Dusta

4.5K 179 28
                                    

Raya duduk di sebuah kursi panjang. Kursi besi hitam pekat itu tepat berdiri di atas tanah dengan rumput liar di sekitarnya.

Dia sendirian. Menatap danau di depannya yang berair jernih dan semilir angin menghantam rambut panjangnya yang terurai.

Airmatanya baru saja mengering dibantu sapuan angin. Namun, hidungnya masih nampak memerah.
Dia tengah menunggu seseorang. Kekasihnya.

"Ray,! "

Raya menoleh, lalu melengkungkan senyumnya.

"Dave. "

Dave mengambil duduk tepat di sebelah Raya.
"Kenapa? " tanyanya dengan nada khawatir.

Raya tidak menjawab. Dia lebih memilih menatap Dave dalam lalu memeluknya erat.
Mata Raya kembali basah, isakannya dimulai dan Dave mengelus punggung Raya tanpa bertanya.

****

Tiga tahun berpacaran dengan Dave , Raya hafal kebiasaan kekasihnya itu.
Pagi hari di akhir pekan, pintu rumahnya akan diketuk dengan ketukan yang berirama. Irama yang tentu saja hanya Dave yang bisa.
Dave akan mengajaknya jogging. Berlari kecil mengelilingi komplek hingga tengah hari baru pulang. Dilanjutkan sore jalan-jalan ke mall nonton bioskop atau makan.
Tapi, beberapa bulan belakangan, kebiasaan itu lenyap. Hilang tanpa alasan.

"Hey, kamu. Soraya Apriyansi, maukah kamu jadi pacarku? "

"Davian, apaan sih? "

"Raya, aku serius. !"

"Ya aku mau. "

Raya diam. Pikirannya menerawang jauh pada awal dibangunnya hubungan mereka.
Sebelumnya mereka hanya teman biasa. Tidak ada yang spesial, tapi ketika Dave mengatakan ketertarikan terhadapnya, Raya menimbang. Akhirnya mereka pacaran.

Tetesan bening itu jatuh lagi. Bendungan air dari matanya seolah jebol. Jika Raya ingat, semuanya hanya menyisakan luka dan kebodohan.
Kenapa bisa?
Apa salahku?

Kedua pertanyaan itu terus berputar tiada henti. Menghantui setiap aktifitasnya dari membuka mata hingga terpejam lagi.
Begitu menyiksa. Sungguh.

*****

Kedua tangan Raya tertaut saling meremas . Tanda Raya yang tengah gelisah.
Matanya liar berputar. Kadang, kakinya bergerak naik turun di bawah meja.

Rambut panjangnya dibiarkan terurai dengan sedikit ikal bagian bawah. Poninya dibuat rata menutupi dahi.
Cantik. Raya memang cantik, dan Dave beruntung memiliki perempuan ini.

Mata Raya tiba-tiba fokus. Kepalanya lurus menatap ke depan.
Di depan sana, perempuan tinggi tengah berjalan ke arahnya.

Semakin dekat, Raya memilih untuk berdiri.
Raut wajahnya dibuat tenang.

"Silakan duduk. " ucap Raya sopan.

Perempuan itu menurut. Duduk dengan gaya yang anggun.

Raya duduk lalu melambaikan tangan pada seorang pelayan.

"Cuaca panas, lebih baik kita minum sesuatu yang bisa menyejukkan! "

Lalu Raya berbicara pada pelayan di depannya untuk memesan minuman.

"Sudah lama kenal Davian? "

Untuk pembuka, Raya bertanya ringan.

"Satu tahun ."

Raya mengangguk.
"Apa saja yang sudah kalian lakukan? "

Perempuan di hadapan Raya tersenyum miring.

"Kamu mau tau? " tanyanya dengan nada tak percaya.

"Ck,,, aneh. " sambungnya sambil menggeleng.

"Cukup jawab Amel. !" ujar Raya dingin.

"Apa yang biasa dilakukan orang yang tengah dimabuk asmara? "

Perempuan bernama Amel itu memangku dagunya menatap Raya dengan tatapan remeh.

"Kenapa kamu tanya ini? Sakit kan? "

Mulut Raya terbuka namun tertutup lagi setelah seorang pelayan datang padanya dengan pesanan di atas nampan.

Terik matahari di siang ini semakin membakar emosinya. Rasanya panas dan itu derita bagi Raya.

Raya mengambil gelas itu dan menyedot minuman dingin yang sengaja dia pesan.

Jantungnya berdetak cepat. Jika tidak ingat janjinya untuk tidak berteriak, barang tentu makian kasar akan keluar tanpa dia saring terlebih dahulu.

"Tolong jauhi Dave, Mel. Aku akan kasih berapapun kamu minta. !" ucap Raya serius.

"Hahahah,,, lucu. Kamu pikir aku deketin Dave karena butuh uang? "

"Apa aku keliatan semurah itu? "

Raya menghela napasnya.

"Dave milik aku Mel.! " ucap Raya singkat. Tatapannya tajam pada Amel.
Amel melotot tak percaya. Ekspresi yang dibuat-buat.

"Dulu. Sekarang enggak.! " ucapnya sambil tersenyum.

"Kamu tuh lucu ya Ray. Kalo udah tau pacar kamu selingkuh itu ya putusin dong. Kaya' perempuan nggak laku aja. "
Ejek Amel.
Dengan entengnya dia mengambil gelas dan menyedot air di dalamnya.

"Untuk ke sekian kali, aku mohon tinggalin Dave. Udah cukup kamu ambil kebahagiaan aku Mel. Kenapa satu-satunya harapan aku yang terakhir, mau kamu ambil juga? "
Raya bicara penuh emosi, tapi tetap dengan suara yang dibuat pelan.

"Kamu udah tau jawabannya. Perlu aku jelasin lagi? " Amel seolah menantang.

"Aku akan ambil semua sumber kebahagiaan kamu Raya. Termasuk Dave. Dan tidak akan ada toleransi untuk itu. Ini semua kamu yang mulai, dan aku hanya membalas apa yang sudah kamu perbuat sama aku di masa lalu. !"

Amel berdiri. Penjelasan cukup panjang itu membuka lagi permasalahan yang terjadi di masa lampau.

Masa sebuah kesalahan fatal yang tak sengaja dilakukan Raya.

Amel dan Raya itu pernah sangat dekat. Bahkan seperti saudara. Tapi karena satu insiden, hubungan mereka hancur meninggalkan dendam di hati Amel dan penyesalan di hati Raya.

"Itu masalalu Mel. Dan kamu tau aku nggak sengaja lakuin itu. !" Raya menangis. Dia menatap Amel dengan sangat memohon.

"Bisa kamu balikin Choki? Bisa kamu balikin kebaikan ibunya ke aku? Nggak kan? " Amel menatap Raya tajam penuh emosi.

"Choki meninggal karena kamu, dan ibunya benci aku karena ngira aku udah bunuh anaknya. !"

"Dave belum seberapa Ray. !"

Amel pergi. Hilang dari tatapan Raya.



Endless LOVE? (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang