Arin terbaring lemah di ranjang rumah sakit, terlihat tangannya yang diperban ia menatap jendela yang memancarkan sinar matahari, sesekali gadis itu mengeluarkan air mata yang mengalir di pipinya, suasana di ruangan itu sangat hening.
"mama, aku kangen." Gumamnya sambil menatap jendela
Ia berdiri dari ranjangnya dan berjalan menuju jendela yang ukurannya setengah besar dari tubuhnya, sesekali ia tersenyum tanpa sebab sambil mengusap jendela.
"apa yang kau lakukan." Ucap seorang dokter dengan nada yang lembut
"hah, kenapa kau ada disini." Arin berjalan menuju ranjang yang tidak jauh darinya dan tersenyum sinis kearah dokter
"apa yang kau bicarakan, akukan doktermu." Ucap dokter itu dengan heran
"dokter?, jangan coba-coba membohongiku, aku tahu kau sangat membenci dokter."
Kini dokter itu tersadar bahwa penyakit Arin kembali kambuh, tidak seperti biasanya sifat sekarang berbeda dia selalu tertawa dan menangis tanpa sebab.
"kalau begitu siapa aku." Dokter itu semakin mendekat kea rah Arin
"dasar perempuan bodoh." Arin juga mendekat ke arah dokter itu
Dokter Ran takut jika Arin kembali melukai dirinya lagi, tanpa berfikir panjang lagi dokter keluar dari ruangan Arin, dokter Ran menghubungi Vino sekaligus wali Arin, keluarga Arin tidak ada yang bisa dihubungi satupun jadi terpaksa Vino yang menjadi walinya.
"halo, Vino."
"ada apa Dok."
"penyakitnya kembali kambuh."
"benarkah, kalau begitu aku akan menuju ke rumah sakit."
Terlihat di pintu luar ruangan Arinn ada beberapa guru dan siswa lainnya yang ingin melihat kedatangan Arin, di salah satu di antara mereka terdapat Roni yang berbicara dengan salah satu perawat yang baru saja keluar dari ruangan Arin
Dokter melarang siapapun memasuki ruangan Arin karena saat ni ia masih dalam perawatan, siapa pun yang memasuki ruangannya ia akan berkhalusinasi dan akan melukai siapa pun yang ia temui.
Roni yang berada disamping pintu ruangan Arin melihat Vino yang berjalan menuju guru dan siswa yang tidak jauh darinya, sebelum sampai didekat siswa yang lainnya Roni dengan sergap menghadang Vino.
"ngapain lo disini." Roni mendorong bahu lebar Vino
"terus lo juga ngapain disini." Vino menatap tajam mata Roni.
"jangan munafik jadi orang." Bisik Roni saat hendak pergi dari hadapan Vino
Guru-guru dan siswa yang tdai datang menjenguk Arin sudah pulang karena jam besuk sudah berakhir. Kini sisa Vino dan Roni yang berada di rumah sakit, mereka berdua menunggu di ruang tunggu rumah sakit. Tanpa ada basa-basi sedikitpun dari mereka berdua Roni berdiri beranjak pergi dari tempat itu.
***
"Ron, lo kok cepat banget berangkatnya."
"Tiana adikku sayang, kam mau yah lihat kakak tanpanmu ini dimarahi lagi, entar kamu malu lo." Roni meletakkan tangannya di kedua pipi adiknya.
"yaudah tungguin gue, gue mau siap-siap dulu."
Roni menggangguk tanda meng-iyakan perkataan adiknya itu.
Setelah beberapa menit mereka menunggu, mobil sedan berwarna gold memasuki halaman rumah mereka, pria yang menaiki mobil itu keluar lalu melemparkan kunci mobil ke arah Roni, dengan sergap Roni menangkap kunci mobil yang barusan dioper kearahnya. Pria itu bernama Indra dia bekerja di keluarga mereka sebagai manager Tiana, mungkinIndra sudah bekerja di keluarga mereka selama empat tahun makanya Roni dan Tania sudah menganggapnya sebagai kakak mereka.
"hati-hati Na, kakak kamu kalau bawa mobil biasa lupa rem." Ucapnya
"tenang aja kak, kalau dia lupa rem, ntar aku jambak rambutnya." Tiana berjalan ke samping pintu mobil kemudi.
Mereka berdua kini menuju sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mereka. Roni sangat fokus dengan jalanan sambil mendengarkan music sedangkan Tiana asyik siaran langsung di sosmednya, mereka berdua asyik dengan dunia masing-masing, setelah beberapa menit bermain dengan handphonenya Tiana mengecilkan volume music yang di dengar oleh Roni.
"Ron, ada yang baru ngga disekolah." Ucapnya setelah mengecilkan volume mobil.
"B aja, sama kayak sebelum lo pergi." Tanpa berpikir Roni menjawab pertanyaan adiknya.
Kini mobil itu sangat hening music yang tadi diputar dimatikan oleh Tiana, mereka berdua hanya fokus dengan jalanan yang berada di depan.
"Arin." Gumam Roni saat sudah memasuki gerbang sekolah.
"Arin?." Tiana mengulang perkataan Roni
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Not Me
Teen FictionNamanya Arina gadis yang memiliki mata tajam, tapi jika ia tersenyum dia bisa membuat orang yang melihatnya tersenyum. Dia memiliki penyakit yang cukup parah, banyak yang menjauhinya karena penyakitnya. Sudah beberapa kali Arina pindah sekolah tapi...