<1>{Laa}Senyum

23 2 0
                                    

Untuk saat ini, senyummu itu tidak berdampak apa-apa untukku.

Entahlah, untuk yang lain.

~~~

Hari yang cerah, semua insan mulai beraktivitas. Matahari menyapa penduduk bumi sesuai tugas dan izin dari-Nya, sapuan angin mulai melambai-lambai di sekeliling makhluk hidup. Semua begitu indah, tak ada satu pun ciptaan Allah Maha Kuasa yang terlihat cacat.

Aku mulai menginjakkan kaki di halaman gerbang sekolahku, terpampang jelas nama sekolah yang telah aku huni menjadi rumah keduaku. MA SUKKAN ALSAMA.

"Hati-hati, semangat belajar. Kemungkinan Kakak enggak bisa jemput kamu hari ini, ada kelas tambahan." Itu pesan dari Kakakku.

Aku mempunyai dua kakak laki-laki, yang pertama bernama Danu Habibi Anwar, kakakku ini terkenal ganteng di kampusnya apalagi saat dia masih SMA banyak kaum hawa yang ingin menjadi pacarnya padahal Kak Danu tidak tertarik sama sekali pada mereka, dan hal yang membuat para kaum hawa itu semakin gencar untuk mendekati Kak Danu adalah sifat Kak Danu yang terkenal cuek dan tidak banyak bicara. Aneh sekali.

Kedua, Kakakku yang baru saja mengantar aku ke sekolah, namanya Damar Habibi Anwar. Nah, kalau kakakku yang satu ini berbanding terbalik dengan kembarannya - Ya, mereka memang kembar identik -  dia cenderung lebih ramah dan sering tersenyum, tidak heran jika banyak perempuan yang gede rasa karena senyum kakakku itu. "Senyumkan ibadah Dek," katanya. Hm, padahal senyum yang berarti ibadah itu senyum kepada sesama muslim, sedangkan pada lawan jenis yang bukan  mahrom artinya racun.  

"Oke, hati-hati di jalan Kak." Kak Damar mengacungkan jempolnya sambil memakai helm kemudian berlalu dari hadapanku.

Aku mulai melangkah memasuki area sekolah yang  sudah mulai ramai. Mungkin, karena hari ini hari pertama masuk sekolah setelah libur semester kemarin, aku juga sudah rindu dengan keadaan sekolah, rindu dengan tumpukan tugas memuakkan yang menyebabkan aku dimarahi Kak Damar karena tidur terlalu larut, rindu pada ulangan yang sifatnya seperti tahu bulat (dadakan) juga rindu pada-"

"Nahla!"

Sahabatku.

Panggilan itu membuat aku menoleh, karena aku rasa hanya aku yang mempunyai nama itu di sekolah ini. Aku melihat gadis yang tengah berlari menghampiriku, dia gadis berkerudung panjang seperti siswi pada umumnya, pundaknya menggendong tas berisi tumpukkaan buku, di tangannya terlihat membawa paper bag yang aku tak tahu ada apa di dalamnya. Dia sahabatku, seseorang yang aku kenal sejak kami masih berada dalam lingkaran 'Masa Orientasi Sekolah'.  Sudah lama aku bersahabat dengannya, bahkan sejak kami kelas 10 hingga sekarang kelas 11 kami tetap ada dalam satu bangku kelas yang sama. 

"Nahla! Aku kangen banget!" Dia langsung menyimpan paper bag dari tangannya kemudian memelukku erat. Memang, sahabatku ini selalu berlebihan.

"Sama aku juga." Aku membalas pelukannya dan mengelus punggungnya pelan.

"Oh iya, hampir lupa," Dia melepas pelukkan kemudian meraih paper bag yang sebelumnya Ia biarkan tergeletak di atas tanah.

"Nih, aku bawa oleh-oleh buat kamu." Dia menyodorkan ke arahku kemudian aku menerimanya tak lupa berterima kasih.

"Kamu habis pulang kampung ke Palembang ya?" Ujarku sambil melihat-lihat isi di dalam paper bag tersebut.

"Ya gitu deh. Eh, disitu ada khimar juga di pakai ya, nanti jadi couple-an sama aku." Balasnya dengan senyum yang selalu terukir.

"Siap Bos." Kataku seraya menempelkan tangan di ujung alis.

"Langsung masuk kelas yuk." Ajaknya kemudian kami mulai beranjak.

La Yas NahlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang