Pahit tidak melulu soal rasa, kadang Woojin menggunakan pahit sebagai deskripsi bagaimana keadaan disekitarnya berlangsung. Bukan hanya Woojin, mungkin orang diluar sana juga begitu. Kepalanya penuh dengan reka adegan dimana sebuah truk melintas cepat dihadapannya dan menabrak Hyungseob begitu saja. Hujan dan langit saat itu yang jauh membuatnya ketakutan. Yang jelas, hari ini adalah hari terpahit yang pernah dilaluinya.
Daehwi memang sudah mendengar ungkapan perasaannya, tapi Woojin merasa tidak puas dengan itu, apalagi kedatangan Hyungseob seakan menjadi pengacau. Namun, lagi-lagi dia kembali dikerumuni rasa bersalah. Ahn Hyungseob tidak seharusnya terluka seperti ini. Pemuda manis itu harusnya tidak datang sehingga Woojin tidak perlu menanggung dosa dipundaknya.
Dua jam yang lalu adalah saat terakhir Woojin melihat Hyungseob sebelum pemuda itu digiring masuk ke ruang operasi dengan darah yang merembes keluar dari hoodie yang dikenakannya. Daehwi juga ada disana, ikut mengantar Hyungseob sampai kedepan pintu ruang operasi sambil menangis keras. Kedua orang Hyungseob datang setelah tiga puluh menit berlalu sejak Hyungseob masuk ke ruang operasi. Tidak lama setelah itu juga, Woojin undur diri setelah berbasa-basi. Dia sempat melihat Daehwi menatapnya dalam, seakan ingin menyampaikan sesuatu namun sahabat sejati Ahn Hyungseob itu malah mengalihkan pandangan kearah lain. Woojin tidak bodoh, dia tahu itu adalah bentuk pengusiran. Bukan sekedar mengusirnya dari rumah sakit, namun juga dari kehidupan Hyungseob serta Daehwi.
Sambil berbaring dikasurnya, Woojin mencoba menghubungi Euiwoong. Namun sejak sepuluh menit lalu, cupid itu belum menjawab pesan ataupun mengangkat telfon darinya.
TOK TOK!
"Woojin-ah, ada temanmu di depan."
Nyatanya teman yang dimaksud ibunya adalah Lee Euiwoong dalam bentuk cupidnya. Sayap putih itu merentang lebar untuk kemudian tertekuk lagi—gestur jika Euiwoong rasa sayapnya tidak tertekuk dengan rapi.
"Woojin-ah." Euiwoong tidak butuh basa-basi malam ini,"Aku berhenti membantumu."
Woojin yang masih dalam proses mendekati tempat Euiwoong berdiri, sontak menghentikan langkahnya. Tubuhnya mendadak kaku dan wajahnya menampilkan ekspresi antara bingung dan takut,"K-kenapa?" Suaranya bergetar hebat.
Euiwoong menghela nafasnya lelah,"Naiad yang ada dalam tubuh Hyungseob sudah bangkit." Woojin ikut gelisah melihat Euiwoong,"Panah itu mungkin tidak akan bisa dicabut."
Woojin seakan ingin berteriak, namun dia mencoba untuk menahan diri,"Itu hanya panah, kan?"
Euiwoong menggeleng,"Panah tidak pernah hanya menjadi sebuah panah saja, bahkan panah yang digunakan manusia bisa membunuh orang lain. Mendekati naiad yang menyimpan kemarahan adalah hal yang harus dihindari—"
Woojin mendekati Euiwoong dalam langkah yang sangat cepat dan meraih pergelangan tangan Euiwoong kasar,"Tidak!" Potongnya,"Pasti ada cara!"
"JANGAH BODOH!" Euiwoong menghentakkan tangannya kuat,"TIDAK ADA YANG BISA MELAWAN NAIAD KECUALI KAUM MEREKA DAN DEWA-DEWI. PANAHMU TIDAK AKAN KEMBALI, KAU TIDAK AKAN MENDAPATKAN DAEHWI DAN HYUNGSEOB AKAN MENGHABISKAN SISA HIDUPNYA UNTUK MENYIMPAN KEKECEWAAN! KAU MELUKAI MAKA KAU JUGA AKAN TERLUKA. TIDAK AKAN ADA AKHIR YANG BAHAGIA DARI KISAHMU!-"
"BANGSAT, LALU AKU HARUS BAGAIMANA?" Balas Woojin.
Euiwoong memejamkan matanya erat, dia tidak boleh lepas kendali seperti ini. Tujuannya menemui Woojin malam ini adalah untuk memberitahunya apa yang harus dilakukan dan memaksa Woojin untuk tidak mencarinya lagi. Apapun yang terjadi, selama ini Euiwoong juga sudah berusaha untuk membantu.
"Di dalam panah itu, ada sebagian jiwamu. Hyungseob mungkin sekarang tidak sadar memiliki panahmu, tapi jika dia tahu, kehidupanmu terancam. Dia bisa saja balas dendam lewat jiwa yang ada di dalam panah itu. Jadi sampai waktunya tepat, jangan lukai Hyungseob lagi. Cobalah untuk memperbaiki."
KAMU SEDANG MEMBACA
broken arrow • jinseob
Фанфик[complete] ❝ Woojin pikir, 'panah' yang meleset itu harus benar-benar dicabut. ❞ 2017 © yeowonn