Ironi Kesakitan

65 6 0
                                    


Part Two

Price of Life

John Hopkins Hospital adalah rumah sakit kanker terkemuka didunia dan diakui sebagai lembaga dan rumah sakit kanker terbaik.Terletak di Baltimore Amerika serikat. Dan disinilah Natalie terbaring.Disalah satu ruangan VVIP rumah sakit tersebut.

Natalie masih belum sadarkan diri selain karena kondisi tubuh juga karena obat yang diberikan.Meski ruang yang dipesan orang tuanya adalah VVIP dengan segala fasilitas mewah, ukuran kamar yang besar apakah Natalie menikmatinya. Tidak . Selain penanganan super intensif yang diberikan kepadanya. Hampir tiap 2 jam Dokter datang untung mengeceknya. Mengecek pelaratan yang dipasang ditubuh Natalie, mulai dari infus, oksigen, elektrokardiograpi (EKG).

Dave

" bagaimana dok?" tanya Dave menghampiri dokter.

" semuanya stabil, tinggal menunggu pasien siuman." Ucap dokter.

Dave ingin merasakan lega saat mendengarnya tapi hatinya masih mengganjal karena penyakit itu masih bersarang di tubuh Natalie.

" Dave.." panggil Maria saat baru masuk kamar bersama Peter. " sebaiknya kau ke hotel dan istirahat, biar kami yang menjaganya malam ini." Katanya sambil membawa tas berisi makanan sementara Peter membawa tas berisi pakaian ganti.

" Ya benar, sebaiknya istirahat dulu."

" tidak, aku akan tidur disini." Kataku.

" hotelnya juga tidak begitu jauh. Aku tidak ingin kau juga sakit."Kata Peter dengan wajah serius.Aku mengusap wajahku, aku memang merasa lelah sekali.Dan hotel yang aku dan orang tua Natalie tempati sekitar satu kilometer dari rumah sakit.Dan itu hotel terdekat yang bisa kami tempati.

Aku pun menghampiri Natali dan mengecup keningnya.

" aku akan pergi sebentar" kataku berbisik di telinganya. Lalu berpamitan pada Peter dan Maria lalu menuju Hotel.

---

Natalie

Aku terbangun dari mimpi aneh, dan rasa berat tubuhku seakan berubah nyata. Aku membuka mataku yang terasa berat. Namun memejamkannya lagi gara-gara lampu di belakang kepalaku. Tapi rasanya lampu bacaku ada dimeja samping tempat tidur?, kenapa sekarang pindah ke atas kepalaku. Sambil mengerjap mataku aku membuka mataku lagi.Saat semuanya jelas, kini aku sadar aku bukan dikamarku sendiri.

Dan mataku tertuju pada ayahku juga Maria yang tertidur bersisian di sofabed.Kenapa mereka disini. Atau pertanyaannya diganti jadi kenapa aku bersama mereka?!.

Seingatku...seingatku... ah kenapa sulit mengingatnya. Mataku pun beralih pada pemandangan malam dari jendela rumah sakit. Aku melihat beberapa gedung dengan lampu yang masih menyala, indah. Tapi aku lebih menyukai ketenangan dihutan.Tunggu... dimana aku sebenarnya? Apa aku masih di kanada?.

Lalu aku melihat jahitan indah yang membentuk nama bertuliskan John Hopkins Baltimore di sepanjang gorden di pinggi jendela. Aku tergagap tak tau aku sudah kembali ke Amerika.Rumahku tak jauh, dekat sini tepatnya di daerah pelabuhan.

Aku kembali memandang ayah, aku tak tau harus berkata atau berpikiran apa. Aku sungguh tidak bisa membayangkan apapun. Apalagi sikapnya. Dia mengingkari janjinya, seharusnya sudah kuduga. Aku tidak bisa berharap banyak. Tapi toh aku akan mati, aku akan meninggalkannya. Aku akan bertemu ibu. Itu kabar gembiranya kan?.

Aku mengerjapkan mataku yang ternyata malah mengeluarkan airmata. Aku benci diriku yang lemah seperti ini. Aku melepas oksigen yang menutupi mulut dan hidungku. Dan aku mulai terbatuk-batuk. Batuk yang berasal dari sesak didadaku. Aku berbaring miring sambil memukul-mukul dadaku, berharap bisa meredakan batukku.

Price of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang