Rumah Sakit

79 5 0
                                    

     Setelah gue sampai diparkiran rumah sakit, gue turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Ilqi dan gue menuntunnya untuk masuk ke dalam rumah sakit. Ilqi terlihat masih syok dan dia juga sempat nangis histeris didalam mobil saat kita mau menuju kesini. Gue sempat menenangkannya dijalan dan keempat cowok itu duluan kerumah sakitnya biar bisa banyar ongkos taksi. Gue heran, knpa gue gak nyuruh mereka nelpon ambulance aja ya? Ah namanya juga orang panik hha.

“Il, lo tenang ya. Mereka pasti baik-baik aja kok.”

“Gue gak bisa tenang Grey.”

“Ssstt, jangan ngomong deh lo kalo nanti ujung-ujungnya nangis.”

Lah, ucapan gue tadi nenangin atau ngajak rusuh sih?

Muka Ilqi cemberut tapi ada senyum sekilas diwajahnya. Syukur deh kalo dia masih bisa tersenyum.
Gue sampai di depan ruang UGD dan mendapati keempat cowok rese a.k.a Iyan dan teman-temannya.

“Gimana keadaan mereka? apa kata dokter?” Tanya gue harap harap cemas.

“Mreka masih diperiksa” Ucap Ken. Gue mengangguk dan mengajak Ilqi duduk disalah satu kursi disana.

     30 menit kemudian ruang UGD terbuka dan menampakkan sosok dokter yang tidak asing buat gue.

“Gimana Dok? Keadaan mereka semua baik baik aja kan?” Tanya Pute

“Teman kalian yang memiliki rambut panjang sampai bahu itu baik-baik saja. Dia sudah sadar juga. Cuma luka ringan aja dikepalanya,” Ucap dokter itu. Ah itu pasti Nifa.

“Satunya lagi ?”

“Yang rambutnya panjang dibawah bahu yang memiliki warna rambut pirang itu dia kekurangan darah. Dia terlalu banyak mengeluarkan darah tapi sudah dilakukan tranfusi darah. Tinggal berdoa saja semoga keadaan dia membaik,” Gue mengangguk mengerti

“Trimakasih dok sudah membantu teman saya,” Ucap gue tulus dan dokter itu melihat ke arah gua. Dan...

“Lu Dion kan?” Tanya gue ke dokter itu.

“Lu? Grey?” Tanya dokter itu dan gue mengangguk semangat. Dia tersenyum kemudian memeluk gue. Gua membalas pelukan dia erat. Sudah lama gue gak bertemu dengan dia setelah lulus smk. Dia temen Arga yang deket dengan gue.
Setelah berpelukan (lepas kangen) kita mengurai pelukan itu. Dion ngacak-ngacak rambut gue dan ditata lagi supaya rapi. Sudah jadi kebiasaannya huft.

“Gue ga nyangka Grey kita bisa ketemu disini.”

“Gue juga astagaaaa. Udah lama banget gila. Tambah keren aja lo” Ucap gue diselingi pujian. Dia hanya terkekeh pelan.

“Ahiya, lo istirahat gih. Pasti capek kan,” Ucap gue perhatian.

“Gak. Gue mau nunggu disini sampai suster keluar. Gue kudu mastiin keadaannya temen sahabat gua,” Ucap Dion dan gue hanya tersenyum.

Dion kemudian duduk di salah satu kursi rumah sakit dan gue juga duduk disebelahnya dan menyandarkan kepala gue dibahu kanannya. Udah lama gue gak kayak gini. Manja sedikit lah wkw
Kalian pasti bingung kenapa gue bisa akrab dengan Dion. Dion ini adalah teman Arga, jadi dia juga temen gue dong. Lagian dia ganteng, keren dan juga manis. Baik juga loh kalo ke gue.
Ceklek…
Pintu UGD terbuka dan menampakkan sosok suster  *untung bukan suster ngesot.

“Tranfusi darah sudah selesai dok. Dan perempuan berambut pendek itu mau keluar katanya.”

“Yasudah, biarkan saja dia keluar. Dia tidak mempunyai luka besar.”

“Baik dok. Oiya dok, apakah pasien yang berambut pirang itu mau dipindahkan kekamar rawat ?”

“Kalau sudah tidak ada apa-apa silahkan dipindahkan.”

1. Teman Masa KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang