserap akar-akar pohon di depan gedung. Hujan pertama di bulan November, gumamku sembari tersenyum mengingat permintaan Alexandra.

"Hai, Hujan, kau mendapat salam dari cucuku!" kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutku seolah aku benar-benar mempercayai mimpi magisku saat pingsan dua bulan lalu, seolah-olah aku percaya bahwa aku benar-benar bertemu Alexandra beserta robotnya, seolah-olah aku percaya bahwa aku telah menilik masa depan.

"Kak Sandra, ayo!" panggil salah satu temanku sembari menunjuk jam tangannya. Aku mengangguk lalu segera berjalan mengikutinya. Ah, aku hampir saja lupa bahwa sebentar lagi aku dan teman-temanku, selaku perwakilan klub Be Green, harus memberikan sosialisasi mengenai betapa pentingnya pohon dan air bagi kehidupan.[]

See The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang