Gugup menguasai situasi saat ini, memeluk suasana sepi bersama kedua orang yang sedang berada di dalam perpustakaan sekolah, hanya salah satu dari mereka yang merasakan kegugupan itu, satu yang lainnya terlelap melipat tangan sebagai bantalan kepalanya, wajahnya yang putih bersih dengan sedikit jerawat halus menghadap samping wajah orang sebelahnya menimbulkan debaran menggelitik dari dalam sana. Jantungnya bergemuruh melihat temannya tertidur pulas dan anak rambut yang jatuh ke dahi hingga pipi.
Kalau Dia mempunyai pilihan untuk tinggal semenit lagi dengan senang hati Dia akan melakukannya, namun kenyataan berpindah kemauan dengan membuka perlahan kelopak mata orang yang tertidur menyadarkan orang lainnya untuk meluruskan punggung dan pura-pura melanjutkan membaca buku tebal soal-soal.
"Udah bel?" Jari telunjuk mengusap ujung matanya yang berair sehabis terbangun, gerakan itu tidak luput diikuti sepasang mata lainnya.
"Mau balik kelas sekarang? Masih ada waktu kalau Kamu masih mau disini." Dia masih bisa mengontrol wajah dan senyumnya untuk tidak terbuka lebar, namun disana, tepat di dada sebelah kirinya ada dobrakan pelan yang suaranya sampai masuk memantul ke kepala, seperti bola basket yang memantul di lapangan.
Perasaan itu lebih tipis dari selembar tisu, lebih rapuh dari dedaunan kering, dan tidak terdefinisi menurut seorang Nathan si yang mudah menyukai seseorang namun sulit mencintai seseorang dengan waktu yang lama, kelebihan lain yang patut diapresiasikan karena Nathan sangat pintar menyembunyikan perasaan dan tingkah laku ketika menyukai seseorang.
Orang bilang Nathan hearless.
Orang bilang Nathan hidup enak dengan perasaan yang sulit menyukai seseorang.
Orang bilang Nathan sangat sulit jatuh cinta.
Nathan juga manusia biasa yang ingin menjaga perasaan orang lain, jadi sadar tidak ingin orang menjauh karena takut dikhianati, Nathan mencoba tidak berhubungan pada orang lain ketika sedang berteman, paling banyak Nathan hanya kenal teman dari teman-temannya dan sesekali mereka kumpulan bersama.
"Kantin dulu ya Tan.. habis itu kamar mandi, gue mau pipis dulu sebelum ke kelas,"
Orang yang terlihat paling kuat bisa jadi orang yang paling lemah, Nathan selalu meneguk ludah pelan selama berjalan bersama Caca, si gadis tertidur tadi.
Bagaimana pun Nathan tetap manusia normal yang ingin merasakan adanya timbal balik seperti syarat berinteraksi. Syarat interaksi sosial adalah adanya kontak dan komunikasi yang timbal balik antara dua orang atau lebih. Dalam definisi itu Nathan ingin kontak dan komunikasi hanya antara Dia dan Caca, tanpa ada pihak lebih.
"Manusia akan berbagi jika perlu, kebanyakan dari mereka memilih memiliki sendiri dan menjaga sesuatu yang sudah teraih," niatnya hanya bergumam asal, keberuntungannya itu ditanggapi Caca yang tertawa mengejek.
"Masuk sastra sana.. bahasa Lo bagus."
"Lebih bagus lagi kalau kamu tau ada seorang pengkhayal mengejar perasaan disini" Nathan tau pikirannya hanya sekadar pikiran konyol yang tersimpan hingga membusuk.
"Denger-denger Lo mau ambil beasiswa ke luar, beneran itu?"
"Mungkin, tergantung juga.."
"Tergantung apa ada harapan yang bisa Saya raih atau tidak."
"Oh.."
Ada harapan Caca akan berbasa-basi mengatakan untuk tetap disini maka Nathan akan serius menggagalkan niat mengambil tes beasiswa itu. Realita memang tidak sebagus itu mempermudah jalan pikiran Nathan.
"Jaga diri baik-baik kalau Saya jadi pergi," keseriusan Nathan dianggap gurauan menjelang perpisahan,
Walaupun masih lama.. perpisahan itu akan terasa menyakitkan dan berat jika sudah sampai taraf sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fri(END)
AcakNo title. Not found. No love. No happy ending. END. *Izin mempublish cerita ini sudah disetujui oleh pihak yang bersangkutan. Intinya cerita ini pernah nyata sebelumnya sama seseorang.*