5

59 7 0
                                    


Sudah tiga bulan lamanya aku tinggal d kota jogja, dan selama itu aku tetap tinggal bersama dengan nenek Asih. Pernah aku mengutarakan maksud untuk kos, namun dilarang oleh beliau. Katanya rumah ini berubah lebih ramai, jika aku pergi maka rumah ini akan kembali sepi. Kak Evan sudah dua kali mengunjungiku di sini. Dia begitu terkejut melihat kehidupanku, sebagai anak bungsu yang selalu dimanja, dia tak percaya aku bisa menjalani kehidupan yang cukup sederhana.

"Ra, hari ini ulang tahun Angga, kita mau makan dicafe yang baru open. Itu lho yang desainnya ditangani sama Angga langsung, kamu tahu kan? Kayaknya kamu pernah di ajak cek lokasi deh."

"trus Angganya mana?"

"nanti kita ketemuan di sana" kata Resa

"Aku nebeng ya sa"

"Siap"

***

Setibanya kami di café yang di maksud, tubuhku langsung membeku. Detak jantungku meningkat seketika. Segera kubalikkan tubuhku, aku tidak mau masuk ke sana. Meski kemungkinannya kecil, namun bisa saja aku bertemu orang itu.

"Dira.. ayo masuk" Resa berteriak ke arahku

"Nggak usah teriak kali sa"

"Ya kamunya dari tadi diajak masuk malah benggong aja"

"Kamu duluan deh"

"Kamu kenapa? Sakit? Perasaan tadi baik-baik aja deh"

"Nggak kok, aku nggak apa-apa. Kamu duluan aja, aku mau telfon dulu. Ya mau telfon kakakku" segera kutunjukkan handphoneku kea rah resa dan memencet nomor kak Evan. Aku memberikan senyum kea rah Resa saat dia menatapku dengan pandangan yang menyelidik.

"Halo kak" aku segera memberi kode ke Resa agar segera meninggalkanku

"Apa dhek?"

"Kak. Kok nggak pernah cerita kalau Dimas buka café di Jogja?" kataku seraya menjauh dari parkiran café menuju kea rah jalan raya.

"Lah malah kakak nggak tahu. Kamu ketemu dia?"

"Belum, mudah-mudahan aja nggak. Ini aku lagi di depan cafenya. Gimana dong kak"

"mau kemana ra? kok nggak masuk ra?" Aku terlonjak Karen tiba-tiba saja Angga sudah ada di belakangku

"bentar ya" kataku seraya menunjuk ke handphoneku

"Kak,,"

"Ketemu juga nggak apa-apa. Mungkin udah saatnya kamu berhadapan sama dia, jangan-jangan emang dia jodoh kamu dhek"

"KAKAK...!!" terdengar suara tawa kakaknya yang semakin membuat Dira jengkel dan mematikan telfonnya segera.

"Kakak kamu?"

"Ehmm.. iya"

"Ayo masuk" Aku berjalan beriringan bersama Angga. Memerhatikan sekeliling, berusaha mencari keberadaan pemilik café.

"Kamu suka sama suasana di sini?"

"Ehmm..??" kewaspadaan Dira membuat dia tidak begitu mengikuti perkataan Angga.

Angga tertawa dan itu semakin membuat Dira tidak mengerti.

"Dari tadi kamu sibuk memperhatikan sekitar, kamu suka?" Tanya Angga

"Suka" jawab Dira akhirnya. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa, di kepalanya saat ini sedang penuh tentang kemungkinan-kemungkinan dia bertemu dengan Dimas. Belum lagi dia juga harus berfikir sikap apa yang harus dia ambil jika hal tersebut benar-benar terjadi.

"kamu kenapa? Sakit?" secara reflek Dira menjauhkan tubuhnya saat Angga akan menyentuh dahinya.

"Maaf" kata Angga melihat ketidaknyamanan Dira

"Nggak apa-apa, aku baik-baik saja. Ayo masuk" Dira dengan mantap memasuki pintu yang ada didepannya. Yang nanti difikir nanti. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi malah membuat kepalanya berdenyut nyeri.

Suasana di daalm cukup ramai, teman-teman kantor dira terlihat menempati salah satu ujung cafe. Segera dia menuju ke sana dan duduk di sebelah Resa.

"Udah pesan?"

"dateng dateng malah makanan yang ditanyain. Nanyain abang dong ra." Toni, salah satu teman kerjaku yang memang sering menggodaku.

"Kalau masih sayang sama pekerjaan, jaga sikap ton" resa menoyor kepala Toni, aku hanya tertawa melihat itu semua.

"Kamu sekalian aku pesenin tadi, tapi kalau kamu mau yang lain ya tinggal pesan lagi aja kan? Mumpung gratis" Resa menjawab pertanyaanku yang tadi

"Nggak usah, makasih ya"

Tak lama kemudian pesanan kami datang. Canda tawa tetap terdengar meski kami sedang menikmati makan siang kami. Tiba-tiba seorang pelayan datang dan menaruh eskrim alpukat di depanku.

"Kamu mesenin aku eskrim sa?"

"Nggak"

"Mas mas, maaf kami nggak pesan ini"

"Itu khusus buat mbak, dari mas bos, eskrim kesukaan mbak katanya." Deg.

Aku tidak lagi memperhatikan suasana di sekeliling, tatapanku tertuju pada eskrim alpukat yang tersaji di hadapanku. Jantungku berdetak cepat, tanganku terasa dingin. Aku tersentak saat bahu Resa menyenggolku dengan sengaja.

"Ciye yang punya penggemar"

"Kamu kenal sama yang punya cafe ini?"

"Hmmm?" aku tidak begitu memperhatikan apa yang dikatakan oleh Angga. Fikiranku sedang tertuju pada orang yang telah mengirim eskrim di hadapanku. Bisa dipastikan dia mengetahui keberadaanku di sini. Dan setelah difikir-fikir lagi aku belum siap berhadapan dengannya. Teman-temanku terus meledekku karena hal ini, mereka tidak mengindahkan peringatan yang diberikan Angga. Kutundukkan kepalaku saat memasukkan sesendok eskrim ke dalam mulutku. Aku segera berdiri dan berjalan tergesa menuju ke toilet. Air mataku meleleh begitu saja saat aku berhasil menutup pintu. Tak dapat aku pungkiri, aku merasa takut, namun aku juga merindukannya, dan rasa rindu itu semakin menyesakkan saat ini.

tbc

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang