tiga

110 12 0
                                    

Hari ini tepat 2 bulan Arin bersekolah di sekolah Harapan, semenjak SMP dia sudah tujuh kali pindah sekolah, sekolah terlamanya berada di Bandung dua tahun yang lalu saat itu ia masih kelas tiga SMP, dia tidak pernah sekolah di kota yang sama dia sangat berharap ini sekolah terakhirnya tanpa harus pindah-pindah lagi.

Kelas XI IPS 2 sekarang sedang dipenuhi dengan rumus-rumus fisika, mungkin sebagian orang tidak menyukai pelajaran yang satu ini, pelajaran yang mempunyai ratusan rumus yang lebih sulit dari matematika apalagi mereka kelas IPS.

Di kelas itu tidak ada yang berniat untuk belajar, mungkin hanya guru itu yang berniat untuk mengajar 80% dari 100% orang dikelas itu tertidur, yang bertahan hanya orang yang benar-benar niat untuk sekolah.

Akhirnya suara surga sekolah berbunyi, semua siswa yang tadi tertidur langsung semangat bugar seperti orang yang baru saja mendapatkan hadiah. Bangku dikantin sudah terisi penuh Arin juga tidak berniat untuk makan ataupun nongkrong dikantin, dia memilih untuk menonton kakak kelas yang sedang bermain basket.

"Arin." Panggil seseorang di pinggir lapangan basket itu.

"Nada, ada apa?" Arin yang tadi duduk kini berdiri

"gue udah ngga percaya sama lo lagi." Ucap Nada tiba-tiba

"maksudnya."

"pertemanan kita sampai disini, kalo lo mau jelasin sesuatu silahkan datang di rooftop." Nada pergi meninggalkan Arin yang kebingungan

"Nada tunggu." Panggil Arin dengan suara yang agak keras.

Sesuai permintaan Nada, Arin berjalan ke rooftop sekolah yang jarang dikunjungi oleh siswa-siswa yang lain, saat tiba diatas ia hanya mendapatkan barang-barang bekas yang terhambur tidak tersusun rapi.

"Mita?" setelah Arin melihat-lihat di rooftop itu Mita mendekat.

"Arin gue cuman mau nanya, kenapa setiap lo ketemu Naila lo selalu senyum sinis ke dia." Tanyanya dengan wajah yang sangat serius

"Mit?"

"jawab gue."

"gue ngga nge-"

"GUE BILANG, JAWAB GUE." Ulangnya dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya.

"lo pikir gue senyum sinis ke dia, lo ngga bisa lihat apa yang gue lihat." Suara Arin menjadi pelan.

"maksud lo."

"sesuatu yang hanya gue yang bisa lihat, sesuatu yang membuat hidup gue menjadi berat, karena itu gue ngga bisa hidup layaknya orang biasanya." Air matanya kini keluar.

"Rin, gue ngga bisa ngerti satupun kata-kata lo."

"menjauhlah sebelum lo atau gue yang terluka."

Naila dan Nada kini mendekati mereka berdua yang sedang bercerita dengan serius, tepat saat itu Nada dan Mita menjauh dari mereka berdua, lagi-lagi Arin tersenyum sinis ke Naila, Naila semakin mendekat kea rah Arin.

PAKKK!!!

satu tamparan mendarat di pipi mulus Arin yang membuatnya hampir terjatuh Mita dan Nada terkejut dan semakin menjauh dari mereka.

"sebenarnya lo siapa?."

"kenapa lo cari tahu tentang keluarga gue,HAH!" sambungnya

Kini Arin mencengkram kera baju Naila, yang membuat Naila susah untuk bernafas, Naila berusaha melepaskan tangan Arin dari kera bajunya. Nada dan Mita menuju ke bawah untuk mencari pertolongan, Mita yang melihat Roni dan rombongannya berjalan di koridor sekolah langsung berteriak.

It's Not MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang