dua

118 15 1
                                    



"Rin, lo baru nyampe." Tanya Mita yang berada di belakang Arin.

"sorry Mit, gue tadi nyasar, makanya nyampenya agak lama." balasnya

"ngga papa, yang lain udah nunggu tuh disana." Tunjuk Mita kesalah satu tempat duduk yang ada di tempat itu.

Mereka berdua berjalan menuju tempat dimana teman-teman yang lainnya berkumpul, Mita heran dengan sikap Arin yang terus melihat kesana kemari seperti mencari sesuatu.

"lo nyari sesuatu yah." tanyanya heran.

"ah, ngga kok, cepat yuk yang lain udah nunggu." Arin menarik lengan Mita untuk mempercepat langkahnya.

Saat tiba Arin disambut dengan senyuman dari beberapa dia antara mereka, ada juga yang menyambut Arin dengan sinis, yah siapa lagi kalo bukan Naila, 'kenapa manusia itu ada disini, sih' batin Arin saat melihat Naila yang duduk tepat disampingny. Arin merasa tidak senang berada diantara mereka ia terlihat tidak tenang.

"Nada, fadly kalian dari mana aja sih, mentang-mentang baru pacaran udah ngehilang aja." Ucap Mita yang membuat mereka semua berbalik kearah mereka. Di belakang mereka terlihat pria yang tidak asing lagi bagi Arin.

Suasana di tempat itu benar-benar suram bagi Arin, dia sangat ingin pergi dari tempat itu.

"maaf tapi aku ingin jalan-jalan di tempat ini sebentar." Arin berdiri tanda untuk siap pergi dari tempat itu.

Saat ini Arin berjalan menuju pintu keluar di tempat ini tapi dia merasa bahwa seseorang sedang mengikutinya dari tadi, sesekali Arin berbalik tapi dia hanya melihat orang berlalu lalang di belakangnya, satu, dua, tiga... dalam tiga detik saja seseorang menarik lengannya dengan keras.

"hah, ada apa?" seseorang wanita berada di depannya

"siapa kau?" tanya wanita itu.

"apa?, Naila lo sekarang lihat gue seperti apa?"

"tentu saja gue manusia, sekarang aja lo bisa nyentuh gue, dasar bo-" bisik Arin ditelinga Naila tiba-tiba terhenti

"apa yang kalian lakukan disini." Ucap pria yang baru saja datang.

"Roni" Naila berbalik kearah Roni, sementara itu Arin yang tadi berbisik di hadapan Naila mundur.

Lagi-lagi Arin memberikan senyuman sinisnya kepada Naila yang dilihat langsung oleh Roni, tanpa basa-basi lagi Arin meninggalkan mereka berdua.

***



Pagi ini sinar matahari menembus kamar Arin, jam sekarang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh tapi gadis itu masih berbaring di atas kasur empuknya, tadi malam dia berniat untuk tidak datang sekolah tapi sayang niatnya terhalang oleh peraturan yang telah dibuat oleh orangtuanya, seseorang wanita paruhbaya mendatangi kamarnya lalu membangunkannya.

"Arin, bangun sekarang udah jam tujuh, nanti mami kamu ba-"

"oke aku bangun" Arin memotong pembicaraan wanita paruhbaya itu

"tapi Bibi, bisakah kau tidak hidup dibawahnya." Sambungnya dengan suara yang samar-samar

"Bibi keluar, sarapan kamu sudah ada di meja jangan lupa sarapan, mengerti." Ia menuju keluar lalu menutup pintu.

Sudah keberapa kalinya ini air mata Arin membasahi pipinya, walaupun masih pagi seperti ini ia sering menangis dengan satu hal yang sama.

Sesuai permintaan Bibi yang kerja di rumah Arin, ia menghabiskan sarapan yang telah disiapkan untuknya. Arin keluar dari rumahnya seperti orang-orang biasanya, dia memberhentikan taxi yang lewat di dekat rumahnya lalu pergi menuju sekolah.

Dari luar sekolah itu terlihat sangat sepi, mungkin semua kelas sudah masuk. Arin tidak pernah takut untuk terlambat menurutnya, jika ia terlambat guru hanya akan menghukumnya.

"ARIN!." Teriak seseorang saat Arin memasuki sekolah.

"kamu baru datang." Bu Tiwi kini menghampiri Arin yang berdiri di dekat gerbang sekolah.

"mata Ibu kok jernih banget, sampai bisa tahu ini aku."

"Arin-Arin kamu pikir, ibu ngga kenal kamu, sekang sudah jam setengah sembilan." Bu Tiwi memperlihatkan jamnya ke Arin.

Arin tidak berbicara banyak dia hanya menunggu hukuman yang akan diberikan kepadanya.

"RONI!, kamu juga baru datang, sini kamu." Bu Tiwi memanggil Roni yang baru masuk gerbang sekolah.

"kalian pilih mana ibu telfon orangtua kalian atau ibu hukum kalian."

"telfon orangtua-"

"hukum Bu -" Arin dan Roni memilih pilihan yang berbeda.

"kalau gitu, Roni kamu masuk kelas dan kamu Arin ikut ibu."

Roni kini berjalan kekelasnya sedangkan Arin harus menerima hukumannya yaitu menyapu daun-daun yang jatuh, Bu Tiwi meninggalkan Arin sendiri baru beberapa menit Arin ditinggali sendiri ia membuang sapu yang ia pegang lalu duduk di samping pohon yang berada disitu.

Tiba-tiba, lagu lost star terdengar di kantong jaket Arin, itu bertanda ada seseorang yang menghubunginya.

"hal-" perkataan Arin terputus oleh seseorang di balik telfon itu.

"aku sudah memberitahumu, bersikap baiklah disana dasar bodoh." Ucap seseorang itu lalu memberhentikan pembicaraan mereka.

"berat ngga sih sapu ini sampai lo jatuhin ke rumput." Seseorang mengambil sapu yang telah di jatuhkan oleh Arin

"oh." Arin kaget dengan seseorang yang muncul di hadapannya

"makanya suruh aja Bu Tiwi telfon orangtua lo, supaya lo ngga capek-capek bersihin ini semua" Roni kini duduk di depan Arin

"apa semudah itu."

"tentu saja."

"jika semudah itu gue juga pasti akan melakukannya, tapi sayang itu hanya hidup lo." Arin kini berdiri.

"kalau gitu jangan berpura-pura menjadi orang lain"


Arin mengabaikan Roni yang sedang mengajaknya berbicara, di saat yang sama sebuah mobil sedan berwarna perak memasuki sekolah, mobil itu berhenti tepat di depan mereka seorang pria dan wanita keluar dari mobil dengan pakaian dan perhiasan yang mahal. Arin dan Roni terkejut dengan seseorang yang baru saja keluar dari mobil tersebut, Roni terlihat bahagia tapi tidak dengan Arin dia terlihat tidak senang, Roni berlari kearah orang itu dan Arin meninggalkan tempat itu.

Selama beberapa menit Arin menetap dikamar mandi sekolah dengan air matanya yang dari tadi tidak berhenti, matanya sangat bengkak dia malu untuk keluar sekarang karena beberapa menit lagi bel istirahat akan berbunyi pasti akan banyak siswa yang masuk keluar di kamar mandi. Arin keluar dari kamar mandi dengan menutupi kedua matanya dengan tangannya, tanpa sadar seorang pria datang disampingnya memberikannya topi dan kacamata.

"kalo sakit lapor aja ngga usah dipendam kali, gue buka ko dua puluh empat jam khusus lo." Bisik pria itu lalu pergi.

'tu...tunggu bukan kah itu suara Roni' batin Arin. Arin memperhatikan Roni yang dikerumuni adek kelas dan fans-fansnya disekolah dia memiliki fans bukan hanya disekolah saja tapi diluar sekolah juga banyak pake banget.

It's Not MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang