11

484 120 19
                                    

Woojin menyadari ketika matanya tidak menemukan sesuatu yang  meyakinkannya bahwa dia masih di dunia. Semuanya gelap dan kosong. Sangat kosong. Bahkan Woojin tidak yakin bisa mendengar suara selain suara nafasnya sendiri. Disini begitu sepi. Keyakinan Woojin bahwa dia  sudah mati adalah fakta yang tidak bisa sanggah. Baru saja Woojin  bangun—mungkin saja karena jiwanya baru sampai di tempat ini. Matanya mencari, namun tetap tidak menemukan apapun. Duduk menunggu, Woojin yakin seseorang akan datang. Entah siapapun itu, dia berharap  seseorang akan mendatanginya. Namun, sekelebat pemikiran lewat di kepalanya.

Jika dia sudah mati, harusnya Woojin tidak berada disini. Bagaimanapun juga, Demigod pasti akan dibawa ke underworld  ketika mati. Tetapi kenapa dia ada disini? Di tempat sekosong ini?

Matanya mencari, melihat setiap sudut dengan seksama,"Tidak, aku tidak seharusnya disini." Bisiknya pelan. Suaranya menggema berkali-kali dan terdengar semakin  jauh. Dia bangkit, mulai melangkah tanpa tahu tujuan ataupun arah.

Woojin terus melangkah.

Ketika sekedipan berlalu, cahaya berusaha memasuki retina Woojin,  merefleksikan setiap sudut dunia lewat matanya walau masih samar-samar. Kakinya yang sesaat lalu berdiri dalam udara, kini berdiri dalam tempat yang solid. Yang semula bernafas hanyalah formalitas, Woojin kembali  dapat mencium busuknya polusi dan harum makanan dari kedai pinggir  jalan.

Sekedip lagi.

Dan semuanya terlihat normal. Jalanan yang ramai. Penyebrang jalan yang menunggu lampu lalu lintas berubah merah. Suara hiruk pikuk; tawa, obrolan, umpatan, omelan. Dan Park Woojin yang berdiri di seberang jalan menghadap sebuah toko buku. Keadaan yang sepertinya pernah terjadi.

Kemudian sebuah suara menyadarkannya.

"Heh, kenapa malah melamun?"

Woojin menoleh, tidak mengira bahwa ada Lee Euiwoong di sebelahnya. Tangan cupid itu sudah siap membidikkan panah namun kembali menurunkan busurnya saat menyadari ekspresi Woojin yang linglung.

Bukannya Lee Euiwoong sudah mati?

Lalu kenapa cupid itu masih disini? Kenapa juga Woojin terlihat sehat? Bukankah hal terakhir yang terjadi padanya adalah sekarat di rooftop sekolah?

"Tidak—" Woojin tersedak suaranya sendiri. Kepalanya berdenyut, menghantarkan ribuan sinyal rasa sakit.

"Kenapa? Kau terlihat tidak baik."

Woojin  kembali sadar bahwa keadaan seperti ini pernah terjadi sebelumnya. Beberapa bulan sebelum Haknyeon menjadi penghancur. Sistem waktu terasa  hancur. Woojin tidaklah yakin jika tadi adalah tadi kalau sekarang  adalah kemarin.

Euiwoong mengendikkan bahunya ketika Woojin tidak  membalas secara verbal. Pemuda bergingsul itu masih terbengong. Merasa  tidak mendapat jawaban, Euiwoong kembali mengarahkan pandangan ke keberang jalan. Jarinya stand by memegang benang busurnya, siap  menariknya kala target masuk ke area tembak. Woojin diam-diam ikut memperhatikan seberang jalan.

Bukankah setelah ini Euiwoong akan membidik Daehwi dengan panahnya dan panah itu malah menancap di dada Hyungseob.

Sedangkan Woojin masih menerkan kelanjutan kejadian, Lee Daehwi keluar dari toko buku. Sendirian.

Tidak ada Hyungseob (atau siapapun).

"Berhenti!" Woojin menarik busur Euiwoong turun.

"Kenapa lagi?" Euiwoong hanya menatapnya penuh tanya. Bukankah Woojin memintanya untuk membidik Daehwi, lalu kenapa sekarang dia malah diminta berhenti?

broken arrow • jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang