1

163 9 0
                                    


Tidak lama lagi adalah hari pernikahanku. Segala persiapan sudah dilakukan. Tapi entah mengapa, semakin mendekati hari pernikahanku, keraguanku semakin bertambah besar. Ini adalah sesuatu yang sangat aku impikan sejak dulu kala. Meski pernikahan ini adalah hasil perjodohan keluarga, namun sejak lama aku telah memiliki perasaan terhadapnya. Seperti bisaanya aku akan adatang untuk mengantarkan makan siang. Aku menyapa ramah santi, sekretaris Dimas.

"Bapak ada?"

"Ada mbak Dira, langsung masuk saja."

Aku langsung memasuki ruangan Dimas dan mendapatinya tengah sibuk dengan kertas-kertas di mejanya. Langsung saja aku menyusun makanan yang aku bawa di meja, bukan meja kerjanya tentu saja.

"Makanannya sudah siap kak."

"hmmm.." jawabnya tanpa memandangku. Seperti yang sebelumnya, aku langsung duduk di sofa dan menunggunya. Setelah beberapa saat aku mendengar pergerakannya, secara reflek aku menoleh ke arahnya dan melihat dia yang sedang berjalan ke arahku. Dalam diam dia menghabiskan makanan yang ada dihadapanku. Setelah selesai, segera aku bereskan semua perlengkapan yang ada.

"Aku pulang dulu kak." Karena aku tahu tidak akan ada reaksi darinya, langsung saja aku bergegas keluar dari ruangannya.

"Sudah mbak?" Tanya shanty.

Aku hanya menyunggingkan senyum ke arahnya dan segera berlalu. Selalu saja seperti ini, dan setiap hari dadaku terasa semakin sesak. Hari pernikahan yang sudah ada didepan mata tidak membuat dia melihatku. Pernikahan seperti apa yang akan kami jalani nantinya. Seiring berjalannya waktu, aku berharap dia akan melihatku. Namun setelah satu tahun pertunangan kami dia tidak juga berubah, membuat aku pesimis akan hal tersebut.

***

"heh calon pengantin, benggong aja. Kenapa?" Tanya Reva sahabatku. Dan aku hanya menatapnya kemudian menggelengkan kepalaku tak ingin membahasnya. Segera aku membuka laptop dan melanjutkan pekerjaanku.

"kalau ada yang mau ketemu bilang aku pergi ya Va." Aku mengatakan kepada Reva tanpa melihatnya.

"Kamu kenapa sih ra? Tadi mamamu telfon karena HPmu tidak bisa dihubungi. Sore ini kamu harus fitting baju, nggak lu pa kan?"

"hmmm.." disaat seperti ini aku berubah menjadi orang yang menyebalkan.

"Kalau kamu udah siap bercerita, aku ada di ruanganku." Kata reva sembari meninggalkan ruanganku. Sepeninggalannya aku tak sanggup lagi melanjutkan pekerjaanku. Aku tertawa miris, aku adalah seorang desainer, tapi bahkan aku tidak bisa membuat baju pengantinku sendiri.

"Kak, aku ingin membuat baju pengantinku sendiri" kataku, ketika dimas membawaku ke desainer kenalannya.

"Jangan bercanda." Katanya sembari menarikku memasuki butik mewah tersebut.

"kak.." Kataku masih merajuk.

"berhenti merajuk, semakin cepat kita menyelesaikan ini semakin cepat pula aku bisa kembali ke kantor. Jadi jangan mebuang waktuku. Cepat" sembari menarik tangank.

"Kak, aku bisa membuat baju untukku sendiri."

"Kamu bisa mengatakan kepada temanku tentang baju yang kamu inginkan. Dia bisa membuatnya lebih sempurna untukmu.' Aku hanya terdiam mendengar kata-katanya. Mataku memanas, tapi aku menahannya sekuat tenaga. Memasuki butik tersebut, kami disambut oleh seorang wanita yang cantik dan elegan. Yang membuat aku kaget adalah sikap lembut Dimas kepadanya, hal yang tidak pernah dilakukannya padaku.

"Jadi ini calon istrimu? Cantik. Aku Zoya."

"Dira"

"Ayo kita berbicara diruanganku."

"Jadi baju seperti apa yang kamu mau?"

Tidak butuh waktu yang lama bagi kami untuk membahas detail baju yang aku inginkan. Karena aku tidak terlalu suka baju yang terlalu rumit.

Mengingat peristiwa tersebut membuat aku kesal. Beberapa hari yang lalu, ketika fitting baju yang pertama, aku dibuat semakin kecewa. Baju yang aku pesan tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Kata mbak Zoya, beberapa hari setelah kedatanganku dimas menelfonnya dan meminta mengganti model bajunya atas seijinku. Aku ingin sekali berteriak, ini adalah pernikahanku, tetapi tidak ada satu halpun yang seperti aku inginkan. Aku tidak bisa memilih apa-apa sendiri, semua sudah dipersiapkan seperti yang Dimas inginkan.

***

Sepulang dari fitting baju aku segera kembali ke kamar. Bersyukur papa dan mama sedang ke luar kota, sehingga aku tidak harus berpura baik-baik saja. Suara pintu terbuka tidak membuat aku bergeming, aku tahu siapa yang datang. Ranjangku bergerak menandakan ada seseorang yang duduk di sana.

"Kamu kenapa sih dhek? Akhir-akhir ini kamu seperti robot." Kurasakan usapan lembut pada kepalaku. Tak tertahan lagi, air mataku langsung menetes deras.

"Kalau semua ini tidak membuat kamu bahagia, sebaiknya lepaskan aja dhek. Aku tahu kamu mencintai Dimas, tapi aku nggak mau kamu seperti ini." Rasa hangat menyelimuti tubuhku saat kak Evan menarikku dalam pelukannya.

"Aku fikir seiring berjalannya waktu dia akan melihatku kak. Tapi sepertinya semua ini tidak ada gunanya. Dia tetap bersikap dingin kepadaku. Aku takut tetap tidak bisa merubah hatinya kak. Apa yang harus aku lakukan?"

"Maafkan kakak, sebenarnya kakak ingin menentang perjodohanmu dengannya, namun karena aku tahu mengenai perasaanmu kepadanya aku membiarkannya. Seperti perkataanmu, aku berharap dia akan berubah seiring berjalannya waktu. Kakak akan menyerahkan semua keputusan kepadamu, yang aku harapkan hanya kebahagianmu." Kak Evan mengeratkan pelukannya dan aku berangsur-angsur mulai terlelap. Pasti aku akan terbangun dengan mata yang berat besok pagi.

tbc

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang