Kosong

37 8 5
                                    

Kubuka pintu kamar perlahan. Tampak gerakan kecil di sana. Gadis kecilku hanya pura-pura tidur, padahal samar tadi kudengar ia sedang berbincang. Saat kudekati, matanya terpejam. Tapi aku tahu belaka, itu pura-pura. Kuusap ujung kepalanya dan ia mengedikkan bahu.

"Ollie kok belum tidur?" kataku pelan.

Serta merta ia membuka mata, bibirnya mengulas senyum. "Mami kok tahu aku belum bobok?" tanyanya sedikit merengut.

"Tahu dong ... Mamiii ...," godaku sambil mencolek lembut hidung mungilnya. "Mau Mami temenin sampai tidur?" Ia mengangguk lalu menggeser posisinya, memberi ruang bagiku untuk ikut menyusup di balik selimut bermotif Little Pony.

"Eron punya teman baru, Mi. Namanya Twinny." Ia menjawab pertanyaanku, saat kuprotes sampai selarut ini belum tidur.

"Oh ya? Kapan Eron datang?" kejarku.

"Tadi waktu Mami di dapur. Ketok-ketok jendela," lanjutnya sambil menunjuk ke arah jendela. "Di luar hujan deras, kasihan kalau basah."

Demi mendengar penjelasannya, bulu kudukku meremang. "Eron di mana sekarang?" tanyaku lagi.

Gadis kecilku yang baru genap lima tahun menunjuk ke arah nakas. Hmm, teman-temannya sedang duduk di sana. Aku menarik napas dalam, kukuatkan hati untuk menghadapinya. Pandanganku kuarahkan ke nakas. "Eron, Win ...," sambil berusaha mengingat nama yang tadi disebutkan.

"Twinny, Mi!" aku mengangguk.

"Eron dan Twinny, karena Ollie mau bobok, ngobrolnya udahan ya. Sekarang pulang dulu."

Tak disangka, Ollie melambaikan tangan. "Daah ... dadaaahhh ...." sambil berusaha duduk dan gerakannya mengarah ke jendela.

Dengan perasaan campur aduk aku bangkit, buru-buru ke jendela, menutupnya, dan mulai bernapas lega. Lega? Tunggu, Ollie ke mana?!

Kusapukan pandangan ke seluruh kamar yang tak begitu luas. Ah, mana mungkin ia sembunyi secepat itu. Berlari keluar kamar pun tidak mungkin. Kalau pun itu terjadi, aku pasti tahu dari suara pintu yang terbuka.

Segera aku keluar kamar, selekasnya ke ruang kerja suamiku. Sejak kami menyadari Ollie punya teman imajiner, ada saja hal aneh terjadi di rumah ini. Buku yang pernah kubaca menganjurkan supaya kami tidak menolak begitu saja kehadiran teman imajiner tersebut. Bersikaplah seolah-olah memang ada. Terima, bahkan kadang-kadang lakukan interaksi sehingga lambat laun bisa dihilangkan dari imajinasi Ollie.

Kubuka pintu ruang kerja dengan kasar. Sigap kuberitahu suamiku, kalau Ollie tiba-tiba hilang dari kamar.

"Pi! Papi! Oll ... loh, Ollie?!" teriakku terkejut melihat gadis kecil berambut ikal sedang duduk bersender di perut buncit papinya. Mereka berdua juga terkejut melihatku masuk dengan panik.

"Ollie, kok ... Ollie ngapain di sini?" tanyaku setelah bisa menguasai rasa terkejut.

"Nunggu kamu," singkat suamiku menjawab. "Sore tadi kan dia minta dibacakan buku ini, kamu bilang nanti saja saat mau tidur." lanjutnya sambil mengacungkan buku cerita yang baru kubeli.

"Mami lama sih, nyuci piring melulu. Aku main game dulu deh sama Papi." tukasnya cuek.

Aku segera menyadari ada yang tidak beres. Kudekati mereka berdua.

"Sejak kapan Ollie main sama Papi?" mataku awas melihat mereka, dengan telinga yang juga kupasang waspada.

"Habis makan tadi," jawabnya masih juga dengan cuek.

"Tadi ke kamar dulu?" ia menggeleng. Aku menatap tajam ke arah laki-laki yang tak bukan adalah ayahnya. Ia balas menatapku, tampak bingung.

"Pi ...," aku kehilangan kata-kata lagi. "Baru saja, Ollie ngobrol di ...."

"Mami??" seseorang masuk dan menyebut namaku. Aku menoleh.

"Ngapain di situ? Ollie nyari selimutnya tuh." kata orang yang baru masuk tadi.

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Kok bisa Papi masuk ke ruang kerja? Kualihkan pandanganku ke arah kursi tempat Papi dan Ollie sedang bermain game.

Kosong.

Nyanyian HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang