Fauzan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Di luar gerimis masih setia membasahi tanah-tanah bumi yang sebagian besarnya sudah tertutup aspal dan bangunan. Matanya terpejam, sedang pikirannya melayang, memutarkan memorinya beberapa saat yang lalu. Perjumpaan yang tidak disengaja itu, tentu akan membawa dirinya kembali membuka lembaran lama kehidupannya. Ia tidak suka akan hal itu. Tetapi rasa penasaran yang belum terjawab membuatnya ingin kembali menjejakkan kaki dalam ingatan usang itu.
Ia dalam kegamangan. Hatinya risau. Pikirannya berkecamuk. Kedua tangannya mengusap kasar wajahnya yang didera lelah dan kantuk.
Untuk sesaat, biar saja apa yang bergemuruh dalam hati, terus menjejali ruang di kepalanya yang sudah dipenuhi oleh banyak hal.
Matanya terpejam lagi, ia terlelap.
Biar hujan yang akan menghapus debu-debu dalam ruang hatinya yang dipenuhi luka. Aku tidak akan membiarkan siapapun lagi merobek-robek perasaannya yang terlalu lemah. Ia terlalu sempurna untuk kau genggam dengan kasar.
Enyahlah dari pandangannya. Kau hanya akan membuat luka yang belum pulih itu kembali basah oleh air mata kepedihan yang kau bawa. Kau hanya aib yang membuatnya terus meronta tak berdaya pada semesta.
Kau hanya aib, yang terlahir dari rahim seorang perempuan bersahaja dengan segala keistimewaan yang dimilikinya.
Kau hanya aib...
Mamaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!
Ia terperanjat dari lelapnya. Seketika ia langsung terduduk di tepian ranjang. Keningnya dipenuhi peluh, nafasnya memburu dengan cepat. Kepalanya tertunduk, wajahnya tertutup oleh kedua telapak tangan. Kesadarannya seketika pulih, ia melirikkan matanya pada jam dinding yang terpampang di tembok sebelah kanannya. Hampir maghrib, pikirnya.
Ia memalingkan wajah ke arah jendela. Dilihatnya rerintikan gerimis masih berjatuhan. Hawa dingin mulai menyergap tubuhnya. Ia lantas melenggang menuju kamar mandi dengan kepala dipenuhi banyak pertanyaan.
---
"Mas, yang tadi itu siapa? Sepertinya wajah laki-laki itu tidak asing bagiku. Tadi Mas panggil dia Fauzan, ya?"
"Hmmm. Kepo kamu Dek." jawab Argha sekenanya.
"Iiih Mas Argha mah gitu! Aku kan penasaran. Lagian tadi pake acara peluk-pelukan segala sih. Lebay!" jawabnya sambil melipat kedua tangan di dada dengan memasang wajah cemberut.
"Hahaha. Adik Mas yang bawel dan manja, jangan suka pundungan gitu ah." Argha mendudukkan diri di sebelahnya sambil mencubit pipi tidak chubby itu.
"Kamu itu kenapa Dek? Manyun terus kerjaannya. Kaya engga punya ekspresi lain aja." sahut Listy yang tetiba muncul dari balik pintu kamar.
"Kalian sama-sama nyebelin. Pasangan nyebelin." sergahnya sambil bangkit dan berlalu menuju dapur. Perutnya yang keroncongan ditambah hawa dingin membuat ia tidak sabar untuk melahap hidangan di atas meja makan.
Argha dan Listy terkekeh melihat tingkah laku adik mereka. Tentu saja rengekannya hanya candaan yang ia lontarkan pada Mas satu-satunya itu. Sejak kepergian mendiang Bunda, ia tidak memiliki siapapun lagi selain Mas Argha.
Argha Maulana Ahmad adalah kakak, teman, sahabat, ayah sekaligus ibu untuk seorang gadis yang biasa disapa Zulfa. Ya, kedua kakak beradik ini tinggal bersama istri dari Argha yang menikah tepat dua bulan sebelum Bunda mereka kembali pada Sang Khaliq.
Adalah Listy, perempuan yang berhasil merebut hati Argha dan menjadikan ia ratu dalam kehidupannya hingga detik ini. Listy adalah wanita periang yang murah senyum. Ia juga ramah pada banyak orang, baik yang sudah dikenalnya maupun yang baru pertama kali ia jumpai. Selain itu, Listy juga adalah orang yang paling dekat dengan Zulfa selain Argha sejak mereka belum menikah. Itulah salah satu alasan besar yang memantapkan Argha untuk memilihnya.
"Memang kamu ketemu siapa Mas?" tanya Listy seraya menaruh teh hangat di hadapan Argha.
"Fauzan." jawab Argha tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari layar monitor.
"Fauzan siapa?" tanya Listy keheranan. Argha tidak menjawabnya.
Pikiran Argha bergelut dengan nuraninya. Tabir masa lalu seperti mulai menguap ke permukaan. Pertemuan dengan Fauzan tadi menyisakan butir-butir keresahan dalam hatinya. Wajahnya menyiratkan kerisauan. Dan Listy mampu menangkap itu.
Ia memeluk Argha dengan hangat. Ia tahu, suaminya tengah dilanda risau. Argha tidak menolak pelukan sang istri. Ia tenggelamkan wajahnya dalam pelukan. Matanya terpejam berharap perasaan itu hilang bersama surutnya hujan.
Gerimis telah berhenti. Menyisakan keheningan menjelang maghrib. Senja. Tanpa lembayung yang kemerahan, pesonanya memudar seiring terbenamnya mentari.
Orang baik boleh memiliki masa lalu yang kelam. Orang jahat bisa jadi memiliki masa lalu yang indah. Tidak penting dengan masa lalu. Yang ada hanya hari ini. Hari esok tidak akan kita tahu. Akan tetapi, hari ini dan masa depan tidak akan ada tanpa masa lalu.
Bersambung...
Kota Hujan, 2 Februari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Hujan
General FictionJika cinta sudah melekat, bagaimana hati dapat berhenti menulis harap? Semesta tidak akan merestui nuranimu terluka tersebab cinta. Cinta yang salah. Bagaimana jika mimpi yang kau punya terus mendesakmu melakukan hal gila, hingga kau tak sanggup me...